SIDOARJO (mediasurabayarek.net) - Setelah Penasehat Hukum (pH) Unang Rahardjo yakni Eko Saputro SH didampingi Abdul Khalik SH, membacakan nota pembelaan (pledoi) -nya.
Kini giliran Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dian Pranata Depari SH MH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Bondowoso menyampaikan replik (jawaban atas pleodi) yang digelar di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) SUrabaya, Senin (7/10/2024).
"(Intinya) Kami tetap dalam tuntutan," ujarnya ketika membacakan Replik di depan Hakim Ketua Ni Putu Sri Indayani SH MH.
Jaksa Dian SH menyatakan, bahwa fakta hukumnya Kades Mas Kuning Kulon, Unang, semula mendapatkan informasi dari anggota DPRD, akan mendapatkan bantuan traktor roda empat. Unang pun memberikan uang sebesar Rp 80 juta.
Nah, setelah traktor diberikan oleh Dinas Pertanian , traktor harus dimanfaatkan oleh Kelompok Tani (Poktan). Jika traktor tidak dimanfaatkan maksimal, segera diserahkan ke Dinas Pertanian untuk direlokasi atau dialihkan ke Poktan lain , atau antar Kecamatan.
"Kades menggelapkan barang milik negara, karena menyewakan traktor pada pihak lain. Adanya penerimaan uang sewa traktor senilai Rp 70 juta. Jaksa dapt menghitung sendiri kerugian keuangan negara. Sah menurut hukum," ucapnya.
Menurut Jaksa Dian SH, traktor roda empat itu masih ada beserta alat pendukungnya. Peranan Unang signifikan,sehingga dibebani uang pengganti dalam perkara ini.
Sebagaimana diketahui, Jaksa menuntut Unang dengan tuntutan 5 (lima) tahun dan 6 (enam) bulan, dikurangi selama berada dalam tahanan. Dan denda sebesar Rp 200 juta subsidair 3 (tiga) bulan kurungan.
Selain itu, menghukum Unang untuk membayar uang penggant Rp 399.480.100, dengan ketentuan jika tidak dibayar uang pengganti tersebut paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan , setelah perkaranya memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Jika tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti , diganti dengan pidana penjara 2 (dua) tahun dan 9 (sembilan) bulan.
Jaksa menyatakan Unang Rahardjo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dan diancam pidana sesuai dalampasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ini sebagaimana telah diubah dengan UU RI No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana dakwaan primair Penuntut Umum.
Nah, setelah pembacaan Replik dari Jaksa dirasakan sudah cukup, Hakim Ketua Ni Putu Sri Indayani SH mengatakan, majelis hakim akan mengambil putusan pada Rabu, 16 Okober 2024 mendatang.
"Baiklah, kini giliran majelis hakim untuk mengambil putusan atas perkara ini. Kami akan mengambil putusan pada Rabu (16/10/2024) depan," katanya seraya mengetukkan palunya sebagai pertanda sidang selesai dan berakhir.
Sehabis sidang, Abdul Khalik SH menerangkan, Unang seharusnya dibebaskan, karena tidak ada kerugian negara.
Menurutnya, menyewakan traktor itu bukan kerugian negara, karena barang itu kembali.
Dalam perkara ini, seharusnya Ketua Kelompok Tani (Poktan) Maju Dia, Sri Mulyani yang bertanggungjawab.
"Harapan kami, Unang dibebaskan," kata Abdul Khalik SH mengakhiri wawancaranya dengan media massa di Pengadilan TIPIKOR Surabaya.
"Karena itulah, kami minta Unang dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Unang layak dibebaskan," pintanya.
Sebenarnya , kesalahan bukan pada Unang. Akan tetapi kesalahan ada pada Sri Mulyani, Ketua Poktan Maju Dua, yang tidak membuat laporan pertanggungjawaban setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Dinas Pertanian.
Sudah seharusnya Sri Mulyani dijadikan tersangka dalam perkara ini. Sebab, dia yang harus bertanggungjawab penuh atas traktor itu.
Apalagi, faktanya, Sri Mulyani tidak pernah membuat laporan pertanggungjawaban atas traktor tersebut ke Dinas Pertanian (Distan).
Di samping itu, kesalahan juga ada pada Dinas Pertanian sendiri. Sebab, tidak melakukan fungsi pengawasan dengan baik. Monitoring terhadap penggunaan dan pemanfaatan traktor roda empat yang diberikan kepada Sri Mulyani, Ketua Poktan Maju Dua, tidak dilakukan pengawasan yang ketat.
Dinas Pertanian terbilang sangat lemah dalam hal pengawasan. Bila Dinas Pertanian melakukan pengawasan dengan ketat, setiap 6 bulan sekali meminta laporan pada Poktan Maju Dua. Niscaya, tidak akan terjadi perkara ini.(ded)
0 komentar:
Posting Komentar