SIDOARJO (mediasurabayarek.net) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kediri menuntut Mustaqim, yang tersandung dugaan perkara korupsi, dengan tuntutan 5 (lima) tahun dan 6 (enam) bulan dengan dikurangi selama berada dalam tahanan.
"Menjatuhkan pidana terhadap Mustaqim berupa pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan 6 (enam) bulan dikurangi selama dalam tahanan," ucap Jaksa ketika membacakan surat tuntutannya di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR), Surabaya.
Selain itu, ditambah dengan denda Rp 400 juta , dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar , maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan dan dengan perintah tetap ditahan.
Dalam surat tuntutannya, Jaksa menyebutkan, bahwa Mustaqim diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1)Jo pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi , sebagimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubatan atas UU No. 31 Tahun 1999 tenang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (10 ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan primer Penuntut Umum.
Setelah Jaksa membacakan surat tuntutannya, Hakim Ketua Sudarwanto SH MH menyatakan, kini giliran Penasehat Hukum (PH) Mustaqim, yakni Asrul Hasibuan SH, Andik Purnomo SH , dan Dimas Juardiman SH diberikan kesempatan untuk menyampaikan nota pembelaan (pledoi) pada Selasa, 29 Oktober 2024 mendatang.
"Saya selama 2 (dua) minggu tidak ada di Surabaya. Karena mengikuti pelatihan di Jakarta. Oleh karenanya, kesempatan pledoi sampai Selasa (29/10/2024) mendatang. Tolong kesempatan ini dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk menyusun pledoi ," pintanya seraya mengetukkan palunya sebagai pertanda sidang selesai dan berakhir.
Mendengar hal ini, Asrul Hasibuan SH dan Andik Purnomo SH mengatakan, pihaknya siap mengajukan pledoi nantinya.
"Kami akan ajukan pledoi pada Selasa (29/10/2024) nanti Yang Mulia," terangnya.
Sehabis sidang, Asrul Hasibuan SH dan Andik Purnomo SH mengatakan, bahwa Mustaqim tidak menikmati uang sepeserpun. Juga tidak ada niat jahat (mens-rea).
Lagi pula, pertanggungjawaban pidana tidak bisa dialihkan dan harus dibuktikan punya niat yang sama.
Seharusnya yang bertanggungjawab dalam perkara ini adalah Suryanto (Ketua Tim) yang telah meninggal dunia. Bukannya Mustaqim.
"Oleh karena itulah, kami minta Mustaqim dibebaskan dari segala tuntutan dan dakwaan Jaksa," ucapnya.
Sebagaimana disampaikan oleh Ahli Pidana Prof Dr Tongat SH MH dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menerangkan bahwa pertanggungjawaban pidana tidak bisa dialihkan kepada orang lain.
Sebab, pertanggungjawaban pidana didasarkan pada kesalahan masing-masing. Individualistis pidana. Intinya, pertanggungjawabn pidana tidak bisa dialihkan, meskipun yang bersangkutan sudah meninggal dunia.
Demikian halnya dengan ketrangan saksi meringankan, Ahmad Hariyadi yang mencairkan dana droping menerangkan , pihaknya melakukan pencairan dana RP 1,3 miliar untuk DP (Uang Muka) PG Ngadirejo.
Diakuinya, ada memo dari Mustaqim yang diajukan ke Dirkeu dan disetujui. Disposisinya diselesaikan. Lalu ditransfer ke PG Ngadirejo. Kemudian turun ke pemilik lahan.
Ketika ditanya Asrul SH dan Andik Purnomo SH , Ketua Tim adalah Suryanto (almarhum), apakah ketika melakukan pembayaran ke warga desa/Kades, didampingi Suryanto ?
"Ya saya didampingi Suryanto untuk pembayaran itu. Total pembayaran DP sebesar Rp 1,3 miliar. Sedangkan untuk pembayaran kedua sebesar Rp 1,7 miliar, yang turun ke PG Ngadirejo," jawab saksi.
Untuk memo dilampiri hasil appraisal. Seharusnya laporan sudah final. Instruksinya, disposisi diselesaikan. Kalau tidak ada memo, saksi tidak berani mencairkan dana tersebut.
Di samping itu, adanya desakan dari warga desa Jambean, harus cepat diberikan Uang Muka. Sehingga, saksi tidak mau dikatakan menghambat pencarian dana tersebut.
Guna pembayaran DP itu yang dipakai adalah uang dari PTPN sendiri. Diambilkan dari penjualan gula. Bukan dari dana PMN (Penanaman Modal Negara). (ded)
0 komentar:
Posting Komentar