SIDOARJO (mediasurabayarek.net)
– Tak tanggung-tanggung Jaksa Tarjono SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari)
Bojonegoro menghadirkan 5 (lima) Ahli yang dihadirkan dalam sidang lanjutan
Syafa’atul Hidayah (Ida), Indra Kusbianto, dan Anam Warsito, yang tersandung
dugaan perkara korupsi pengadaan mobil siaga desa untuk 386 desa pada tahun
2022.
Kelima ahli
itu adalah Dr Prija Jadmika SH MH (Ahli Pidana,)—dosen Universitas Brawijaya (Unbraw),
Ahmad Baskoro (ahli pengadaan barang & jasa,),dari Universitas Gadjah Mada
(UGM), Dr. Drs, Siswo Suyanto (ahli kerugian negara), Aan Rahmawan (ahli
penghitungan negara), dan Desi –ahli penghitungan negara.
Hakim Ketua
Arwana SH langsung mempersilahkan Jaksa Tarjono SH dari Kejari) Bojonegoro
untuk bertanya pada Ahli pidana, apakah yang dimaksud dengan perbuatan melawan
hukum dalam tindak pidana ?
“ Perbuatan
yang bertentangan dengan aturan hukum pidana, baik perbuatan melawan hukum
formil maupun materiil. Pidana korupsi dalam pasal 2 UU Tipikor merupakan
perbuatan melawan hukum formil. Sedangkan pasal 3 UU Tipikor penyalahgunaan
kewenangan. Ini bentuk perbuatan melawan hukum dalam bentuk khusus ,” jawab Ahli pidana di ruang Candra Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya , Kamis (24/4/2025).
Menurut
Ahli, adanya unsur pidana itu bisa dalam bentuk kesengajaan dan kealpaan (unsur
subyektif), yakni menerima sesuatu karena jabatannya. Dalam pengadaan barang
dan jasa ada norma hukum, bahwa para pihak tidak boleh menjanjikan atau
mempengaruhi dalam bentuk apapun.
Penyelenggaran
dilarang menerima gratifikasi yang merupakan
kesengajaan, yang jelas-jelas memenuhi unsur perbuatan melawan hukum. Penyalahgunaan
wewenang merugikan keuangan negara yang riil dan nyata.
Ada pihak
yang menjanjikan cashback dengan harapan mendapatkan pekerjaan. Adanya
kesengajaan dengan maksud agar membeli mobil dari penyedia. Ini masuk pasal
suap, karena menjanjikan sesuatu dan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajibannya.
Jikalau
tidak mengembalikan kepada negara akan menjadi pasal 3 UU Tipikor. Baik
pemberian diskon dan rabat harus masuk negara. Sebab adanya meeting of mind
(kesepakatan) melakukan tindak pidana.
Sebelum
pengadaan, dijanjikan cashback Rp 15 juta, setelah pekerjaan selesai. Cashback
itu harus dikembalikan kepada negara.
Kini giliran
Penasehat Hukum (PH) Syafa’atul Hidayah (Ida), yakni Ben Hadjon SH dan
Agus Siswinarno SH bertanya pada Ahli pidana, panitia Lelang tidak melakukan kewenangannya
secara maksimal, siapa yang harus bertanggung jawab dalam hal ini ?
“Yang
bertanggungjawab adalah pemilik kewenangan adalah panitia Lelang (Timlak),”
jawab Ahli pidana.
Kembali PH
Ben Hadjon SH bertanya pada Ahli, apa bedanya suap pasif dan aktif itu. Tolong Ahli
jelaskan ?
“Sebelum Lelang
tidak dijanjikan apa-apa, setelah Lelang menerima sesuatu, sebagaimana pasal 2
dan 3 UU Tipikor. Hal itu masuk suap. Untuk suap aktif yang memberi dan suap pasif yang menerima.
Kedua-duanya bisa dipidana. Dan sebaliknya, kelompok pertama terima janji,
setelah Lelang terima sesuatu, masuk gratifikasi. Yang menerima sesuatu yang
bertanggungjawab,” jawab Ahli.
Namun
demikian, Ahli pidana menggarisbawahi, bahwa jika karena dipaksa, maka tidak
bisa dipidana. Masuk alasan pemaaf.
Kembali PH
Ben Hadjon SH bertanya pada Ahli, jika kerugian negara sudah dipulihkan,
bagaimana pendapat Ahli ?
‘Pengembalian
itu, bisa meringankan pidana. Pengembalian kerugian negara lebih dari 30 hari
menjadi gratifikasi, sebagiaman dalam pasal 12 a UU Tipikor,” jawab Ahli.
Sementara
itu, Ahmad Baskoro –ahli pengadaan barang dan jasa—menyatakan, jika proses
pengadaan barang dan jasa dalam perencanaan dilaksanakan secara tergesa-gesa
dan tidak dapat melaksanakan secara maksimal.
“Jika
perencanaan dari sisi waktu tidak cukup, bisa dibreak (ditunda) dulu. Jika
terjadi penyimpangan karena waktu mepet, tidak bisa dipaksakan,” ujarnya Ketika
menjawab pertanyaan PH Ben Hadjon SH seputar pengadaan Lelang yang waktunya
mepet pada akhir tahun anggaran.
Ketika Ben
Hadjon SH bertanya pada Ahli pengadaan barang dan jasa, mengenai apakah
pelanggaran fakta integritas itu merupakan pelanggaran hukum ?
Ahli tidak
bersedia menjawab pertanyaan tersebut, karena alasannya buken menjadi
kewenangannya untuk menjawab hal itu.
Sementara
itu, Aan Rahmawan dan Desi (ahli penghitungan negara) menerangkan, pihaknya
menghitung jumlah uang yang seharusnya tidak dibayarkan kepada PT UMC dan PT
SBT.
Hasil audit
menunjukkan, bahwa adanya penyimpangan proposal bantuan mobil, PPK (Timlak)
tidak membuat dokumen lelang, penyedia menjanjikan cashback, dan pelaksaan
leleng tidak sesuai prosedur, serta adanya kerugian negara.
Ada kerugian
negara yang tidak seharusnya dibayarkan ke PT UMC RP 4,335 miliar, dengan pembelian
mobil di PT UMC. Sedangkan PT SBT RP 1,02 miliar, sebanyak 68 unit beli mobil
di PT SBT.
Adanya
pengembalian uang dari Ida sebesar Rp 525 juta dan pengembalian dari Kades
sebesar Rp 3,809 miliar.
Sehabis
sidang, PH Ben Hadjon SH mengatakan, sesuai putusan MK, maka kerugian negara
harus nyata dan pasti. Cara perhitungan kerugian negara dengan mengalikan
begitu saja nilai cashback RP 15 juta dengan jumlah desa yang melakukan pengadaan, adalah cara perhitungan yang
sangat sumir, karena seharusnya ada parameter lain lagi, yang harus digunakan
seperti berapa harga mobil tersebut di pasaran pada saat itu.
“Cara perhitungan
yang dilakukan oleh auditor tidak mewujudkan azas nyata dan pasti dalam hal
kerugian keuangan negara,” tukasnya. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar