SIDOARJO (mediasurabayarek.net)
– Moh. Rifangi tidak bisa dimintai
pertanggungjawaban pidana, karena kesalahan pihak bank. Dan tidak
terpenuhinya pasal 2 dan 3 UU Tipikor jo pasal 55 KUHP.
“Karena tidak ada
kehendak bersama atau kesengajaan secara bersama-sama untuk mewujudkan delik di
pasal 2 dan 3 UU Tipikor. Dan tidak ada unsur moral hazard , karena sudah
menaruh jaminan sertifikat yang nilainya lebih besar dari nilai kredit
pinjamannya. Sertifikat itu asli. Maka,tidak bisa disebut adanya moral
hazard,” ucap Ketua Tim Penasehat Hukum (PH)-nya, DR. Hufron SH.MH di
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya, Selasa (7/1/2025).
Menurut DR Hufron SH MH, tidak terpenuhi unsur penyertaan pasal 55 KUHP (penyertaan), karena tidak
ada unsur kesengajaan untuk mewujudkan delik.
“Maka sesungguhnya Pak
Rifangi tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana, karena kesalahan pihak
bank,” ujarnya dalam sidang lanjutan Moh. Rifani dan Subandi yang digelar di
ruang Cakra Pengadilan TIPIKOR Surabaya.
Salah satu penyertaan itu
namanya pelaku penyerta. Pak Rifangi dianggap sebagai pelaku penyerta yang
membantu pelaku utama, yakni pihak bank.
Tadi Ahli pidana, DR
Faizin SH MH dari Universitas Brawijaya (Unbraw) Malang, menyatakan, bahwa antara pelaku utama dan
pelaku penyerta harus ada kerjasama dan ada kehendak bersama.
Maksudnya kehendak
bersama untuk terpenuhinya perbuatan korupsi di pasal 2 dan 3 UU Tipikor. Akan
tetapi, faktanya di persidangan, bahwa Pak Rifangi tidak ada dan tidak terbukti
pernah mengadakan pertemuan dengan pihak bank, pihak Direktur BPR Hambangun
Arta Selaras (HAS) untuk mengabulkan kreditnya.
Dan kesaksian dari
Direktur Bisnis HAS, Mateus Sabardi menyebutkan, bahwa tidak pernah menerima
uang sepeserpun dari Rifangi. Dan tentu bagi Rifangi itu tidak bisa disebut
memiliki etikad tidak baik atau moral hazard.
Karena Rifangi sudah
menaruh jaminan kebendaan berupa sertifikat. Jadi, kalau sertifikatnya palsu,
baru ada kehendak jahat. Ini sertifikatnya asli.
Sementara itu, Ahli
pidana, DR Faizin SH MH menyatakan, harus ada kehendak bersama untuk melakukan
delik.
Ketua Tim Penasehat
Hukum (PH)-nya, DR. Hufron SH.MH bertanya pada Ahli, apa syarat pelaku penyerta
bisa dimintai pertanggungjawaban pidana ?
“Pelaku penyerta harus
turut serta melakukan unsur delik. Bisa salah satu unsur delik. Dan adanya aspe
kerjasama di antara peserta untuk mewujudkan delik,” jawab Ahli singkat.
Ternyata, kata DR.
Hufron SH.MH, antara debitur dan kreditur tidak ada komunikasi dan tidak ada
kerjasama dan tidak diberikan sesuatu, sebagaimana dalam pasal 2 dan 3 UU
TIPIKOR.
Sebelum menjadi
tersangka, Rifangi sudah ada niat baik
untuk melakukan pelunasan pinjaman. Hal ini dibuktikan dengan adanya surat
keterangan lunas dari BPR HAS, yang ditandatangani oleh Dirut BPR HAS.
Kembali DR. Hufron SH.MH
bertanya pada Ahli, dengan adanya pelunasan tersebut apakah sudah tidak ada
kerugian Negara ?
“Untuk kerugian negara
harus dibuktikan faktual dan dinilai oleh majelis hakim,” jawab Ahli lagi.
Berdasarkan SEMA No 6,
disebutkan bahwa majelis hakim dapat menilai fakta sidang dan menentukan
kerugian negara. Meskipun, BPK adalah satu-satunya lembaga yang berhak
men-declare kerugian negara. Sedangkan lembaga lain, seperti BPKP, Inspektorat,
dan Satker boleh melakukan investigatif atau melakukan pemeriksaan, namun bukan
mendeclare kerugian negara.
Dalam kesempatan itu,
Ahli Hukum Tata Negara, DR Moh Dahlan dari Fakultas Hukum Unbraw Malang
menyatakan, kerugian negara harus dihitung secara riil dan bisa diterima logika
wajar.
“Namun untuk menghitung
yang belum terjadi, akan sangat sulit sekali,” cetus Ahli .
Lagi-lagi, DR. Hufron
SH.MH bertanya pada Ahli , jika terjadi kredit macet dan sudah dipasang SKMHT
lalu menjadi perkara korupsi. Padahal, kredit pinjaman sudah dilunasi, apakah
menjadi kerugian negara ?
“Kerugian negara dan
potensi kerugian negara tidak mudah dihitung,” jawab Ahli singkat.
Hakim Ketua Dewa SH
sempat bertanya pada Ahli, apakah Ahli bisa menjelaskan mengenai potensi
kerugian negara itu seperti apa ?
“Bisa potensi kerugian
itu menyangkut nama baik, sampai ganti nama,” jawab Ahli lagi.
Nah setelah mendengarkan
keterangan dua Ahli tersebut dan dirasakan sudah cukup, Hakim Ketua Dewa SH
mengatakan, sidang akan dilanjutkan dengan Ahliyang akan dihadirkan oleh
Penasehat Hukum (PH).
“Pada sidang berikutnya
akan mendengarkan pendapat dari Ahli yang dihadirkan oleh Penasehat Hukum pada
Selasa, 14 Januari 2025 mendatang, “ cetusnya seraya mengetukkan palunya
sebagai pertanda sidang selesai dan berakhir. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar