SIDOARJO (mediasurabayarek.net) - Sidang lanjutan Mustakim, yang tersandung dugaan perkara korupsi, dengan agenda mendengarkan keterangan 3 (tiga) Ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kediri, yang digelar di ruang Candra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya, Selasa (24/9/2024).
Ketiga Ahli Kerugian Keuangan Negara, Wahyu Wardhani , Ahli Keuangan Sakran , dan Prof Djatmika SH MH, didengarkan keterangannya secara bergiliran untuk menjadikan perkara ini menjadi terang-benderang.
"Kesalahan Mustakim adalah yang membuat memo yang menjadi dasar pencairan dana. Mustakim sendiri adalah Wakil Ketua Tim Pelaksanaan Pengadaan, yang tidak melakukan pengkajian dan memastikan status tanah tersebut," ucapnya didepan Hakim Ketua Sudarwanto SH yang telah menjatuhkan vonis terhadap Hari Amin,Kades Jambean, dengan hukuman 3 tahun penjara ini.
Sehingga PTPN X mengeluarkan dana sebesar Rp 3,2 miliar, yang seharusnya tidak perlu keluar dana.
Hakim Ketua Sudarwanto SH bertanya pada Ahli, sebenarnya siapa yang harus bertanggungjawab atas perkara ini?
"Yang bertanggungjawab adalah Tim Pelaksana keseluruhan. Mengingat Ketua Tim, Suryanto telah meninggal dunia. Maka Mustakim, sebagai Wakil Ketua TIM Pelaksana yang bertanggungjawab dalam perkara ini," jawab Ahli.
Meskipun Hari Amin telah melakukan pengembalian keuangan negara sebesar Rp 1 miliar. Namun begitu, sampai titik laporan terakhir belum ada pengembalian.
Sementara itu, Ahli Keuangan Sakran menyatakan, BUMN membeli tanah dengan cara jual-beli yang tidak sah dan tidak sesuai SOP. Hal itu dianggap perbuatan melawan hukum dengan pengeluaran sejumlah uang dari PTPN X yang seharusnya tidak dikeluarkan.
Giliran Penasehat Hukum (PH), Asrul Hasibuan SH didampingi Dimas Juardiman SH bertanya pada AHli, jika sumber dana dari PTPN ,apakah dianggap keuangan negara ?
"Bila sumber dana dari PTPN, maka menjadi keuangan negara," jawab Ahli Sakran singkat saja.
Ketika Jaksa Yuda dari Kejari Kediri bertanya pada Prof Djamika SH MH , apakah pembelian tanah dilakukan dengan surat yang tidak sah. Apakah dianggap perbuatan melawan hukum ?
"Ya, perbuatan itu dianggap perbuatan melawan hukum. Melanggar pasal 3 UU Tipikor, penyalahgunaan kewenangan dan kesempatan yang ada padanya. Status tanah itu tanah negara bebas. Tidak ada kros cek jual beli tanah itu. Mestinya sertifikat dicekkan ke BPN , apakah ada tanggungannya. Jika tida kdilakukan, maka melawan hukum," jawab Ahli.
Menurut Ahli, menjadi tindak pidana korupsi , jika ada kerugian negara yang nyata adanya. Kerugian negara itu dihitung oleh BPK atau BPKP.
Kembali PH Asrul Hasibuan SH didampingi Dimas Juardiman SH bertanya pada Ahli pidana, tolong dijelaskan mengenai men-rea ?
"Mens -rea adalah niat jahat. Orang dipidana jika ada niat jahat," jawab ahli.
Setelah keterangan tiga Ahli dirasakan sudah cukup, Hakim Ketua Sudarwanto SH mengatakan, sidang akan dilanjutkan pada Jum'at 27 September 2024 mendatang.
Sehabis sidang, Penasehat Hukum (PH), Asrul Hasibuan SH didampingi Dimas Juardiman SH mengatakan, warga Desa Jambean memaksa jika tidak dilakukan bisa batal proyek ini.
"Kemudian Almarhum Suryanto (Ketua Tim) bilang mau tanggungjawab. Dari situlah, kenapa Mustakim mau tanda tangan. Dalam fakta persidangan dan dijelaskan AHli juga, ada pengembalian dari Hari Amin," cetusnya.
Namun, Suryanto meninggal dunia duluan. Dalam pembayaran DP (Uang muka-red) ini, Mustakim dilibatkan dalam hal tanda tangan. Tetapi, dalam penyelesaian pelunasan , malah Mustakim tidak diberitahu apa-apa.
"Mustakim tidak menerima uang satu rupiah pun. Nol rupiah, tidak ada aliran dana yang masuk ke klien kami. Mustakim tidak ada niat jahat," ungkap Asrul Hasibuan SH.
Harapannya, Mustakim diberikan keadilan dan dibebaskan nantinya. "Tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan Mustakim," katanya.
Sebagaimana diketahui, dalam sidang yang sudah dijalani Hari Amin awal tahun 2024, terkuak fakta bahwa PTPN X telah membeli tanah Recht Van Opstal (RVO) yang dikuasai oleh PG Ngadirejo. Dengan demikian PTPN X membeli tanah milik sendiri.
Hal ini terjadi karena Hari Amin mengklaim tanah itu merupakan milik kas desa. Selain itu, kajian tanah juga tidak jelas. Sehingga status tanah yangmerupakan RVO yang dikuasai PG Ngadirejo seluas 4.385 meterpersegi itu tidak terungkap.
Hal tersebut baru diketahui saat PTPN X berencana membangun pengolahan bioethanol di PG Ngadirejo tahun 2016 silam.
Pada akhirnya Hari Amin divonis 3 tahun penjara di Pengadilan TIPIKOR Surabaya pada Mei lalu. Hakim Ketua Sudarwanto SH juga mewajibkan Hari membyar denda Rp 200 juta subsidair 2 bulan kurungan. Hari dianggap melanggar pasal 3 ayat 1 jo pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 Jo UU No. 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Hari Amin terbukti melakukan tindak pidana korupsi penjualan tanah negara seluas 4.385 meter persegi merupakan aset PG Ngadirejo. , dijual ke PTPN X senilai Rp 3,2 miliar pada 2015. Hari tidak memiliki alat bukti sah yang menyatakan tanah tersebut merupakan tanah kas desa. Akan tetapi hanya berupa surat pernyataan yang dibuat oleh Hari sendiri. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar