SURABAYA (mediasurabayarek.net) - Sidang lanjutan Sugianto SE,Msi.AK.CA (Mantan Dirut BPR Kota Kediri) dan Suhandiyono SE (Mantan Direktur BPR Kota Kediri) , yang tersandung dugaan perkara tindak pidana korupsi, dengan agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nur Ngali SH MH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kediri, yang dibacakan di ruang Candra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya, Senin (25/11/2024).
Dalam surat tuntutannya, Jaksa Nur Ngali SH menuntut Sugianto
dengan tuntutan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun, dikurangkan selama dalam
tahanan. Dan membebani Sugianto untuk membayar denda sebesar Rp 100 juta,
subsidiair 3 (tiga) bulan kurungan,serta membebani biaya perkara Rp 10 ribu.
“Supaya majelis hakim Pengadilan TIPIKOR Surabaya yang memeriksa dan mengadili perkara ini, menyatakan SUginto terbukti bersalah secara bersama-sama
melakukan tindak pidana korupsi,
sebagaimana dakwaan subsidiair. Ini sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 3 jo pasal 18 ayat(1) huruf b UU
RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana
diperbarui dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana
Korupsi jo pasal 55 yat (10 ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP,” ucapnya.
Setelah membacakan surat tuntutan untuk Sugianto,kemudian giliran
Jaksa membacakan tuntutan untuk Suhandiyono SE dengan tuntutan yang sama pula. Suhandiyono
SE dituntut dengan pidana penjara selama 3 tahun, dikurangi selama ditahan
sementara dan dengan perintah agar tetap ditahan di Lembaga Pemasyarakatan
Kediri.
Selain itu, Suhandiyono dibebani untuk membayar denda sebesar Rp
100 juta, subsidiair 3 bulan kurungan. Dan dibebani membayar biaya perkara Rp 10 ribu.
Dalam surat tuntutan,diuraikan
oleh Jaksa Nur Ngali SH bahwa sesuai fakta hukum di persidangan Sugianto dan
Suhandiyono tidak menikmati hasil tindak pidana korupsi, sehingga sepatutnya
tidak dibebani untuk membauar Uang Pengganti (UP).
Perbuatan mereka tidak mengakibatkan kerugian Negara , maka
sepatutnya untuk dibebani membayar denda. Akibat perbuatan mereka,merugikan
keuangan BPR Kota Kediri Rp 1,33 miliar. Perbuatan mereka bertentangan dengan
program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Sehabis sidan, Penasehat Hukum (PH), Aditya SH menyatakan, atas
tuntutan Jaksa terhadap Sugianto dan Suhandiyono , merasa keberatan. Oleh karena
itu, akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada sidang berikutnya.
“Atas tuntutan Jaksa itu kami keberatan dan pasti akan melakukan
pembelaan (pledoi). Kami akan buktikan bahwa klien kami sebenarnya tidak
bersalah,” cetusnya.
Dalam tuntutannya, Jaksa menyatakan Sugianto dan Suhandiyono telah
memberikan rekomendasi yang salah terhadap pencairan kredit tiga debitur. Yakni
Ida Riyani , Catur Andrianto, dan Eddy Susanto itu, karena informasi yang salah
dari AO.
Jadi, lanjut Aditya SH, proses manipulasi atau penyimpangan kredit
dilakukan oleh ketiga nasabah atas sepengetahuan AO dan masing-masing debitur,
sudah diputus oleh Pengadilan dan telah berkekuatan tetap dalam perkara
terdahulu.
“Terkait kerugian keuangan Negara, kami sangat membantah hal itu.
Pertama , kerugian keuangan negara berdasarkan SE MA No.4 Tahun 2016 itu tidak
dilakukan declare oleh BPK. Jadi, hanya dilakukan penghitungan oleh BPKP saja.
Tetapi tidak declare oleh BPK,” katanya.
Kedua, menurut Aditya SH, secara materiil pada perkara ini tidak
ada audit khusus. Jadi, audit yang dilakukan adalah audit pada LHP pada
perkara-perkara sebelumnya.
Khusus untuk perkara aquo ini, tidak dilakukan secara khusus,
hanya mengkompilasi LHP daripada perkara-perkara sebelumnya. Dengan terdakwa
bukanlah Sugianto maupun Suhandiyono.
Jadi LHP yang dilakukan oleh JPU maupun auditor adalah hasil audit
dari perkara Ida Riyani , Catur Andrianto, dan Eddy Susanto,kemudian Abdul
Malik Sugiono. Perkara tadi, sebelum adanya perkara ini.
Dalam hasil audit , setelah dilakukan audit yang terdahulu, ada
perkembangan bahwasanya Eddy Susanto sudah mengembalikan Uang Pengganti (UP).
Dan kemudian untuk nasabah Ida Riyani dan catur Andrianto ,
hartanya sudah disita oleh negara.
“Sehingga menurut kami, kerugian negara sudah nihil. Maka secara
mutatis-mutandis unsur-unsur pasal yang dituntut oleh Jaksa dalam pasal 3 UU
TIPIKOR, sudah tidak berlaku atau dikesampingkan. Maka dengan ini, kami mohon
majelis hakim agar klien kami dinyatakan tidak bersalah dalam perkara ini,”
ungkapnya.
Dijelaskan Aditya SH, untuk nasabah Ida Riyani dibuatkan persetujuan kredit BPR Kota Kediri pada 13
Juni 2016 senilai Rp 600 juta. Catur Andrianto diberikan kredit
pada 21 Juni 2016 senilai Rp 400 juta,
dan Eddy Susanto diberikan kredit
pada 23 Desember 2016 senilai Rp 400
juta. Totalnya senilai RP 1,4 miliar.
Di sini, direksi tidak berperan melakukan verifikasi atas
data-data nasabah. Yang bertanggungjawab melakukan verifikasi sesuai SOP BPR
Kota Kediri adalah AO (marketing). AO yang tidak melakukan verifikasi sudah
dinyatakan bersalah oleh Pengadilan.
AO yang melakukan verifikasi untuk Ida Riyani adalah Indra Hariyanto,
untuk Eddy Susanto-AO nya adalah Yeni Setiawan dan Catur Andrianto sendiri,
AO-nya adalah Malik.
“Untuk masing-masing AO dan masing-masing debitur sudah dinyatakan
bersalah oleh Pengadilan dan sudah berkekuatan hukum tetap. Lantas peranan
daripada klien kami Sugianto dan Suhandiyono, memutuskan untuk merekomendasi
kredit tersebut berdasarkan informasi atau data yang disampaikan oleh AO. Di
mana, AO melakukan manipulasi terhadap proses pencarian kredit tersebut,”
tukasnya. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar