SIDOARJO
(mediasurabayarek.net) – Kehadiran Ahli Pidana, Prof Dr Nur Basuki SH MH
dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya dan Ahli konstruksi,
Dr Ir Mudji Irmawan MT dari ITS
Surabaya, membuat sidang lanjutan Edy Suyitno, Rian Mahendra, dan
Munandar, yang tersandung dugaan perkara korupsi, menjadi terang-benderang.
Dalam keterangannya,
Ahli Pidana, Prof. Nur Basuki SH MH menyatakan, lembaga yang punya kewenangan
yang sah untuk mengaudit hanyalah BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).
“Jangan sampai BPK
menyatakan tidak ada kerugian Negara. Akan tetapi, instansi yang lain
menyatakan ada kerugian negara.Jangan sampai ada instansi lain, mengaudit
kerugian negara lagi ,” ucapnya di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi (TIPIKOR) Surabaya, Senin (25/11/2024).
Menurut Ahli , jika
sudah diaudit BPK, jangan menggunakan instansi lain untuk mengaudit kerugian negara
lagi. Hal itu tidak fair, karena tidak ada kepastian hukum. Bahkan, hal itu merupakan
tindakan sewenang-wenang.
Perlu digarisbawahi, sebagaimana
dalam pasal 2 dan 3 Undang-Undang (UU)
TIPIKOR pentingnya adanya mens-rea (niat jahat), yang menimbulkan kerugian negara
yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum.
Dibuktikan adanya niat
jahat seseorang, yang bisa karena kesalahan prosedur atau administratif.
“Kalau sudah
dikembalikan, selesai urusannya. Seseorang dari hasil pemeriksaan BPK
dinyatakan ada kelebihan bayar. Terperiksa mengembalikan kepada Negara,
urusannya selesai. Jika sanksi administratif, maka tidak bisa diterapkan sanksi
pidana. Sanksi administratif harus
didahulukan,”ujarnya.
Giliran Penasehat Hukum
(PH) yakni Adv Dedi RH SH bertanya pada Ahli, jika ada kekurangan volume pekerjaan,
aturan mana yang diterapkan apakah UU Jasa Konstruksi (UU No. 2 Tahun 2017)
atau UU TIPIKOR ?
“Bila terjadi
norma-norma jasa konstruksi, maka diselesaikan dengan UU Jasa Konstruksi, tidak
serta dipakai UU TIPIKOR yang diterapkan,” jawab Ahli Pidana.
Dalam UU TIPIKOR, lanjut
dia, yang diutamakan adalah pengembalian Negara. Kalau sudah dikembalikan tidak
bisa dituntut pidana.
Kembali PH Adv Dedi SH
bertanya pada Ahli, apakah kalau keputusan dijalankan pengurus sekutu kerja (bentuk CV) dan direksi (untuk
PT), tanpa campur tangan atau intervensi dari pemilik modal. Apakah pemilik
modal bisa dimintai pertanggungjawaban pidana ?
“Pemilik modal tidak
bisa dimintai pertanggungjawaban pidana. Untuk CV, pengurusnya adalah sekutu
kerja yang bertanggungjawab. Pengurus CV dalam melakukan hubungan dengan pihak
ketiga, tanpa intervensi dan perintah dari pemilik modal. Maka pengurus yang
bertanggung secara mutlak,” jawab Ahli.
Sementara itu, Ahli Konstruksi,
Dr Ir Mudji Irmawan MT menerangkan, dalam dunia jasa kontruksi mengenai
perubahan dalam materi kontrak spesifikasi teknis dan volume, perubahan itu
harus dicatat dan ditulis, serta diketahui pihak-pihak.
“Untuk spesifikasi mutu
dan dimensi menyangkut volume, harus didukug pertimbangan teknis. Maka hal
demikian ini, diperbolehkan dan dimungkinkan adanya perubahan spesifikasi dan
volume, asalkan ada catatan. Sebelum
pekerjaan selesai dituangkan dalam adendum,” jelasnya.
Lagi-lagi, PH Adv Dedi
SH bertanya pada Ahli apakah pengurangan ketebalan lapisan dari 6 ke 5, dengan
penambahan penahan jalan dan dilengkapi pertimbangan teknis dan aturan yang
berlaku. Apakah hal ini diperbolehkan ?
“Ya, diperbolehkan.
Dimensi boleh diubah, namun mutu tidak boleh dikurangi,” jawab Ahli konstruksi
singkat saja.
Dijelaskan Ahli, jumlah
sampel aspal supaya hasil pengujian sampel mewakili kondisi lapangan dan sesuai
SNI harus sesuai dengan kondisi lapangan. Berdasarkan SNI harus sesuai dengan
lapangan.
Untuk kasus dengan
panjang jalan mencapai kilometer , minimal dua titik dalam 100 meter. Jika
mengambil satu titik, maka tidak mewakili kondisi lapangan.
“Dasarnya kurang valid
dengan apa yang ada di lapangan. Semakin banyak sampel makin mewakili kondisi
di lapangan,” ungkap Ahli. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar