728x90 AdSpace

  • Latest News

    Jumat, 25 April 2025

    Kerugian Negara Dalam Perkara Ini, Tidak Memenuhi Syarat Nyata dan Pasti Sebagaimana Putusan MK

     



    SIDOARJO  (mediasurabayarek.net) –   Tak tanggung-tanggung Jaksa Tarjono SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro menghadirkan 5 (lima) Ahli yang dihadirkan dalam sidang lanjutan Syafa’atul Hidayah (Ida), Indra Kusbianto, dan Anam Warsito, yang tersandung dugaan perkara korupsi pengadaan mobil siaga desa untuk 386 desa pada tahun 2022.

    Kelima ahli itu adalah Dr Prija Jadmika SH MH (Ahli Pidana,)—dosen Universitas Brawijaya (Unbraw), Ahmad Baskoro (ahli pengadaan barang & jasa,),dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Drs, Siswo Suyanto (ahli kerugian negara), Aan Rahmawan (ahli penghitungan negara), dan Desi –ahli penghitungan negara.

    Hakim Ketua Arwana SH langsung mempersilahkan Jaksa Tarjono SH dari Kejari) Bojonegoro untuk bertanya pada Ahli pidana, apakah yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum dalam tindak pidana ?

    “ Perbuatan yang bertentangan dengan aturan hukum pidana, baik perbuatan melawan hukum formil maupun materiil. Pidana korupsi dalam pasal 2 UU Tipikor merupakan perbuatan melawan hukum formil. Sedangkan pasal 3 UU Tipikor penyalahgunaan kewenangan. Ini bentuk perbuatan melawan hukum dalam bentuk khusus ,” jawab  Ahli pidana di ruang Candra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya , Kamis (24/4/2025).

    Menurut Ahli, adanya unsur pidana itu bisa dalam bentuk kesengajaan dan kealpaan (unsur subyektif), yakni menerima sesuatu karena jabatannya. Dalam pengadaan barang dan jasa ada norma hukum, bahwa para pihak tidak boleh menjanjikan atau mempengaruhi dalam bentuk apapun.

    Penyelenggaran dilarang  menerima gratifikasi yang merupakan kesengajaan, yang jelas-jelas memenuhi unsur perbuatan melawan hukum. Penyalahgunaan wewenang merugikan keuangan negara yang riil dan nyata.

    Ada pihak yang menjanjikan cashback dengan harapan mendapatkan pekerjaan. Adanya kesengajaan dengan maksud agar membeli mobil dari penyedia. Ini masuk pasal suap, karena menjanjikan sesuatu dan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya.

    Jikalau tidak mengembalikan kepada negara akan menjadi pasal 3 UU Tipikor. Baik pemberian diskon dan rabat harus masuk negara. Sebab adanya meeting of mind (kesepakatan) melakukan tindak pidana.

    Sebelum pengadaan, dijanjikan cashback Rp 15 juta, setelah pekerjaan selesai. Cashback itu harus dikembalikan kepada negara.

    Kini giliran Penasehat Hukum (PH) Syafa’atul Hidayah (Ida), yakni  Ben Hadjon SH dan Agus Siswinarno SH bertanya pada Ahli pidana,  panitia Lelang tidak melakukan kewenangannya secara maksimal, siapa yang harus bertanggung jawab dalam hal ini ?

    “Yang bertanggungjawab adalah pemilik kewenangan adalah panitia Lelang (Timlak),” jawab Ahli pidana.

    Kembali PH Ben Hadjon SH bertanya pada Ahli, apa bedanya suap pasif dan aktif itu. Tolong Ahli jelaskan ?

    “Sebelum Lelang tidak dijanjikan apa-apa, setelah Lelang menerima sesuatu, sebagaimana pasal 2 dan 3 UU Tipikor. Hal itu masuk suap. Untuk suap aktif yang  memberi dan suap pasif yang menerima. Kedua-duanya bisa dipidana. Dan sebaliknya, kelompok pertama terima janji, setelah Lelang terima sesuatu, masuk gratifikasi. Yang menerima sesuatu yang bertanggungjawab,” jawab Ahli.

    Namun demikian, Ahli pidana menggarisbawahi, bahwa jika karena dipaksa, maka tidak bisa dipidana. Masuk alasan pemaaf.

    Kembali PH Ben Hadjon SH bertanya pada Ahli, jika kerugian negara sudah dipulihkan, bagaimana pendapat Ahli ?

    ‘Pengembalian itu, bisa meringankan pidana. Pengembalian kerugian negara lebih dari 30 hari menjadi gratifikasi, sebagiaman dalam pasal 12 a UU Tipikor,” jawab Ahli.

    Sementara itu, Ahmad Baskoro –ahli pengadaan barang dan jasa—menyatakan, jika proses pengadaan barang dan jasa dalam perencanaan dilaksanakan secara tergesa-gesa dan tidak dapat melaksanakan secara maksimal.

    “Jika perencanaan dari sisi waktu tidak cukup, bisa dibreak (ditunda) dulu. Jika terjadi penyimpangan karena waktu mepet, tidak bisa dipaksakan,” ujarnya Ketika menjawab pertanyaan PH Ben Hadjon SH seputar pengadaan Lelang yang waktunya mepet pada akhir tahun anggaran.

    Ketika Ben Hadjon SH bertanya pada Ahli pengadaan barang dan jasa, mengenai apakah pelanggaran fakta integritas itu merupakan pelanggaran hukum ?

    Ahli tidak bersedia menjawab pertanyaan tersebut, karena alasannya buken menjadi kewenangannya untuk menjawab hal itu.

    Sementara itu, Aan Rahmawan dan Desi (ahli penghitungan negara) menerangkan, pihaknya menghitung jumlah uang yang seharusnya tidak dibayarkan kepada PT UMC dan PT SBT.

    Hasil audit menunjukkan, bahwa adanya penyimpangan proposal bantuan mobil, PPK (Timlak) tidak membuat dokumen lelang, penyedia menjanjikan cashback, dan pelaksaan leleng tidak sesuai prosedur, serta adanya kerugian negara.

    Ada kerugian negara yang tidak seharusnya dibayarkan ke PT UMC RP 4,335 miliar, dengan pembelian mobil di PT UMC. Sedangkan PT SBT RP 1,02 miliar, sebanyak 68 unit beli mobil di PT SBT.

    Adanya pengembalian uang dari Ida sebesar Rp 525 juta dan pengembalian dari Kades sebesar Rp 3,809 miliar.

    Sehabis sidang, PH Ben Hadjon SH mengatakan, sesuai putusan MK, maka kerugian negara harus nyata dan pasti. Cara perhitungan kerugian negara dengan mengalikan begitu saja nilai cashback RP 15 juta dengan jumlah desa yang melakukan  pengadaan, adalah cara perhitungan yang sangat sumir, karena seharusnya ada parameter lain lagi, yang harus digunakan seperti berapa harga mobil tersebut di pasaran pada saat itu.

    “Cara perhitungan yang dilakukan oleh auditor tidak mewujudkan azas nyata dan pasti dalam hal kerugian keuangan negara,” tukasnya. (ded)

     

     

     


    • Blogger
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Kerugian Negara Dalam Perkara Ini, Tidak Memenuhi Syarat Nyata dan Pasti Sebagaimana Putusan MK Rating: 5 Reviewed By: Media Surabaya Rek
    Ke Atas