JAKARTA (mediasurabayarek.net)
– Sidang Pendahuluan (I) perkara Nomor : 170/PUU-XXII/2024 digelar di Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia dengan agenda pemeriksaan awal pengujian materiil
pasal 143 ayat (2) KUHAP terhadap pasal 28 D ayat (1) UUD 1945.
Perkara ini diajukan
oleh I Gusti Ngurah Agung Krisna Adi Putra dengan dukungan tim pemberi bantuan
hukum dari Yayasan Advokasi Bantuan Hukum (SIBAKUM) yang diketuai oleh Singgih
Tomi Gumilang.
Sidang yang awalnya
diagendakan jam 15.00 WIB dimajukan pada jam 14.30 WIB. Selain dihadiri Singgih
Tomi Gumilang, 5 advokat pemberi bantuan hukum yang juga hadir adalah Fery Juli
Irawan, Rudhy Wedhasmara, Rr. Adinda Dwi
Inggardiah , Nining Kurniati, dan Fitri Ida Laela.
Sedangkan Pemohon sendiri belum dapat bergabung melalui
sambungan zoom, dikarenakan berbarengan dengan jalannya agenda pemeriksaan
saksi kepala lingkungan yang dilaksanakan di Pengadilan Negeri Negara, Jembrana
, Bali, yang didampingi oleh Tim Penasehat Hukum dari SITOMGUM Law Firm.
Permohonan uji materiil
ini berangkat dari permasalahan teknis, dalam proses persidangan terhadap
Pemohon yang menjadi terdakwa dalam kasus penyalahgunaan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman jenis ganja
bagi diri sendiri.
Dalam pokok
permohonannya, Pemohon menyatakan bahwa ketentuan administrative terkait surat
dakwaan, sebagaimana diatur dalam pasal 143 ayat (2) KUHAP, menyebabakan
kerugian hak konstitusional akibat multitafsir yang bertentangan dengan asas
lex certadan prinsip kepastian hukum yang adil.
Kuasa hukum pemohon
menyatakan bahwa dua versi salinan surat dakwaan yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut
Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Negara,
Jembrana kepada pemohon sebagai terdakwa atau kuasa hukumnya tidak tidak
memenuhi syarat formil , sebagaimana diatur dalam KUHAP, yakni tidak diberi
tanggal dan ditandatangani.
Hal ini mengakibatkan
pemohon mengalami ketidakpastian hukum, yang seharusnya dijamin oleh pasal 28 D
ayat (1) UUD 1945.
Dukungan Hukum dan
Prinsip Hak Konstitusional
“Melalui gugatan ini,
kami ingin menegaskan pentingnya menjunjung tinggi asas kepastian hukum yang
adil dalam setiap tahapan proses peradilan pidana. Pemohon mengalami kerugian
nyata atas ketidakcermatan administrasi yang dilakukan JPU,” ujar Singgih Tomi
Gumilang.
Tim pemberi bantuan
hukum juga menegaskan,bahwa permohonan uji materiil ini tidak hanya berkaitan
dengan kasus konkret yang dialami Pemohon. Tetapi juga berupaya untuk
memperbaiki implementasi hukum acara pidana agar lebih sesuai dengan standar
konstitusional dan tidak menyisakan ruang bagi pelanggaran hak-hak terdakwa.
Respon Majelis Hakim MA
Sidang yang dipimpin
oleh Ketua Majelis Hakim Arsul Sani bersama anggota majelis Prof. Enny
Nurbaningsih dan Prof. M. Guntur Hamzah berjalan lancar.
Dalam sesi ini, majelis
hakim memberikan saran perbaikan untuk memperkuat substansi dan teknis dokumen
permohonan.
Rudy Wedhaswara
menyatakan, kesiapan timnya untuk melakukan perbaikan sebagaimana disarankan
oleh majelis hakim.
“Kami optimistis dengan
dikabulkannya permohonan ini akan memberikan dampak positif bagi penguatan system
hukum acara pidana di Indonesia,” tambah Rudhy Wedhaswara.
Tim pemberi bantuan
hukum berharap, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dapat mengabulkan permohonan
ini, untuk menciptakan standar hukum acara pidana yang lebih konsisten, jelas
dan menghormati hak konstitusional setiap warga negara. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar