728x90 AdSpace

  • Latest News

    Minggu, 08 Desember 2024

    Paranan Sudarso Paling Kecil Atau Paling Kasihan

     


    SIDOARJO  (mediasurabayarek.net) –  Sidang lanjutan  Reni Triana (Dir. Operasional BPRS), Choirudin (Dirut BPRS), Bambang Gatot Setiono (warga Nganjuk) , Hendra Agus Wijaya (warga Kota Mojokerto) , dan Sudarso (warga Malang),  yang tersandung dugaan perkara korupsi pembiayaan PT Bank Pembiayaan Rakyat Syairah (BPRS) Kota Mojokerto Tahun Anggaran (TA)  2017-2020, digelar di ruang Candra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya.

    Kali ini dengan agenda saling menjadi saksi di persidangan. Reni Triana yang pertama kali diperiksa sebagai saksi, yang dilanjutkan dengan Bambang Gatot, Hendra Agus, dan Sudarso..

    Setelah Hakim Ketua Sudarwanto SH membuka sidang dan terbuka untuk umum, langsung memberikan kesempatan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Teza Rahardian SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Mojokerto, untuk bertanya pada Reni Triana.

    Jaksa Teza SH bertanya pada Reni, apakah 29 pembiayaan yang didakwakan itu, seluruhnya diketahui oleh Dirut BPRS,  Choirudin ?

    “Ya, 29 pembiayaan itu seluruhnya diketahui oleh Dirut BPRS. Pembiayaan itu diberikan, terkait adanya MoU (kerjasama) antara BPRS dan PUPR dengan SPK di bawah Rp 200 juta. Pada juni 2017, ada Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di Dinas PUPR, sehingga tidak bisa melakukan penagihan pada CV-CV yang pengajuan kredit pinjamannya sudah dicairkan,” jawab Reni.

    Nah, setelah OTT KPK berselang, kembali dilakukan penagihan terhadap CV-CV tersebut, dengan melakukan koordinasi dengan Dirut BPRS. Pesan Dirut Choirudin, agar jangan sampai jadi NPL (Non Performance Loan/ Kredit Macet).

    “Lantas, BPRS bertemu dengan seluruh debitur, yakni Hendra, Bambang, Sudarso, dan Kukuh. Kemudian BPRS memberikan tagihan pada mereka.  Ada pembiayaan Sudarso sekitar Rp 2 miliar,” ucap Reni.

    Menurut Reni, dewan direksi punya keyakinan taksiran agunan bisa mengkover seluruh pembiayaan pada awalnya. Pada 29 pembiayaan itu, semuanya sesuai akad dan diproses oleh Reni. Ada pula beberapa pembiayaan yang tidak diikat hak tanggungan (APHT).

    “(Ternyata- red) Proyek pembiayaan tidak bisa dijadikan sumber pengembalian pembiayaan kredit pinjaman. Itupun baru tahu ketika penyelidikan,” ujarnya.

    Sementara itu, Dirut BPRS Choirudin menyatakan, pada akhirnya dia baru tahu bahwa proyek-proyek itu fiktif. Dari 29 pembiayaan yang didakwakan oleh Jaksa, itu ada yang tidak diketahuinya.

    “Untuk pembiayaan 28, ada yang tidak ada tanda tangan saya. Pembiayaan Hendra sebesar Rp 3,84 miliar, diketahui jaminannya tidak sesuai dan tidak ada pengikatan notaris. Ada pula pembiayaan yang tidak diproses, tetapi saya lupa. Namun sudah cair, pencairannya ke mana , saya tidak tahu,” kata Choirudin.

    Sedangkan, Sudarso menerangkan, bahwa pembiayaan atas nama Sudarso sebesar Rp 166 juta tidak jelas.

    “Saya tidak pernah terima pencairan uangnya. Untuk menutupi pembiayaan sebelumnya. Untuk pembiayaan nomor 22 atas nama CV Bhakti Utama senilai Rp 300 juta. Uang cair untuk membayar Bambang,” cetusnya.

    Giliran Penasehat Hukum (PH) dari Sudarso, yakni Yesaya SH bertanya pada Sudarso, apakah dapat dikonfirmasi dari Dirut atau teller,terhadap transaksi pembiayaan tersebut ?

    “Tidak ada konfirmasi dari Dirut atau teller. Hanya penagihan (yang dikonfirmasi). Tetapi, ada tanda tangan kontrak,” jawab Sudarso.

    Ditambahkan Reni Triana, terkait pembiayaan nomor 22 atas nama CV Bhakti Utama, perihal tarik tunai Rp 57 juta.

    “Pernah berikan tunai, selain Sudarso, saya tidak tahu. Akad kredit Rp 300 juta, dipakai angsuran atau pembiayaan lain. Sisanya Rp 57 juta itu,” terang Reni.

    Nah, setelah kelimanya (Reni, Choirudin, Hendra, Bambang, dan Sudarso) saling menjadi saksi dan pemeriksaan mereka, Hakim Ketua Sudarwanto mengatakan, agenda saling jadi saksi dan pemeriksaan kelimanya sudah selesai. Maka kini giliran Jaksa melakukan penuntutan.

    “Untuk tuntutan Jaksa pada Jum’at , 13 Desember 2024 mendatang,” jelasnya seraya mengetukkan palunya sebagai pertanda sidang selesai dan ditutup.

    Sehabis sidang, Penasehat Hukum (PH) dari Sudarso, yakni Yesaya SH mengungkapkan, majelis hakim menekankan barang siapa yang telah menyetujui adanya pembiayaan, maka mereka lah yang bertanggungjawab.

    Ada satu poin yang sebenarnya dari pihak Sudarso ingin menunjukkan di muka sidang, yaitu adanya penggunaan dana yang dilakukan oleh Direksi (Dir.Ops) , Reni Triana. Karena ada satu pembiayaan, yang diajukan oleh CV Bhakti Utama, Dirutnya adalah Sudarso. Dan telah cair dana pembiayaan tersebut, tetapi ada satu item dalam pembiayaan itu, dilakukan penarikan tunai.

    Penarikan tunai tersebut, nominalnya Rp 57 juta. Di mana, Rp 30 juta itu diberikan tunai oleh Reni Triana terhadap Bambang. Sebenarnya itu, yang dibuktikan dalam persidangan hari ini.

    Tetapi, majelis hakim menganggap hal itu sesuai tanggungjawabnya masing-masing terdakwa.

    Dalam kesempatan itu, PH Yesaya SH menerangkan, menurut dakwaan total pinjaman Sudarso sebesar Rp 6,5 miliar itu, baik pembiayaan pokok dan ‘penyikapan’ yang dilakukan pihak BPRS. Ada sekitar 12 pembiayaan untuk Sudarso, namun nilai berbeda-beda. Namun, yang digunakan Sudarso hanya RP 2,5 miliar. Sedangkan, sisanya dipakai oleh orang lain.

    “Namun, sudah ada pengembalian RP 200 juta yang sudah dititipkan ke Kejaksaan Kota Mojokerto. Sisanya belum , karena Sudarso ini hanya digunakan pinjam namanya,” terangnya.

    “Harapannya, Sudarso dapat keringanan hukuman yang adil. Bisa mendapatkan putusan yang adil. (Sebenarnya) makernya itu ada di Reni, yang mengatur semuanya. Untuk aliran dana, hampir 80 persen masuk ke Bambang atau Hendra. Nanti, akan disampaikan pada pembelaan,” tukasnya.

    Intinya, lanjut Yesaya SH, bahwa peranan dari Sudarso paling kecil atau paling kasihan dibandingkan lainnya (Reni Triana, Choirudin, Bambang Gatot , dan Hendra).

    “Paranan Sudarso paling kecil atau paling kasihan dibandingkan lainnya,” tandasnya mengakhiri wawancara dengan media massa di Pengadilan TIPIKOR Surabaya, Jum’at (6/12/2024).

    Sebagaimana diketahui, laporan hasil audit perhitungan kerugian Negara yang dilakukan oleh BPKP  sebesar Rp 29,149 miliar. Mereka didakwa melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo pasal 18 UU RI. Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana telah dirubah dengan UU RI. Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No.31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-KUHP jo pasal 64 KUHP. (ded)


    • Blogger
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Paranan Sudarso Paling Kecil Atau Paling Kasihan Rating: 5 Reviewed By: Media Surabaya Rek
    Ke Atas