SIDOARJO (mediasurabayarek.net) - Sidang lanjutan H Munandar SP MM, yang tersandung dugaan perkara korupsi, dengan agenda pembacaan nota keberatan (eksepsi) yang dibacakan di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya, Senin (30/9/2024).
Dalam eksepsinya, Penasehat Hukum (PH) Munandar, yakni Eko Saputro SH MH didampingi Abdul Khalik SH menyatakan, dakwaan Penuntut Umum tidak diuraikan secara cermat, jelas, dan tidak lengkap.
"Bahwa Penuntut Umum tidak menguraikan secara jelas dan lengkap, peran Munandar dalam paket pekerjaan rekonstruksi jalan Bata- Tegal jati. Karena itu, dakwaan Jaksa adalah batal demi hukum," ucapnya.
PH Eko Saputro SH MH didampingi Abdul Khalik SH memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara atas nama Munandar memberikan putusan , menyatakan menerima eksepsi Penasehat Hukum H. Munandar.
"Menyatakan surat dakwaan Penuntut Umum batal demi hukum.Menetapkan pemeriksaan perkara terhadap Munandar tidak dilanjutkan (dihentikan)," ucapnya.
Selain itu, membebaskan Munandar dari segala dakwaan dan memerintahkan Jaksa untuk melepaskan atau membebaskan Munandar dari tahanan. Dan memulihka hak dalam hal kemampuan, kedudukan, harkat dan martabat serta nama baiknya. Dan membebankan biaya peekara kepada negara.
"Atau apabila majelis hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya," pinta Eko Saputro SH MH dan Abdul Khalik SH
Menurutnya, Penuntut Umum berkesimpulan bahwa eolah-olah Munandar tidak pernah melaksanakan tugas dan kewajibannya (melalaikan tanggungjawab) dengan tidak melakukan pembuktian klarifikasi pasca kualifikasi, khususnya terhadap pemenang lelang/calon penyedia jasa.
Selain itu, dakwaan Penuntut Umum bertentangan antara satu dalil dengan dalil lainnya. Bahwa pada halaman 2 angka 3 dakwaan Penuntut Umum menyatakan : Munandar selaku PPK tetap menyetujui dan menandatangani dokumen Berita Acara Serah Terima (BAST) pekerjaan (100 %) proyek Rekonstruksi jalan Bata - Tegal Jati pada Dinas BSBK Kabupaten Bondowoso Tahun Anggaran 2022 dengan pihak penyedia yaitu Edy Suyitno.
Edy Suyitno , selaku Direktur CV Raelina Dwikania Jaya yang dibuat tidak sesuai dengan pekerjaan sebagaimana mestinya oleh Tim Pemeriksa Hasil Pekerjaan, PPTK dan Konsultan Pengawas untuk dijadikan salah satu syarat pencairan /pembayaran kepada CV Raelina Dwikania Jaya yang seolah-olah telah melaksanakan proyek rekonstruksi jalan Bata-Tegal Jati pada Dinas BSBK Kabupaten Bondowoso Tahun Anggaran 2022.
Ini sebagaimana tertuang dalam kontrak /surat perjanjian Nomor : 10.2.01.08/014/PPK-Rekons.D2/1.03.0.00.0.00.01.00/2022 tanggal 14 Juli 2022.
Sedangkan pada halaman 5 dakwaan Penuntut Umum menyatakan : Bahwa setelah adanya surat perintah mulai kerja Nomor : 10.2.01.08//014/PPK-Rekons.D2/1.03.0.00.0.00.01.00/2022 tanggal 14 Juli 2022, dari Munandar ,selaku PPK.
Dan selanjutnya CV Realina Dwikania Jaya melalui saksi Ahmad Fauzi yang merupakan karyawan PT Rajendra Pratama Jaya, milik Rian Mahendra, yang bukan personil yang dicantumkan sebagai karyawan CV Realina Dwikania Jaya di pekerjaan proyek rehabilitasi jalan Bata-Tegal Jati Kabupaten Bondowoso, meminta pengurangan spesifikasi pekejaan pokok, berupa ketebalan AC-BC kepada Munandar, selaku PPK.
Selanjutnya pada sekitar Agustus tahun 2022 dilakukan pertemuan antara Munandar selaku PPK, saksi Novim Dwi Haryono , selaku PPTK dan Tim Teknis yakni saksi Sukardi Setijawan, saksi Mohammad Hasan Afandi dan saksi Mohammad Hendra Wahyudi , saksi Ahmad Fauzi dan Konsultan Pengawas, yakni saksi Ferdi Affandi di Kantor BSBK Kabupaten Bondowoso.
Pada intinya pada pertemuan tersebut dibahas dan disepakati untuk menyetujui permintaan penyedia jasa untuk melakukan perubahan spesifikasi pekerjaan,sebagaimana dalam kontrak, yaitu mengurangi pekerjaan aspal berupa ketebalan AC-BC dari 6 (enam) centimeter menjadi kurang dari 5 (lima) sentimeter tanpa justifikasi teknis.
"Adanya dua dalil dalam dakwaan Penuntut Umum yang demikian sangat membingungkan, dan sama-sama mempunyai konsekwensi hukum. Ini tentunya sangat merugikan pada dri Munandar," katanya.
Jika dalil pertama yang benar, maka seharusnya yang menjadi tersangka adalah Tim Pemeriksa Hasil Pekerjaan, PPTK dan Konsultan Pengawas.
Dan jika dalil kedua yang benar, maka bukan hanya Munandar yang harus bertanggungjawab , tetapi juga Tim Pemeriksa Hasil Pekerjaan, PPTK dan Konsultan Pengawas. Karena telah besama-sama memutuskan dan menyetujui pemgurangan ketebalan aspal.
Bahwa semua yang dilakukan oleh Pemeriksa Hasil Pekerjaan, PPTK, dan Konsultan Pengawas haruslah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, sebagaimana yang diatur dalam peratuan perundang-undangan.
"Oleh karenanya semua tanggungjawab dalam pekerjaan tersebut telah beralih kepada Pemeriksa Hasil Pekerjaan, PPTK. dan Konsultan Pengawas sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing," katanya,
Dalam pelaksanaan proyek rekonstruksi jalan Bata-Tegal Jati pada Dinas BSBK Kabupaten Bondowoso Tahun Anggaran 2022 terdapat PPTK yang dijabat oleh Novim (Kepala Bidang Bina Marga).
Sedangkan Munandar hanya menyetujui dengan menandatangani dokumen KAK, HPS, spesifikasi teknis, rencana dan rencana kontrak yang diajukan dan elah disusun oleh Novim.
Karena besarnya peranan Novim (kepala Bidang Bina Marga) sebagai PPTK dalam pelaksanaan proyek rekonstruksi jalan Bata-Tegal Jati pada DInas BSBK Kabupaten Bondowoso Tahun Anggaran 2022.
Maka yang seharusnya menjadi tersangka adalah Novim, bukan Munandar. Atau setidak-tidaknya Novim Selaku PPTK juga dijadikan tersangka. Hal ini karena Novim pada Dinas BSBK Kabupaten Bondowoso, dalam kapasitasnya sebagai Pejabat Pelaksana Kegiatan (PPTK) dalam membantu PA/KPA.
Dalam dakwaan primer , unandar diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.
Dalam dakwaan subsidiair , diancam pidana dalam pasal 3 Jo pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.(ded)
0 komentar:
Posting Komentar