SIDOARJO (mediasurabayarek.net) – Tak tanggung-tanggung, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tarjono SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro menghadirkan 25 saksi fakta yang dihadirkan di persidangan.
Ke-25 saksi itu adalah
para Kepala Desa (Kades) di Kabupaten Bojonegoro yang mendapatkan Bantuan
Keuangan Khusus Daerah (BKKD) untuk pengadaan mobil siaga desa yang menjadi kebijakan
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro.
Dalam keterangannya,
saksi Kades Teddy Fery menyatakan, desanya menerima dana BKKD sebesar Rp 250
juta dari Pemkab untuk pengadaan mobil siaga desa. Untuk pengadaan ini, ada SK
Bupati, yang bersumber dari APBD.
“Saya pernah ajukan
proposal bantuan BKKD da nada perintah dibuat tanggalnya mundur bulan Juli.
Seingat saya, proposal dulu, baru dilakukan sosialisasi pada 14 Desember,” ucap
saksi.
Menurut Teddy Fery,
pelaksanaan pengadaan mobil siaga itu dilaksanakan dengan lelang. Ini sesuai
Petunjuk Teknis (Juknis) pengadaan di atas Rp 200 juta harus lelang. Dalam
juknis mengatur spek mesin dan lainnya.
Sedangkan yang
mengadakan lelang adalan Timlak (Tim Pelaksana) yang dibentuk oleh Kades. Pengadaan
lelang dilaksanakan di Balai Desa dan prosesnya terbilang ‘kilat’ atau cepat,
hanya satu hari saja. Diketahui, pemenang lelangnya adalah PT UMC.
Sebelumnya, sales PT UMC
bertanya pada Kades, apakah mau pengadaan mobil siaga. Kali pertama bertemu,
tidak membahas mengenai cashback.
“Tugas Timlak adanya
melakukan verifikasi terhadap dokumen-dokumen lelang. Ada dealer Suzuki, Wuling
dan Hyundai. Dokumen dari dealer dan tinggal ngeprint. Pemenang lelang adalah
PT UMC dengan harga Rp 241 juta, termasuk pajak,” ujar saksi Teddy Fery.
Dalam lelang tersebut,
lanjut saksi, tidak ada tahapan negosiasi. Singkatnya, datang dan tangan tangan
dokumen saja. Lelang hanya berlangsung sekitar 1 (satu) jam aja. Untuk PPN dan PPh dibayar sendiri, dan
dikirimi dealer mengenai besarannya.
“Harga mobil Rp 216 juta
ditransfer ke PT UMC pada akhir tahun.
Saya menerima cashback Rp 15 juta. Disuruh ke kantor PT UMC Basuki
Rahmad Surabaya. Diamplopi untuk Kades. Ketika dibuka di mobil Rp 15 juta per
Kades. Itu sebagai tanda terima kasih telah membeli unit dari PT UMC,” cetus
saksi Teddy.
Sementara itu, saksi
Mafudin menerangkan, proses pelaksanaan lelang sekadar formalitas, sehari
langsung selesai. Sebelum lelang, ada sales dari UMC, terkait spek mobil.
Lantas, dihubungi lagi
untuk pelaksanaan lelang. Ketika itu tidak membicarakan soal cashback. Hanya
membicarakan lelang dan berkas-berkas disiapkan semuanya. Terkait cashback,
dihubungi Ida dan disuruh datang ke kantor UMC Surabaya untuk mengambil ucapan
terima-kasih.
“Saya mendapatkan
cashback Rp 15 juta. Uang itu saya
belikan parcel untuk RT dna RW. Kemudian uang itu saya kembalikan ke kas
daerah,” cetusnya.
Di tempat yang sama,
saksi Bandrio menjelaskan, bahwa lelang itu hanya formalitas saja. Dia mengaku
mendapatkan cashback Rp 15 juta , yang diambil di rumah Kades Pamon.
“Uang itu habis untuk
kebutuhan Lebaran. Setelahnya, disuruh kembalikan Rp 15 juta, karena uang Negara.
Mobil diterima pada Desember dan sebagian kades terima mobil pada Januari.
Mereka membeli dari PT UMC Bojonegoro,” katanya.
Sedangkan saksi Eko
Prasetyono mengatakan, pihaknya mendapatkan cashback Rp 10 juta, juga 10 Kades
lainnya menerima yang sama. Dan saksi Bambang Edi, justru mendapatkan cashback
RP 12 juta. Dia dihubungi Shelly untuk mengambil cashback di Madiun. Uang itu
sudah dikembalikan oleh saksi.
Lain halnya dengan saksi
Imam Mawardi yang mendapatkan cashback sebesar Rp 14 juta dan uang itu sudah
dikembalikan ke kas daerah.
Giliran Penasehat Hukum
(PH) Syafa’atul Hidayah (Ida), yakni Ben Hadjon SH dan Agus Siswinarno SH
bertanya pada saksi Teddy Fery, bisa dijelaskan mengenai cashback itu ?
“Cashback dibicarakan
setelah lelang selesai. PT UMC paling murah dari segi harga dan spesifikasinya
terpenuhi,” jawab saksi.
Kembali PH Ben Hadjon SH
bertanya pada saksi, apakah sudah tahu bahwa pejabat negara—termasuk Kades –tidak
boleh dan dilarang menerima cashback atau tanda ucapan terima kasih ?
“Saya tidak tahu Pak.
Saya kira cashback dari pihak lain,” jawab saksi lagi.
Lagi-lagi Ben Hadjon SH bertanya
pada saksi, proses lelang tergesa-gesa dan tidak sesuai prosedur, Timlak tidak
berfungsi optimal, SDM (Sumber Daya
Manusia) tidak mampu adakan lelang. Bisa saksi jelaskan hal ini ?
Atas pertanyaan
tersebut, para saksi tidak bisa memberikan jawabannya dan hanya tertegun
mendengarkan pertanyaan yang tajam dan kritis ini. Namun, saksi-saksi menjawab
, bahwa sebelumnya memang tidak pernah ada lelang seperti itu.
Yang menarik, ada kades
yang sempat marah-marak menanyakan cashback, terkesan ada paksaan. Padahal
sesuai peraturan Perundang-Undangan, Kades selaku pejabat negara/desa, dilarang
menerima sesuatu.
Mereka datang ke kantor
PT UMC dan menagih cashback, sebenarnya perbuatan melawan hukum.
Sehabis sidang, PH Ben
Hadjon SH dan Agus Siswinarno SH mengungkapkan, salah satu dari persoalan dalam
perkara ini berkaitan dengan cashback, yang sebenarnya hal yang krusial.
“Kades seharusnya tahu,
bahwa mereka dilarang menerima cashback. Mereka menerima pemberian berkaitan
dengan jabatan. Jadi, sebenarnya inti dari permasalahan perkara ini adalah
sumbangsih dari Kades itu sendiri. Kan orang sudah dewasa atau sudah kawin, ya
harus mengerti dan memahami hukum. Mereka tidak boleh menerima cashback. Kenapa
mereka (kades) menerima cashback dan menjadi persoalan,” tukasnya.
Kalau mereka (kades)
tidak menerima dan menolak, maka akan selesai. Atau mereka menerima, tetapi menyerahkan
ke kas desa atau kas daerah, tentunya tidak akan terjadi masalah seperti ini.
Cashback bukan merupakan
hal yang menentukan mereka membuat keputusan. Tetapi, Yang menjadi pertimbangan
lainnya, adalah persoalan spesifikasi dan harga mobil. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar