SIDOARJO (mediasurabayarek.net)
– Sidang lanjutan Cholidi (Mantan Direktur Operasi PTPN XI, Muhchin Karli
(Komisaris Utama PT Kejayan Mas) dan M Khoiri (Mantan Kepala Divisi Umum,
Hukum, dan Aset PTPN XI), yang tersandung dugaan perkara tindak pidana korupsi
pengadaan lahan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI di Kabupaten Pasuruan dengan lahan
seluas 79,5 hektar, terus bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
(TIPIKOR) Surabaya.
Kali ini agendanya
adalah pemeriksaan Cholidi, Muhchin Karli, dan M Khoiri yang diperiksa secara
bergiliran di hadapan Hakim Ketua Choky dan Jaksa KPK Wahyu SH dan Tim Jaksa
dari KPK.
Dalam keterangannya, Sedangkan
Cholidi mengatakan, bahwa ada permintaan dari Dirut PTPN XI, Dolly Pulungan
untuk membantu penawaran harga lahan.
“Hanya membantu
penawaran saja. Saya sepakat dan setujui, sifatnya kolektif kolegial. Atas
perintah Dirut, saya bertemu Muhchin di Rumah Makan Tengger dan Hotel Elmi,” ucapnya.
Prinsipnya, kata Dirut
Pulungan, bisa disetujui sepanjang di bawah appraisal dari KJPP SISCO. Kalau
bisa harga ditekan lagi. Siapa tahu harga bisa turun lagi.
‘Silahkan dilobi dan
deal hargaRp 75.000 per meter. Proses pengecekan dokumen dan asset sudah dicek
Notaris Philipus. Status tanah sudah kliar. Bisa diubah menjadi hak milik
perusahaan. Semua yang perintahkan adalah Dirut,” ujar Cholidi.
Cholidi menegaskan,
bahwa tidak boleh ada gratifikasi dan Muhchin menurunkan harga lahannya menjadi
Rp 75.000 per meter.
Sebelumnya, ada
serangkaian pertemuan di Rumah Makan Tengger, Hotel Elmi dan terakhir di Mall
CITO di Jl Ahmad Yani. Pertemuan di CITO, dihadiri oleh Cholidi dan Muhchin
Karli.
“Jangan ada titipan atau
gratifikasi apapun di direksi maupun anak buah. Akhirnya, harga lahan dari Rp
77.000 per meter, disepakati Rp 75.000 per meter. Muhchin bilang kalau tidak
mau harga segitu , tanah tidak dijual,” terang Cholidi.
Di sela-sela skorsing
sidang, Cholidi sempat menyampaikan, bahwa dia merasa didzolim.Cholidi tidak
pernah menerima uang dari Muhchin atau siapapun.
Giliran Penasehat Hukum
(PH) Cholidi, yakni Fikri SH bertanya pada Cholidi, apakah pernah melakukan
intervensi pada P3GI dan KJPP SISO untuk mempengaruhi hasil appraisal ?
“Saya tidak pernah
intervensi P3GI maupun KJPP SISCO. Luas lahan yang dibeli PTPN XI telah
dilakukan appraisal dan kajian kelayakan,” jawab Cholidi.
Sementara itu, Khoiri (Mantan
Kepala Divisi Umum, Hukum, dan Aset PTPN XI) menyatakan, dia ikut dalam kegiatan pembelian lahan. Ini
terkait tugasnya dengan urusan asset.
PTPN XI memerlukan
perluasan lahan tebu dan GM mencarikan informasi soal lahan tebu yang dijual di
Pasurua. Khoiri sebagai anggota panitia pengadaan lahan, yang SK-nya
ditandatangani oleh Dirut Doly Pulungan.
“Saya melakukan kajian
hukum terhadap lahan yang dibeli dan pengurusan jasa notaris dan pengalihan hak
tanah. Saya melakukan bersama Banu dan Lely (staf hukum),” cetusnya.
GM PG Kedawung, Nur
Drajad menyampaikan bahwa ada lahan
bagus dan mau dijual oleh pemiliknya.
Lantas, ada pertemuan di
Rumah Makan Tengger. Di sana ,ada Cholidi dan Khoiri, hanya perkenalan saja.
Disusul ada pertemuan di Hotel Elmi, ketemu Cholidi, Khoiri, Muhchin dan Haris
(Direktur Komersial). Pemilik lahan, Muhchin meminta Rp 77.500 per meternya.
Sedangkan, hasil
penilaian dari KJPP SISCO dengan harga Rp 120.000 per meter. “Disuruh nawar dan
disepakati harga Rp 75.000 per meter. Total pembayaran ke PT Kejayan Mas Rp 59
miliar dengan lahan seluas 79,5 hektar,” katanya.
Sedangkan Muhchin Karli
(Komisaris Utama PT Kejayan Mas) mengatakan, bahwa yang melakukan pembebasan
lahan dan mengurus sertifikat adalah Ronald Tamtamo (anak Muhchin).
“Saya yang menentukan
harganya, “ ucapnya di ruang Cakra Pengadilan TIPIKOR Surabaya dengan nada
datar.
Perihal pengadaan lahan
di PTPN XI, awal- mulanya Muhchin didatangi sekelompok orang. Yakni Abdul Malik dan temannya yang tengah
mencari lahan. Mereka berulang kali mendatangi ke lokasi lahan.
“Mereka bilang diterima
aja Pak. Orangnya mau ketemu. Abdul Malik (makelar) bilang PTPN XI sangat berminat membeli lahan.
Abdul Malik dan Antok ajak saya ketemu
di Pandaraan, Pasuruan. Waktu itu, saya dikenalkan dengan Cholidi.
Bilangnya sangat minat cari lahan untuk tanaman tebu,” ujar Muhchin.
Mereka mengajak terus
pertemuan selanjutnya. Meninjau lokasi sendiri bersama Juli. Bahkan, mereka
sempat bertanya lahan itu dijual berapa.
“Saya buka harga Rp
125.000 per meternya. Lantas ditawar Rp 50.000 per meter. Karena jauh sekali
penawaran, saya tidak berminat,” cetusnya.
Lantas, diundang lagi ke
Hotel Elmi dan dikenalkan Cholidi dan direksi lainnya. Muhchin menegaskan,
kalau penawaran segitu, tidak minat untuk lahannya ke PTPN XI dan akan dipakai sendiri.
Tampaknya pihak PTPN XI
serius sekali untuk membeli lahan milik Muhchin. Lantas, disuruh mengajukan
penawaran lahan.
“Anak saya disuruh
mengajukan penawaran, bukan saya. Mereka sudah 10 kali meninjau lokasi,”
katanya.
Tak berselang lama,
Muhchin bertemu lagi di Hotel Elmi dan dikenalkan Dirut PTPN XI, Dolly Pulungan
agar harganya diturunkan lagi.
“Intinya menawar harga dan saya bertahan di harga Rp
77.500 per meter. Tak berapa lama dikabari lagi, bagaimana kalau Rp 75.000 per
meter, kalau mau, kalau tidak akan dipakai sendiri,” jelasnya.
Finalnya, ketika
pertemuan di Mall CITO Jl Ahmad Yani, Muhchin bertemu berdua dengan Cholidi.
Akhirnya disepakati harga lahan Rp 75.000 per meter. Pada 29 September 2016,
dokumen-dokumen tanah diserahkan ke Notaris Philipus. Dan Ronald datang ke
kantor PTPN XI di Surabaya.
“Lahan seluas 80 hektar
dibayar PTPN XI seharga Rp 59 miliar. Pembayaran dilakukan sebanyak tiga kali.
Uang Mukanya (UP) dibayar Rp 12 miliar dan sisanya dibayarkan kemudian. Lantas,
saya membeli tanah lagi di kawasan Tambak Oso seluas 10 hektar seharga Rp 45
miliar,” terangnya.
Sementara itu, Hakim
Ketua Choky SH bertanya pada Muhchin , apakah benar mau membeli kembali tanah
itu dari PTPN XI ?
“Ya, benar Pak Hakim.
Saya mau membeli kembali tanah itu dan saya sampaikan ke Cholidi. Karena saya
tidak bersalah dan ditahan. Ketika saya jadi tersangka stress, Saya khilaf dan
salah,” jawab Muhchin Karli.
Menurutnya, tidak ada
ada niatan untuk merugikan keuangan negara. Karena yang membeli perusahaan negara
(PTPN XI), tidak bisa menolak.
Ditambahkan saksi Joko
(konsultan Perhutani) ,Abdullah (mandor PG Kedawung) dan Syamsul Huda
(karyawan), bahwa mereka melihat langsung kondisi lahan di Kejayan , Pasuruan.
Tahu betul kondisi faktual di lapangan.
“Saya pastikan lahan
untuk tebu dan mengambil sampel tanah di tiga titik dengan kedalaman tertentu
untuk dianalisa kandungan tanahnya. Kesimpulannya, lahan itu subur. Ketika
musim kemarau , lahan tampak hijau. Dari total lahan, yang ditanami 60- 70
persen dan belum dioptimalkan,” kata Joko.
Dijelaskan Joko, lahan
yang dijadikan budidaya tebu, membutuhkan mekanisasi, pemberian pupuk dan
pengairan yang baik. Tidak ada tanah yang subur dengan sendirinya.
Menurut Abdullah, hasil
panen tebu dari lahan tersebut terbilang bagus. Sekarang ini, harga lahan di
Kejayan, Pasuruan, berkisar antara Rp 300.000 hingga Rp 400.000 per meternya. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar