SIDOARJO (mediasurabayarek.net) – Sidang lanjutan Cholidi (Mantan Direktur Operasi PTPN XI, Muhchin Karli (Komisaris Utama PT Kejayan Mas) dan M Khoiri (Mantan Kepala Divisi Umum, Hukum, dan Aset PTPN XI), yang tersandung dugaan perkara tindak pidana korupsi pengadaan lahan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI di Kabupaten Pasuruan dengan luas lahan sekitar 79,5 hektar.
Kali ini dengan agenda mendengarkan keterangan sejumlah
Ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Adapun Ahli yang
dihadirkan Jaksa KPK adalah Firman dari Kemenkeu, Herlan , Geofisika Universitas
Gajah Mada (UGM), Rizky (Pengkaji Ulang dari MAPI), dan Dedy Susanto dari KJPP
SSR.
Keempat Ahli diperiksa
secara bersamaan oleh Jaksa KPK Ridho Sepp SH dan Hakim Ketua Choky SH di ruang
Candra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya.
Dalam keterangannya,
Firman dari Kemenkeu menyatakan, bahwa KJPP SISCO (Satria Iskandar Setiawan)
yang diminta oleh Kholidi, Mantan Direktur Operasional PTPN XI untuk melakukan
penilaian terhadap obyek tanah, dinilai kerendahan.
“KJPP SISCO hanya dikenakan
sanksi ringan. Akan tetapi, tidak mengubah penilaian atas harga tanah yang
telah dibuat,” ucapnya.
Sementara itu, Rizky
(MAPI) menerangkan, bahwa ada permintaan dari KPK terkait PTPN XI adanya dugaan
penyimpangan. Atas dasar itulah, Rizky melakukan pengkajian ulang dan menelaah
apakah sudah sesuai standar SPI Tahun 2015.
“Tempusnya pada tahun
2016, tidak ada masalah dan sesuai kajian tempus. Kami melakukan kajian
prosedur, teknis lapangan, inspeksi ke lapangan,dan melakukan pemeriksaan
kembali atas obyek sekitar 79.000 M2 itu,” ujarnya.
Nah, setelah memeriksa
dokumen-dokumen diketahui bahwa pemberi tugas PTPN XI adalah Moh. Kholidi. Namun
tidak tercantung jabatannya secara pasti.
Sebenarnya ada addendum tambahan
luas dan seharusnya dilakukan peninjauan atas kondisi tanah, kontur, bentuk
tanah yang mempengaruhi harga tanahnya.
“Seharusnya dilakukan inspeksi
ulang. KJPP SISCO tidak mengambil sampling menyebar, tidak mewakili semuanya.
Mencermati sertifikat-sertifikat, sehingga akurat dalam melakukan penilaian.
Belum sepenuh hati melakukan kaidah. Laporannya, melakukan penilaian kebun,”
kata Rizky.
Terakhir Ahli yang
didengarkan keterangannya adalah Dedy Susanto dari KJPP SSR, sekitar 79 hektar
termanfaatkan lahannya dan 30 persen ditanami.
“Kami melakukan survey ke
lapangan dan diketahui kondisi tanah naik-turun. Kami melakukan second –opinian,”
katanya.
Di kawasan lahan di
sana, harganya berkisar 80 ribu, 86 ribu dan 71 ribu per meterpsersgi. Variasi
harga lahan ini, berasal dari para agen property.
“(Sampai akhirnya)
muncul penilaian harga Rp 66.800 per meterpersegi (pendekatan harga pasar).
Kami menggunakan metode pembanding data pasar. Total harga Rp 53,164 miliar
dari lahan seluas 80 hektar kurang,” jelasnya.
Atas keterangan Ahli
dari KJPP SSR ini, majelis hakim terkesan meragukan hasil second opinion dan survey
ulang lapangan, yang menghasilan penilaian harga Rp 66.800 per meterpersegi.
Di tempat terpisah, KJPP
SISCO (Satria Iskandar Setiawan) mengungkapkan, muncul hasil penilaian Rp
66.800 per meterpersegi itu dari KJPP SSR , itu tentunya tidak bisa
mengkomentari, karena secara etika tidak boleh.
“Tetapi, logikanya begini,
ada selisih waktu penilaian selama 5 (lima) tahun. Di mana, waktu saya menilai
pada tahun 2016, kondisi pasar lagi bagus. Sebab, lagi banyak penambangan pasir
galian C. Jadi, demand (permintaan-red) tanah di sana , lagi tinggi,”
ungkapnya.
Makanya, banyak yang mau
beli tanah untuk digali pasirnya di sana. Sedangkan pada tahun 2019, ada demo
masyarakat dan tidak boleh lagi. Pas, dinilai kembali oleh KJPP SSR pada tahun
2021, tentunya demand tanah sudah turun.
“Nah ini pengaruhnya drastis.
Karena yang dulunya ramai, sekarang permintaan tanag ngedrop. Wajar kalau nilai
tanah turun. Dan pada tahun 2021, lagi waktunya Covid-19 Delta. Tahu sendiri,
adanya Covid seluruh dunia nilai property lagi turun atau orang minimal lagi
lagi pada pegang cash, sehingga menjual tanah dengan harga murah. Minimal tidak
mau menjual apapun,” tukas Satria dari KJPP SISCO.
Sedangkan pada 2016,
yang dinilai KJPP SISCO masih jauh dari pandemic Covid. Dan lagi, ngomongin
Pasuruan yang wilayahnya sudah mulai banyak pabrik dan segala macam.
“Kalau ditanya yang RP
66.800 itu, sih prerogatifnya teman –teman KJPP SSR. Tetapi, yang jelas saya
membela nilai saya di tahun 2016 sudah sesuai dengan kondisi pasar yang ada.
Saya menilai Rp 120.000 per meterpersegi, dan pembanding saat ini kita temukan
data-data tanah yang dijual. Mulai dari harga Rp 90.000-an sampai ada yang
300.000-an,” tandasnya.
KJPP SISCO nilai di
angka Rp 120.000 . Jadi turun setengah dari penawaran-penawaran yang ada. Akan
tetapi, lakunya Rp 75.000 permeterpersegi, karena tanah itu luas sekali sekitar
80 hektar.
“Saya meyakini harga itu
wajar, dengan kondisi pasar pada waktu itu. Yang menunjuk Pak Cholidi, PTPN XI.
Tidak secara langsung, namun yang menunjuk panitianya. Panitia panggil saya dan
butuh penilaian. Lalu, saya melakukan penilaian seperti biasa, “ terangnya.
Ketika Satria dari KJPP
SISCO diperiksa oleh Departemen Keuangan (Depkeu), kalaupun ditemukan
ketidaksempurnaan dalam pekerjaan, dianggap pelanggaran ringan. Tidak sampai
merubah nilai secara signifikan.
“Kalau dinilai 5 (lima)
tahun kemudian, mana bisa dianggap akurat. Saya tidak menyalahkan penilaian
yang Rp 66.800. Cuman, kondisi pasar berbeda pada tahun 2016 dan 2021. Tidak
bisa dibandingkan. Sejauh ini, SISCO lancar saja. Karena kita sudah memaintance
reputasi sudah cukup lama,” jelasnya. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar