SIDOARJO (mediasurabayarek.net)
– Enam saksi dihadirkan Jaksa
Penuntut Umum (JPU) Tarjono SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro di
persidangan. Keenam saksi itu adalah Khoirul Huda (Timlak), Mustajab (Timlak),
Nurohman (Timlak), Diska Anggriani (Kasir PT Sejahtera Buana Trada /SBT), Dwi Rahayu
(Sales Head PT SBT) , dan Ahmad Purbani (Marketing PT SBT).
Mereka dihadirkan dan
diperiksa dalam sidang lanjutan Ivonne dan Heny Sri Setyaningrum, yang
tersandung dugaan perkara korupsi pengadaan mobil siaga desa tahun 2022.
Dalam keterangannya,
Diska Anggriani (Kasir PT SBT) mengutarakan, bahwa mekanisme pembayaran PT SBT
ditransfer ke rekening perusahaan dan tercatat. Terhitung sejak Desember 2022
sampai Januari 2023, desa yang melakukan pembayaran mobil siaga desa sebanyak
63 secara transfer.
“Sedangkan 5 desa
melakukan pembayaran secara tunai. Pada 9 Februari dibayar secara cash. Tidak
diterima dari desa secara tunai. Tetapi diinfokan oleh Benediktus. Sebelum
terima uang , membuat kwitansi atas nama desa atas perintah Ivonne untuk nama desa dan tipe unit mobilnya. Pembayaran
desa senilai Rp 1,205 miliar diterima tunai dari Benediktus,” ucap saksi Diska.
Menurutnya, Ivonne hanya
bilang ini pembayaran 5 desa yang kemarn. Kwitansi dibuatkan dulu. Heni tidak
datang ke kantor PT UMC untuk membayar 5 desa, yang masing-masing desa Rp 241,
termasuk pajak.
Belakangan baru
diketahui oleh saksi Diska, bahwa pembayaran desa senilai Rp 1,205 miliar
diterima tunai dari Benediktus itu berasal dari uang pribadi (talangan-red) dari
Ivonne.
Sementara itu, saksi Dwi
Rahayu (Sales Head PT UMC) menerangkan, bahwa tidak ada diskon pada surat
pemesanan mobil siaga desa itu. Untuk pembelian retail, ada diskon.
“Kalau untuk ‘plat –merah’
langsung ditulis harga OTR (On The Road) dipotong diskon. Saya sendiri tidak
tahu ada diskon,” jelas saksi singkat saja.
. Di tempat yang sama,
saksi Purbani (marketing PT SBT), dia mengirim unit mobil dan pernah ketemu
dengan Heni ketika pengiriman.
Kini
giliran Penasehat Hukum (PH) Ivonne, yakni Eka Dharmika SH dan Ika Nedy SH bertanya pada saksi-saksi, apakah
mengetahui bahwa 5 desa yang melakukan pembayaran tunai oleh Benediktus,
sebenarnya sebagai pengganti pembayaran oleh Ivonne ?
“Semula saya tidak tahu
hal itu. Namun, setelah itu baru tahu (kalau itu uang pribadi Ivonne),” jawab saksi Diska.
Sehabis sidang,
Penasehat Hukum (PH) Ivonne, yakni Eka Dharmika SH dan Ika Nedy SH mengatakan, keterangan saksi
Diska Anggriani sebagai Kasir PT SBT itu sudah jelas menerangkan bahwa Bu
Ivonne mengganti uang yang diambil oleh Heni dari 5 desa.
“Kasir Diska menyatakan
bahwa uang itu masuk ke perusahaan denga dibuktikan dan ditunjukkan alat bukti
berupa bukti transferan / setoran tunai dari kasir ke rekening perusahaan. Betul
ada angka masuk Rp 1, 205 miliar di rekening perusahaan. Artinya betul memang
Bu Ivonne mengganti uang yang digunakan oleh Heny yang didapat 5 desa yang
seharusnya dibayarkan pada PT SBT. Uang Rp 1,205 miliar itu uang pribadinya
Ivonne,” tukasnya.
Dipaparkan Eka Dharmika
SH, juga disampaikan kasir baru tahu, ternyata Bu Ivonne yang menalangi agar
perusahaan tidak rugi. Tujuannya juga, jika Bu Ivonne tidak menutupi pihak 5
desa itu, tidak bisa memproses BBN. Tujuannya juga membantu pihak desa, supaya
desa itu mendapatkan BBN-nya.
Sedangkan uang yang
masuk ke rekening Heny (‘salah-transfer’itu) , itu sampai hari ini belum
dikembalikan ke Ivonne. Ini membuktikan bahwa Ivonne menjadi korban dari Heny.
“Uang yang dicollect
Heny dari 5 desa yang jumlahnya Rp 1,205 miliar itu, dibagi-bagi sebagai
cashback Kades, tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari Bu Ivonne. Padahal uang
itu tanggungjawab Bu Ivonne agar uang itu masuk ke perusahaan. Karena tidak
masuk ke perusahaan, dia-lah (Ivonne) yang mengganti dengan uang pribadinya
untuk perusahaannya. Alurnya begitu,” katanya.
Sedangkan keterangan
Purbani, perannya terhadap ngeprint dokumen itu atas perintah Ivonne. Nanti
bagaimana keterangannya dari mana data itu didapatkan, biarkan Bu Ivonne yang
menjelaskan di depan persidangan.
“Nanti, biarkan Bu
Ivonne yang menjelaskan hal itu di persidangan ,” kata Eka Dharmika SH.
Sementara itu, Timlak
hanya menjadi bemper dari Kades. Bahkan satu yang fatal, tidak pernah dibuatkan
SK. SK itu baru dibuatkan Agustus 2024, ketika sudah disidik oleh Jaksa.
Artinya, Timlak hanya dibuat abal-abal atau formalitas saja. Juga menjadi aneh,
karena mereka (Timlak) mendapatkan honor dari desa.
“Kenapa pihak Kejaksaan
tidak berani mengambil langkah tegas terhadap Kades. Ini juga kita pertanyakan.
Kades-kades dan Timlak ini jelas, ada rangkaian keterlibatan. Sedangkan Ivonne
dibidik pasal 55 KUHP. Kades dan Timlak ini (diduga) dengan sengaja membuat ‘skenario
lelang’ itu seolah-olah ada. Padahal tidak ada lelang. Timlak itu tanda tangan
dokumen saja tidak tahu isinya, tetapi mereka digaji dari APB-Des. Profesionalitasnya
di mana ?. Kades kondisikan Timlak, hanya tanda tangan saja,” tandas Eka
Dharmika SH. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar