SIDOARJO (mediasurabayarek.net)
– Moh. Rifangi ‘dikriminalisasi’, terbukti dari adanya 25 nasabah
bermasalah yang kreditnya macet di BPR Hambangun Arta Selaras (HAS), Namun,
hanya Rifangi yang dijadikan tersangka. Sedangkan 24 nasabah lainnya, yang
kreditnya juga macet belum tersentuh hukum, alias masih bebas di luaran sana.
Menurut saksi Asmani Ayu
(Komisaris BPR Hambangun Arta Selaras), hasil identifikasi kredit, ada temuan
25 nasabah yang kreditnya macet dan tergolong kredit besar. Hanya Rifangi
dijadikan terdakwa.
“Setahu saya, hanya
Rifangi yang dijadikan terdakwa. Sedangkan 24 nasabah lainnya yang kreditnya
juga macet, tidak ada yang jadi tersangka,” ucap saksi dalam sidang lanjutan Moh. Rifani dan Subandi, yang
tersandung dugaan perkara korupsi, yang digelar di ruang Cakra Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya, Selasa (17/12/2024).
Giliran Ketua Tim
Penasehat Hukum (PH)-nya, DR. Hufron SH.MH dan Johanes Dipa SH bertanya pada
saksi Asmani Ayu, apakah saksi tahu adanya terdakwa lainnya, selain Rifangi ?
“Tidak tahu. Setahu saya
hanya Rifangi jadi terdakwa,” jawab saksi singkat dan dengan nada tegas.
Padahal sebelumnya,
Rifangi adalah masuk kategori nasabah prioritas (prime-customer) di BPR HAS.
Kembali DR. Hufron SH.MH
dan Johanes Dipa SH bertanya pada saksi, ketika jatuh tempo, kenapa bank tidak
meningkatkan SKMHT menjadi APHT dan dilaksanakan lelang terhadap jaminan
Rifangi ?
“Saya tidak tahu hal
itu, Karena saya masuk dan menjadi Komisaris BPR HAS ditetapkan pada RUPS pada
28 Juni 2022 lalu. Sedangkan proses permohonan debitur Rifangi pada tahun 2020.
Saya tidak tahu detilnya seperti apa,” jawab saksi.
Lagi-lagi, DR Hufron SH
bertanya apakah saksi tahu bahwa bank bisa melaksanakan SKMHT menjadi APHT ?
Dalam hal ini kesalahan siapa ?
“Ya, saya tahu. Bank
bisa meningkatkan SKMHT menjadi APHT, Tetapi hal itu tidak dilakukan. Ini
adalah kesalahan bank,” jawab saksi.
Hal ini mengindikasikan
adanya prinsip kehati-hatian bank yang dilanggar. Pengikatan kredit yang tidak
sempurna oleh bank. Karena hanya mengikat dengan SKMHT saja.
Padahal persyaratan
pengajuan kredit yang dilakukan oleh Rifangi sudah dilengkapi seluruhnya. Ini
menjadi kesalahan pihak bank semata. Bukan kesalahan debitur atau nasabah.
Sebagaimana diketahui,
bahwa jaminan tanah dan bangunan dari Rifangi senilai Rp 2,5 miliar. Sedangkan
nilai kreditnya hanya Rp 600 juta. Jika jaminan dilelang, sudah tidak ada
masalah lagi.
Dalam hal ini , Rifangi
sangat layak mendapatkan kredit dari bank. Gara-gara kesalahan bank, Rifangi
menjadi terdakwa. Padahal, kredit Rifangi sudah lunas.
“Rifangi sudah ditipu,
membayar hutang pula. Bahkan, jaminannya ada di Kejaksaan,” ujar DR. Hufron
SH.MH dan Johanes Dipa SH.
Sementara itu, saksi
Kurniadi (admin kredit) dan saksi Iswanto Junaedi (Mantan Direktur Operasional
BPR HAS) menyatakan, dari 25 nasabah yang kreditnya macet itu, ada yang belum
lunas sampai sekarang ini. Tetapi, informasinya hanya Rifangi yang menjadi
terdakwa.
Hal ini terasa aneh.
Apalagi, ada nasabah yang belum belum
lunas hingga sekarang ini. Tetapi tidak dijadikan tersangka,
Saksi-saksi mengaku,
tidak pernah diberikan sesuatu oleh Rifangi agar kreditnya disetujui oleh bank
.
Sedangkan saksi Jupri
(monitoring) mengatakan, pihaknya pernah melakukan penagihan kepada Rifangi,
ketika kreditnya macet. Bahkan menyampikan surat peringatan (SP) sebanyak tiga
kali.
“Rifangi bilang mau
melunasi kredit, kalau ada pelunasan dan menunggu pembayaran dari Subandi. Dan
akhirnya, Rifangi melunasi kredit pinjaman itu,” kata Jupri.
Nah, setelah keterangan saksi-saksi dirasakan sudah cukup, Hakim Ketua Dewa SH mengatakan, sidang akan dilanjutkan dengan mendengarkan keterangan Ahli pada Selasa, 24 Desember 2024 mendatang.
Sehabis sidang, DR.
Hufron SH.MH mengungkapkan, bahwa perkara ini adalah perkara perdata dan sudah
dilunasi kredit pinjamannya. Ada 25 nasabah atau debitur lainnya, yang kreditnya
macet. Kira-kira ada tiga orang nasabah yang nilai kreditnya Rp 600 juta dan
macet juga.
“Tetapi hanya kenapa Pak
Rifangi yang dijadikan tersangka. Kenapa yang lain tidak dijadikan tersangka. Maka kami berpandangan, bahwa Rifangi
dikriminalisasi dalam kasus ini,” tukasnya,
Dalam kesempatan itu, DR.
Hufron SH.MH menerangkan, untuk bisa
dilelang harus ada Akte Pemasangan Hak Tanggungan (APHT). Ini kesalahan
bank,kenapa tidak ditingkatkan dari SKMHT menjadi APHT. Padahal sudah dikasih
Surat Kuasa Memasang Hak Tanggungan (SKMHT) , mestinya bank meningkatkan jadi
APHT.
“Kalau macet, bisa
dilelang. Ini lebih kesalahan bank. Bukan kesalahan Pak Rifangi sebagai
debitur,” tandasnya. (ded)
.
0 komentar:
Posting Komentar