SURABAYA (mediasurabayarek.net)
– Kali ini sidang lanjutan R. Delaguna
Latanri Putra dan Muhammad Luthfy SE, yang tersandung dugaan perkara penipuan dan penggelapan , dengan agenda pembacaan nota keberatan (eksepsi) yang disampaikan
oleh Penasehat Hukum (PH) di ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Dalam eksepsinya,
Penasehat Hukum (PH) Delaguna Latanri, yakni Ridwan Saleh SH memohon kepada
majelis hakim Yang Mulia yang memeriksa dan mengadili perkara ini dapat
memberikan putusan , dengan menerima eksepsi dari Tim Penasehat Hukum dan
berikut dengan alasan-alasannya.
“Menyatakan majelis
hakim yang memeriksa perkara Nomor : 231 /Pid.B/2025/PN.Sby tidak
berwenang memeriksa dan mengadili
perkara ini. Dan menyatakan bahwa surat dakwaan PDM-7006/Eoh.2/12/2024 tanggal
17 Januari 2025 batal demi hukum,” ucap Ridwan Saleh SH.
Selain itu, Ridwan SH
juga meminta majelis hakim melepaskan R.Delaguna Latanri Putra dari segala
tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging). Dan memulihkan hak dalam
kemampuan, kedudukan harkat dan martabatnya sebagai orang yang tidak bersalah
yang telah dicemarkan nama baiknya oleh adanya penuntutan Jaksa Penuntut Umum
(JPU), serta membebankan biaya perkara kepada negara.
Apabila majelis hakim
Yang Mulia memeriksa dan mengadili perkara a quo berpendapat lain, mohon
putusan yang seadil-adilnya.
Diuraikan dalam eksepsi,
bahwa keberatan pertama, surat dakwaan kaburdan tidak jelas, Bahwa Jaksa telah
memasang jerat terhadap Delaguna dengan pasal 378 KUHP jo pasal 55 ayat(1) KUHP
atau pasal 372 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Jaksa PenuntutUmum
terkesan menyusun surat dakwaan secara sembrono, karena isinya atau
uraian-uraian tidak disusun secara cermat, tidak jelas dan tidak lengkap,” ujar
Ridwan Saleh SH.
Bahwa surat dakwaan
Jaksa tidak memenuhi ketentuan syarat formil maupu materiil . Maka surat
dakwaan batal demi hukum.
Sedangkan keberatan kedua
(kompetensi relatif pengadilan), bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah salah
mendaftarkan perkara ini masuk ke kewenangan peradilan pidana. Karena perkara
ini telah disidangkan dalam sidang perdata pada Pengadilan Niaga Surabaya.
Terlebih lagi, mendudukkan R, Delaguna sebagai pelaku turut serta.
Sengketa a quo,
sebelumnya sudah didaftarkan pada Pengadilan Negeri Surabaya yaitu saksi Galih
Kusumawati sebagai pihak Tergugat I dalam gugatan Perbuatan Melawan Hukum
(PMH).
Sehingga Jaksa Penuntut
Umum seharusnya tidak terburu-buru pengajuan perkara a quo untuk disidangkan
karena di lain pihak, perkara ini sedang diuji dalam gugatan perdata.
Bahwa sengketa
hutang-piutang antara saksi Galih Kusumawati dengan Muhammad Luthfy telah
diselesaikan melalui putusan permohonan PKPU dan telah diselesaikan antara
saksiGalih Kusumawati dengan Muhammad Luthfy.
Muhammad Luthfy bersedia
dan menyanggpu serta bertanggungjawab membayar hutang sebesar Rp 3,5 miliar secara
diangsur selama 8 (delapan) kali.
Sehubungan dengan apa
yang diuraikan di atas, maka apabila diperhatikan surat dakaan Jaksa tersebut
disimpulkan bahwa apa yang didakwakanadalah merupakan prayudicial (prejudicel
geschil), dengan perkataan lain mana yang lebih dominal perdata atau pidana. Dengan
demikian hal ini, merupakan alasan pemaaf dan pembenar bagi Delaguna agar tidak
dipidana.
Dan keberatan keempat
adalah dakwaan batal demi hukum. Dalam ketentuan pasal 143 ayat (2) dan ayat
(3) KUHAP mensyaratakan bahwa surat dakwaan harus memuat tempus delicti dan
locus delicti dan harus disusun secara cermat, jelas dan lengkap tentang delik
yang didakwakan.
Dengan dilanggarnya
syarat materiil ini, maka berakibat hukum surat dakwaan jaksa adalah batal demi
hukum.
“Kita tidak menjumpai
uraian-uraian secara cermat, jelas dan lengkap tentang tindak pidana yang
didakwakan oleh Jaksa dalam dakwaan a
quo, termasuk locus dan tempus delicti yang pasti. Sebagaimana dakwaan pasal
378 KUHP atau 372 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Oleh karena itu, dakwaan
jaksa itu batal demi hukum,” kata Ridwan Saleh SH. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar