SIDOARJO (mediasurabayarek.net) – Kembali Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tarjono SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro menghadirkan 14 saksi Kepala Desa (Kades) dalam sidang lanjutan Ivonne dan Heny Sri Setyaningrum, yang tersandung dugaan perkara korupsi pengadaan mobil siaga desa tahun 2022.
Dalam pemeriksaan 14
saksi Kades tersebut, terungkap bahwa ada 5 (lima) desa yang salah transfer dan
salah administrasi. Mereka transfer ke rekening pribadi Heny Sri Setyaningrum
untuk pembayaran pembelian mobil siaga desa sebesar Rp 241 juta.
Padahal,seharusnya mereka transfer pembayaran ke rekening PT Sejahtera Buana
Trada (SBT).
Dalam keterangannya, saksi
Khusnul Khotimah menyatakan, transfer ke rekening Heny. Kemudian, Khusnul minta
bukti tanda terima bayar dari dealer di Surabaya.
“Saya pernah dimintai
tolong Ivonne untuk menagih ke Heny. Karena transfernya ke rekening pribai
Heny. Bukannya transfer ke rekening ke PT SBT,” ucapnya.
Diakui saksi, bahwa dia
mendapatkan cashback dari Heny sebesar Rp 3 juta yang ditransfer ke rekening
anaknya.
Sementara itu, saksi
Kades Arif Rahman menerangkan, bahwa desanya mendapatkan Bantuan Khusus
Keuangan Desa (BKKD) sebesar Rp 250 juta untuk pengadaan mobil
siaga desa.
Saksi telah membentuk
Timlak (Tim Pelaksana) untuk pengadaan lelang. Pemenang lelang adalah PT SBT
dengan harga Rp 241 juta per unit mobil.
“Saya transfer ke
rekening Heni. Padahal perjanjiannya, transfer pembayaran mobil siaga desa ke
PT SBT. Saya dijanjikan Heni persen (cashback) sebesar Rp 15 juta Tetapi, tidak
menerima cashback sama-sekali,” ujar Arif Rahman.
Hal senada disampaikan
oleh saksi Eko Hariyanto dan Munafah, pihaknya transfer ke rekening Heni. Padahal,
kontraknya harus transfer ke PT SBT.
“Kata Ivonne, ada 5 desa
yang belum transfer ke PT SBT. Saya mendapatkan cashback dari Heny Rp 3 juta,”
kata Munafah.
Sementara itu, saksi
Kades Bambang Sujianto menerangkan, bahwa disepakati membeli mobil siaga desa
di PT SBT senilai Rp 241 juta. Dan disepakati membayarnya ke PT SBT.
“Tetapi, saya membayar /
transfer ke rekening pribadi Heny. Karena tidak bisa ke PT SBT (karena tutup
tahun). Kata Heny, besok transfer ke rekening Heny. Akan disampaikan ke
atasannya,” jelas saksi Bambang.
Kini giliran Penasehat Hukum (PH) Ivonne, yakni Wihartono
SH bertanya pada saksi-saksi, ada 5 desa yang salah transfer, bisa saksi
jelaskan hal ini ?
“Lima desa sudah bayar
ke Heny. Saya pernah dimintai tolong untuk menagih 4 desa yang belum bayar.
Karena tidak bayar ke PT SBT. Seminggu kemudian, Ivonne tagih ke 5 desa. Saya
menunjukkan bukti transfer dari rekening desa ke rekening pribadi Heny. Ketika
ketemu Ivonne minta tanda terima,” cetus saksi Arif.
Sehabis sidang, Penasehat
Hukum (PH) Ivonne, yakni Wihartono SH mengatakan, baik ditransfer duluan atau tidak,
dalam waktu satu bulan pihak PT SBT wajib menyediakan unit mobil.
“Kalaupun ada beberapa
Kades yang membayar duluan, ya itu tidak ada masalah. Diperbolehkan saja dalam
kontrak perjanjian. Tetapi, yang jadi masalah tadi adalah dari kontrak yang
seharusnya ditransfer ke PT SBT. Kenyataannya, ditransfer ke rekening saudari
Heny, yang mengaku sebagai sales,” katanya.
Terungkap tadi, lanjut Wihartono
SH, semuanya ada 5 desa yang transfer ke rekening Heny. Peserta lelang ada PT
SBT (Suzuki), Wuling, dan Daihatsu. Persyaratan lelang dengan kondisi harga
Daihatsu sekitar Rp 252 juta dan Wuling Rp 242 juta.
Pemenang lelangnya
adalah PT SBT dan hanya mendapatkan 68 unit saja. Dan 5 unit tidak masuk
pembayarannya ke rekening PT SBT senilai Rp 241 juta X 5 unit = Rp 1,205
miliar.
“Lima desa ditransfer ke
Heny yang mengaku sebagai Sales. Padahal bukan, dia adalah PNS di Magetan,”
ungkapnya.
Ada saksi Kades yang
mendapatkan tanda terima pembayaran dari dealer, Ivonne yang menalangi
pembayaran itu dulu. “Tadi kita kejar, kalau tidak dibayarkan, tidak dibuatkan
(tanda terima). Apa yang terjadi, karena itu uang negara. Maka mereka yang 5 desa (Kades) itu, harus bertanggungjawab secara hukum. Karena
yang keluar dari rekening desa. Bukan dari rekening pribadi masing-masing,”
tukas Wihartono SH.
Bahkan tadi dari majelis
ada pertanyaan, bagaimana seandainya ada pemeriksaan, jika uang keluar dari
rekening desa, ditransfer ke rekening Heny. Bagaimana kalau diaudit, dari
rekening desa ke rekening pribadi Heny. Bukan ditransfer ke rekening PT SBT,
selaku pemenang lelang.
Ada bukti transfer dari
rekening desa ke rekening Heny, yang tidak bisa dipungkiri. Ada kwitansi
seolah-olah setor tunai ke perusahaan
(PT SBT). Mana yang benar ini ?
Uang dari rekening desa
keluar ke rekening Heny. Jika ada pencocokan , antara kwitansi dan rekening
desa. Akan ditemukan penyimpangan, bahwa larinya uang ke rekening pribadi.
Bukan rekening PT SBT.
“Kerugian pribadi Ivonne
sebesar Rp 1,205 miliar, karena jabatannya harus bertanggungjawab. Kalau tidak
ditutupi, maka tidak bisa melakukan BBN, cetak faktur dan akhirnya terbit STNK
dan BPKB. Kalau tidak dilakukan, 5 Kades pasti masuk (penjara-red). Uangnya
salah transfer. Tidak ada pengembalian sama-sekali,” tandas Wihartono SH. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar