SURABAYA
(mediasurabayarek.net) - Sidang lanjutan
Jeremy Gunadi, yang tersandung dugaan perkara penipuan, mendekati babak akhir. Kali ini dengan agenda pembacaan duplik yang disampaikan oleh Jeremy dan Penasehat Hukum
(PH) Slamet SH di ruang Candra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin
(17/2/2024).
“Perkenan dengan ini
Penasehat Hukum dengan tetap berpegang teguh sesuai dengan pledoi (pembelaan)
sebelumnya. Memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk menjatuhkan vonis
kepada Jeremy dengan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle
echtvervolging). Dengan alasan unsur pidana pada pasal 378 KUHP tidak terbukti
dilakukan oleh Jeremy,” ujar PH Slamet dan Jeremy di persidangan.
Selain itu, memohon
majelis hakim bahwa perkara dalam gugatan ini, memiliki hubungan keperdataan
yang harus diperiksa, diadilidan diputus secara perdata.
“Memulihkan hak Jeremy
dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya. Dan membebankan biaya
perkara kepada negara,” ujarnya.
Dalam dupliknya, Jeremy
menyampaikan, bahwa surat dakwaan dan tuntutan yang disampaikan oleh Jaksa
Penuntut Umum (JPU) ditolak dengan tegas. Dakwaan dan tuntutan Jaksa tidak
sesuai dengan fakta hukum, fakta peristiwa/kejadian, dan juga alat bukti.
Selain itu, juga tidak
dilandasi berdasarkan dasar hukum yang kuat untuk menjerat Jeremy denganpasal
378 KUHP, mengingat sebenarnya permasalahan ini murni perdata.
Dan Jaksa sepatutnya
dalam persidangan memahami betul serta memegang prinsip yang didasarkan pada
azas hukum yakni ‘equality before the law’ atau persamaan keadilan. Meskipun
saat ini diduga Jeremy yang saat ini diduga melakukan penipuan.
Satu hal yang patut
dimengerti dan dipahami betul oleh JPU, bahwa Jeremy statusnya sebagai Warga
Negera Indonesia masih tetaplah melekat.
Hal ini jelas-jelas
diatur dan tertuang dalam UUD 1945 (tatanan hukum tertinggi di NKRI) pasal 27
ayat (1) yang berbungi “ Segala Warga Negara Indonesia bersamaan kedudukannya
di dalam hukum dan pemerintahana dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan
itu dengan tidak ada kecualinya”.
Maka seyogyanya dalam
hal ini, JPU tidak mengesampingkan pertimbangan alat-alat bukti yang diajukan
oleh pihak Penasehat Hukum.
“Bahwasanya peristiwa
ini sekali lagi adalah murni perdata, yang hanya turut karena turut campurnya
oknum-oknum yang patut diduga karena factor tertentu, sehingga mempelintir
perdata ini untuk dipaksakan menjadi pidana,” kata Jeremy dan PH Slamet SH.
Dakwaan dan tuntutan
Jaksa itu tidak benar dan tidak sesuai
dengan fakta hukum, fakta peristiwa, alat bukti, kesaksian, bahkan fakta
persidangan.
Penasehat hukum sangat
menyesalkan JPU yang menolak alat bukti no. 14 Jeremy yaitu terkait chat yang dikirimkan oleh A.S. Efendi kepada istri
Jeremy tertanggal 4 April 2022 yang bermaksud untuk membatalkan niat pembelian
dari Tio Soelayman.
Jaksa dinilai terlalu
terburu-buru menyimpulkan kejadian peristiwa, Sebenarnya yang membatalkan
jelas-jelas dari Tio Soelayman melalui chat A.S. Efendi.
Jaksa seharusnya dapat
menganalisa terlebih dahulu dengan tepat, sebenarnya permasalahan ini awalnya
bagaimana dan arahnya seperti apa.
Jaksa seharusnya juga
tahu, dalam case studi dalam suatu transaksi jual-beli, apabila salah satu
pihak ada yang membatalkan tranksaksi, khususnya dari sisi pembeli, meskipun
telah memberikan DP. Maka atas uang panjar yang dijadikan DP, yang diberikan
oleh pihak pembeli tidak wajib bagi penjual untuk mengembalikan, apabila
terjadi pembatalan sepihak.
Terkait penerapan
pembayaran DP telah diatur dengan tegas dan jelas berdasarkan pasal 1464 KUH
Perdata yang mengatur bahwa uang panjar atau DP yang dibayarkan dalam transaksi
jual beli tidak dapat dikembalikan jika transaksi tersebut dibatalkan sebelum
selesai.
Dan apabila menilai dari
sisi bisnis , pelapor adalah seorang pebisnis.Maka sepatutnya atas transaksi
jual beli itu seharusnya diselesaikan pembayarannya secara keseluruhan. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar