SURABAYA (mediasurabayarek.net)
- Sidang lanjutan Dadang Koesboediwitjaksono yang tersandung dugaan
perkara pemalsuan dokumen akta yayasan, terus bergulir di Pengadilan Negeri (PN)
Surabaya.
Kali ini agendanya
adalah pemeriksaan 2 (dua) saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU)
Deddy Arisandi SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya di persidangan.
Adapun kedua saksi itu
adalah Dwi Budi Santoso dan Prof Bambang Susilo yang diperiksa secara bersamaan
di depan Hakim Ketua Syaifuddin Zuhri SH MH di ruang Cakra PN Surabaya, Selasa
(18/2/2025).
Setelah Hakim Ketua
Syaifuddin Zuhri SH membuka sidang dan terbuka untuk umum, langsung memberikan
kesempatan kepada JPU Deddy Arisandi SH untuk bertanya pada kedua saksi
sekaligus.
“Silahkan Jaksa bertanya
pada kedua saksi terlebih dahulu,” ucapnya kepada Jaksa di depan persidangan.
Jaksa Deddy SH langsung
bertanya pada saksi Prof. Bambang Susilo, apakah saksi menandatangani akta
pendirian Yayasan Pendidikan Dorowati tahun 2008 ?
“Ya, saya tanda tangan
akta Dorowati tahun 2008, sebagai anggota pendiri,” jawab saksi singkat saja.
Dalam Akta No. 157 Tahun
2008, tercantum nama Bambang. Saksi pernah menghadap Notaris Dadang.
Menurut saksi, dia ikut
menjadi pengurusa Yayasan tahun 2008. Saksi menurut saja pada Kyai Abdullah
Satar, kakak Abdullah Majid. Saksi sudah mengenal sejak tahun 1998 lalu, ketika
mengikuti pengajian.
“Pada tahun 1998 itu,
saya tidak tahu ada Yayasan Dorowati,” ujar saksi dengan nada tegas.
Dijelaskan Bambang, dia tidak tahu ada renvoi Akta No.157 dan
tidak pernah dijelaskan oleh Notaris Dadang.
Ketika ditanya Jaksa
Deddy SH, apakah saksi mengetahui bahwa Abdullah Satar itu meninggal pada tahun
2010 ?
“Saya tahu Abdullah
Satar meninggal pada tahun 2010 lalu. Saya tidak pernah baca dan tanda tangan
AKta No 34 dan 63,” jawab saksi lagi.
Perihal perkara Dadang,
saksi hanya tahu sebatas Dadang dilaporkan karena ada konflik yayasan. Saksi
tidak tahu adanya dualism Yayasan itu.
Saksi hanya tahu Yayasan
Dorowati Tahun 2008 dan ikut tanda tangan. Sedangkan mengenai SK Menkumham dan
SK Dinas Pendidikan Surabaya, saksi tidak tahu-menahu terkait hal tersebut.
Sementara itu, saksi Dwi Budi menyatakan, pihaknya pernah
dikumpulkan dengan tujuan pendirian Yayasan Dorowati dengan AKta No 157 Tahun
2008. Waktu itu, seingat saksi ada Dadang.
Saksi Dwi Budi tidak
melakukan paraf renvoi dan tidak tahu mengenai perubahan akta dari Yayasan
Pendidikan Dorowati menjadi Yayasan Dorowati Surabaya.
“Saya tahunya Yayasan
Dorowati. Dan pada Akta No 34 dan 63, nama saya tercantum,” katanya.
Giliran Penasehat Hukum
(PH) Dadang, yakni Budianto SH bertanya
pada saksi Bambang, apakah pernah tanda tangan minuta akta pendirian
Yayasan Dorowati tahun 2008 ?
“Ya, tanda tangan Pak,”
jawab saksi Bambang singkat saja.
Kembali PH Budianto SH
bertanya pada saksi, apakah tahu bahwa Tuhfatul adalah ahli waris Yayasan
Dorowati ?
“Saya tidak tahu,
Tuhfatul itu ahli waris atau tidak,” jawab saksi Budi lagi.
Seingat saksi Budi, dia
tanda tangan pada Akta No. 157 Tahun 2008. Sedangkan untuk renvoi akta, saksi
tidak tahu akan hal itu.
Setelah pemeriksaan dua
saksi dirasakan sudah cukup, Hakim Ketua Syaiffuddin Zuhri SH mengatakan,
sidang akan dilanjutkan kembali pada hari Kamis , 20 Februari 2025 lusa.
“Baiklah sidang kami nyatakan ditutup dan akan dilanjutkan lagi pada Kamis (20/2/2025) ya,” katanya seraya mengetukkan palu sebagai pertanda sidang selesai dan berakhir sudah.
Dalam persidangan ini, dugaan pemalsuan akta oleh notaris Dadang makin lemah dan tidak terbukti. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar