SURABAYA (mediasurabayarek.net)
– Sidang lanjutan Effendi Pudjihartono yang tersandung dugaan perkara pemalsuan
surat, kali ini dengan agenda pemeriksaan sejumlah saksi yang dihadirkan oleh
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darwis SH dan Siska SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari)
Surabaya.
Adapun 3 (tiga) saksi
yang dihadirkan Jaksa adalah Ellen Sulistyo (pelapor), Sherly (kakak kandung
pelapor), dan Dwi Endang (administrasi pelapor) yang diperiksa secara
bergiliran.
Dalam persidangan
terungkap, bahwa awal kerjasama itu terjadi bukan sebagaimana pengakuan
pelapor, Ellen Sulistyo. Bahwa Effendi yang menghubungi terlebih dahulu.
Faktanya, pelapor (Ellen) yang menghubingi Effendi terlebih dahulu.
“Saya bertanya pada
saksi, bukankah yang benar adalah saksi (Ellen) yang mencari saya dari 30 Juni
sampai 4 Juli 2022. Betul kan ?,”tanya Effendi kepada Ellen Sulistyo di ruang
Candra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Atas pertanyaan Effendi
ini, Ellen tampak berbelit-belit memberikan jawabannya. Hingga Effendi berulang
kali bertanya dengan pertanyaan yang sama. Bahkan, Hakim Ketua Dewa Gede Suardhita
SH menegur Ellen agar memberikan jawaban betul atau tidak.
“Betul atau tidak,
pertanyaan Pak Effendi itu,” tanya Hakim Dewa SH kepada Ellen.
Hingga akhirnya Ellen menjawab,”
Betul Yang Mulia”.
Kembali Effendi bertanya pada Ellen,” Apakah betul,
saya tanya lagi, selama 5 (lima) hari saya tidak menggubris saksi ?,” tanya
Effendi.
Ellen berkelit dan
menjawab,” Memang saya tanya apakah betul ini mau disewakan, sekedar
menanyakan,”.
Lagi-lagi, Effendi
bertanya pada Ellen,” Pada hari kelima, saksi sengaja menunggu saya di resto
untuk mencefat saya?”. Pertanyaan ini tidak dijawab oleh Ellen dan terkesan
hanya mengelak saja.
Dari
seluruh keterangan Ellen di persidangan, Effendi menyatakan, sebagian besar apa
yang disampaikan Ellen itu tidak benar adanya.
Sehabis
sidang, Penasehat Hukum (PH) Effendi Pudjihartono
, Dibyo Aries S. SH dan Nurdin SH mengatakan, pihaknya bersyukur bahwa Pak
Effendi dihadirkan secara langsung dalam persidangan. Padahal, sebelumnya hanya
dihadirkan secara online.
“Kami
bersyukur denagn dihadirkan secara langsung, Pak Effendi bisa jelas dan terang
bertanya dan mendengar keterangan saksi dengan jelas,” ujarnya.
Dijelaskan
Dibyo SH, bahwa Effendi tidak bersalah dan merasa dikriminalisasi, sehingga
tidak mau menerima ajakan damai dari pihak pelapor. Dengan konsekuensi tidak
ada perdamaian, Effendi rela dipenjara sejak di Polrestabes Surabaya hingga
sekarang menjadi terdakwa di PN Surabaya.
“Pak
Effendi tetap kokoh atas pendiriannya dan akan membuktikan bahwa tidak bersalah
dalam persidangan,” ucapnya.
Sesuai
surat dakwaan dari JPU, Effendi dituduh telah melaukan tindak pidana yang
diatur dalam pasal 266 ayat (1) KUHP atau pasal 378 KUHP. Atas tuduhan ini,
Effendi mengetahui ada kekuatan lain di belakang pelapor yang ingin membuat
dirinya masuk penjara dengan harapan mau berdamai, setelah masuk penjara.
“Klien
saya berkata, beberapa kali pengacara pelapor menghubingi kakaknya Pak Effendi,
ia mengajak pertemuan dengan keluarganya, tujuannya agar ada perdamaian, tetapi
ditolak. Pak Effendi sudah tahu siapa mereka yang memang mulai awal di balik
pelapor,” kata Dibyo SH.
Terkait
dalam perjanjian, Effendi sebagai Direktur, padahal sebenarnya sebagai
Komisaris. Dibyo SH menjelaskan, Effendi sebagai komisaris mendapat kuasa dari
Direktur CV Kraton Resto untuk mewakili dan atau bertindak sebagai direktur
bila dianggap perlu.
Sekali
lagi Dibyo SH menegaskan, dia dan kliennya merasa yakin bahwa mejelis hakim
akan melihat kebenaran dalam kasus ini. Dan masih percaya banyak hakim yang
masih berpegang teguh akan kebenaran.
“Pak
Effendi optimis majelis hakim menemukan kebenaran dalam kasus ini dan bahwa dia
tidak bersalah.Namun dikriminalisasi,” ungkap Dibyo SH. (red)
0 komentar:
Posting Komentar