SIDOARJO
(mediasurabayarek.net) – Sidang lanjutan Munandar , Edy
Suyitno,dan Rian Mahendra, yang tersandung dugaan perkara korupsi,
kali ini dengan agenda penuntutan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU)
Dian SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Bondowoso, yang digelar di ruang Cakra
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya, Senin (9/12/2024).
Setelah Hakim Ketua Ni
Putu Sri Indayani SH MH membuka sidang dan terbuka untuk umum, langsung
memberikan kesempatam kepada Jaksa Dian SH untuk membacakan tuntutannya di
depan persidangan.
“Silahkan Pak Jaksa
untuk membacakan tuntutannya ya. Tolong dibacakan pokok-pokoknya saja,” ujar
Hakim Ketua Ni Putu SH kepada Jaksa Dian SH yang membacakan surat tuntutannya
secara singkat-singkat saja.
Dalam surat tuntutannya,
Jaksa Dian SH menyebutkan, menuntut Munandar menyatakan terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dan diancam
dalam pasal 3 Jo pasal 18 UU TIPIKOR jo pasal 55 ayat (1) KUHP dalam dakwaan
subsidiair.
“Menjatuhkan pidana
selama 2 (dua) tahun, dikurangi masa dalam tahanan. Denda Rp 300 juta atau
subsidiair 6 (enam) bulan dan membebankan biaya perkara sebesar Rp 10.000,”
ucapnya.
Sebelum membacakan
tuntutannya, Jaksa Dian SH menyampaikan hal yang memberatkan adalah tidak
mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sedangkan hal yang
meringankan adalah Munandar bersikap sopan selama persidangan, tidak
berbelit-belit dan belum pernah dihukum sebelumnya.
Nah setelah Jaksa
membacakan tuntutannya, Hakim Ketua Ni Putu Sri Indayani SH menyatakan,
penasehat hukum maupun Munandar diberikan kesempatan untuk membacakan pembelaan
(pledoinya) pada Senin, 16 Desember 2024 mendatang.
“Baiklah, Penasehat
Hukum diberikan kesempatan menyampaikan pledoinya pada Senin (16/12/2024)
mendatang ya,” cetusnya.
Masih kata Hakim Ketua
Ni Putu SH, bahwa sidang selanjutnya adalah Replik dari Jaksa yang akan
dibacakan pada Rabu, 18 Desember 2024 mendatang. Dan disusul dengan putusan
dari majelis hakim pada Senin, 23 Desember 2024 depan.
“Tolong ini diperhatikan
oleh Jaksa maupun Penasehat Hukum ya. Pada minggu depan, sidang dilakukan dua
kali dalam seminggu. Siapa takut, begitu ya,” katanya seraya mengetukkan palunya sebagai pertanda
sidang selesai dan berakhir.
Mendengar hal ini, Penasehat
Hukum (PH) , yakni Eko Saputro SH.MH dan Abdul Khalik SH langsung
mengiyakan dan menyetujui atas apa yang disampaikan oleh majelis hakim.
“Siap majelis hakim,”
terang Abdul Khalik SH seraya berkemas-kemas meninggalkan ruangan sidang Cakra
Pengadilan TIPIKOR Surabaya.
Sehabis sidang, PH Abdul
Khalik SH mengatakan, tuntutan atas Munandar yang diberikan Jaksa dengan
tuntutan hukuman 2 tahun, dirasakan berat. Oleh karena itu, akan mengajukan
nota pembelaan (pledoi) pada sidang berikutnya.
“Tuntutan 2 tahun itu,
kami merasa keberatan. Karenanya, kami akan mengajukan pledoi dan meminta
Munanda dibebaskan dari segala tuntutan maupun dakwaan Jaksa,” pintanya.
Sebagaimana keterangan
dan pernyataan yang disampaikan oleh Ahli Pidana, Prof Dr Nur Basuki SH MH dari
Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya dan Ahli konstruksi, Dr
Ir Mudji Irmawan MT dari ITS Surabaya pada sidang sebelumny.
Dalam keterangannya,
Ahli Pidana, Prof. Nur Basuki SH MH menyebutkan, bahwa lembaga yang punya
kewenangan yang sah untuk mengaudit hanyalah BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).
Jika sudah diaudit BPK,
jangan menggunakan instansi lain untuk mengaudit kerugian negara lagi. Hal ini
menjadi tidak fair, karena tidak ada kepastian hukum. Bahkan, hal ini merupakan
tindakan sewenang-wenang.
“Kalau sudah
dikembalikan, selesai urusannya. Seseorang dari hasil pemeriksaan BPK
dinyatakan ada kelebihan bayar. Terperiksa mengembalikan kepada negara, urusannya
selesai. Jika sanksi administratif, maka tidak bisa diterapkan sanksi
pidana. Sanksi administratif harus didahulukan,” ujarnya.
Lebih lanjut Ahli Pidana
menerangkan, bahwa bila terjadi norma-norma jasa konstruksi, maka diselesaikan
dengan UU Jasa Konstruksi, tidak serta dipakai UU TIPIKOR yang diterapkan. Lagi
pula, UU TIPIKOR yang diutamakan adalah pengembalian negara. Kalau sudah
dikembalikan tidak bisa dituntut pidana.
Dalam perkara ini,
Munandar (selaku PPK) tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana.
Hal ini sejalan dengan
keterangan Ahli Konstruksi, Dr Ir Mudji Irmawan MT
menjelaskan, dalam dunia jasa kontruksi mengenai perubahan dalam
materi kontrak spesifikasi teknis dan volume, perubahan itu harus dicatat dan
ditulis, serta diketahui pihak-pihak.
Sedangkan untuk
pengurangan ketebalan lapisan dari 6 ke 5, dengan penambahan penahan jalan dan
dilengkapi pertimbangan teknis dan aturan yang berlaku. Hal
itu diperbolehkan dan tidak menyalahi aturan. Dimensi boleh diubah,
namun mutu tidak boleh dikurangi.
Terkait jumlah sampel
aspal supaya hasil pengujian sampel mewakili kondisi lapangan dan sesuai SNI
harus sesuai dengan kondisi lapangan. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar