SIDOARJO (mediasurabayarek.net)
– Farid Rohman –Ahli ekonomi &
penilaian property—dari Universitas Gajah Mada (UGM) menyatakan, penilaian second
opinion hanya dijadikan salah satu acuan dalam mengambil keputusan dan tidak
bersifat mutlak.
Pengulangan penilaian (kaji-ulang)
harus konfirmasi penilai sebelumnya. Kalau tidak dipatuhi, dianggap melanggar
kode etik dan harus ditolak. Hasil kaji ulang tidak bisa digunakan untuk
kepentingan litigasi.
Kaji ulang, penilai
harus dilengkapi sertifikasi kaji ulang tahun 2021. Dengan penilaian obyek
sejenis dan memiliki kompetensi pendidikan khusus kaji ulang.
“Hasil penilaian second –opinion
tidak menggugurkan hasil penilaian terdahulu. Sebab, pasar property tidak
selalu naik. Ada kalanya naik dan turun,” ucap Ahli di ruang Cakra Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya.
Ahli didengarkan
keterangan dan pendapatnya dalam sidang lanjutan Cholidi (Mantan Direktur
Operasi PTPN XI, Muhchin Karli (Komisaris Utama PT Kejayan Mas) dan M Khoiri
(Mantan Kepala Divisi Umum, Hukum, dan Aset PTPN XI), yang tersandung dugaan
perkara tindak pidana korupsi pengadaan lahan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI
di Kabupaten Pasuruan dengan lahan seluas 79,5 hektar.
Menurut Ahli, penilai
berpedoman pada Standar Penilaian Indonesia (SPI) 2018 , bahwa nilai appraisal
bukan merupaka fakta. Tetapi hasil akhir appraisal adalah opini.
Ahli diminta menilai
oleh Dewan Penilai, apakah opini yang dikeluarkan penilai berbeda seperti apa.
Pada dasarnya, teknik
penilaian dan aturan baku sudah ada di SPI 2018. Hasil opini sejah mana akan
dites. Hasil riset di Bali, Bandung, Medan dan Yogya. Untuk riset di Yogya,
obyeknya berupa tanah kosong. Obyeknya sama dan dilakukan analisa oleh 14
penilai. Hasilnya, diperoleh perbedaan antar penilai yang ada.
Mereka mengeluarkan
hasil appraisal atas obyek tanah kosong
yang berbeda-beda. Ada yang RP 310.000 per meter hingga harga Rp 655.000
per meter. Demikian halnya di Bali dengan obyek berupa ruko yang dinilai oleh
15 penilai. Hasil penilaian bisa berbeda-beda.
“Penilaian mereka
menggunakan pendekatan pasar, pendekatan biaya dan pendekatan pendapatan. Juga
dilihat karakteristik asset dan pendepatan yang digunakan penilai berbeda-beda,”
ujar Ahli.
Sedangkan data
pembandingnya adalah harga yang telah ditransaksikan atau harga penawaran.
Obyeknya bisa berupa ruko , tanah, rumah dan kebun. Perbedaan opini penilai 20
persen.
“Di Indonesia sendiri,
disepakati 20 persen dan dianggap wajar.
Indonesia Property Watch di Yogya, menganalisa pergerakan harga. Lihat
harga sebelum Covid sekitar Rp 10 juta. Dan saat Covid turun menjadi Rp 5 juta –
Rp 9 juta. Setelah Covid harga naik lagi. Ketika Covid harga turun hingga 40
persen,” cetus Ahli.
Giliran Penasehat Hukum
(PH) Fikri SH bertanya pada Ahli, jika penilai dinyatakn P2PK Kemenkeu
diberikan sanksi pelanggaran ringan, apakah berpengaruh pada hasil penilaian ?
“Tidak berpengaruh pada
hasil penilaian,” jawab Ahli singkat saja.
Kembali PH Fikri SH
bertanya pada Ahli, jika ditetapkan appraisal Rp 120.000 per meter pada tahun
2016. Lalu dilakukan appraisal ulang dengan nilai pasar Rp 66.800 per meter
tahun 2021. Namun tidak pernah diberitahu hasil second-opinion itu, dan
transaksi yang disepakati RP 75.000 per meter. Bagaimana pendapat Ahli akan hal
ini ?
“(Prinsipnya) Second
opinion tidak berlaku mutlak dan hanya menjadi pertimbangan saja,”jawab Ahli
dengan nada tegas.
Sementara itu, Ahli
Tanah, Subhan Arif Budiman dari Universitas Jember mengatakan, lahan di kawasan
Kejayan adalah lahan produktif. Ahli telah memeriksa lahan milik PTPN XI seluas
79 hektar dan mengambil 19 titik sempel.
Pengambilan sampel tanah
berdasarkan variable tanah dan kontur tanah. Juga memperhatikan jenis tanah,
kemiringan lahan dan kondisi tanah.
“Kami meneliti tanah di
Lab. Universitas Jember. Kami teliti geologi, jenis tanah, tes debit air dan
lainnya. Kami dibantuk 2 dosen dan 7 mahasiswa, serta pegawai PG Kedawung untuk
memperoleh hasil kajian tanah,” katanya.
Lahan yang ditanami tebu
berkisar 50 hingga 60 persen. Sedangkan sisanya tidak ditanami. Untuk pengairan
lahan bergantung pada 2 (dua) sumur saja. Itupun hanya mencukupi 60 persen
dari total lahan yang ada. Sumur
difungsikan hanya siang hari saja dan tidak maksimal. Untuk mengairi seluruh
lahan dengan luas 79 hektar, dibutuhkan 5 – 7 sumur lagi.
Sementara itu, Hakim
Ketua Choky SH bertanya pada Ahli, kalau dilakukan mekanisasi apakah seluruh
lahan seluas 79 hektar itu bisa ditanami semuanya ?
“Ya benar Pak Hakim.
Kalau musim hujan seperti sekarang ini, lahan semuanya bisa ditanami,” jawab
Ahli.
Ketika Cholidi diberikan
kesempatan bertanya oleh majelis hakim, bertanya pada Ahli kesimpulan akhir dari penilitian saudara
seperti apa ?
“Lahan itu produktif dan
layak ditanami (tebu),” jawab Ahli mengakhiri keterangannya di persidangan.
(ded)
0 komentar:
Posting Komentar