728x90 AdSpace

  • Latest News

    Senin, 15 Juli 2024

    Sejak 2014 Sudah Ada Pemotongan Insentif Itu, Ari Jadi Kepala BPPD Pada 2021

                                 

                                     

                                     

                Foto dari kiri ke kanan : Nabbilah Amir SH. MH. C.M.C, C.CD, Ridwan Rachmad SH. MH, R. Yahdi Ramadani SH.MH, Andrew Ardiyanto Dachlan  SH.MH, Elliya Fita Shofiyana SH 

                          

                                     


    SIDOARJO (mediasurabayarek.net) - Sidang lanjutan Mantan Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo, Ari Suryono, yang tersandung dugaan perkara pemotongan insentif ASN, bersama Mantan Kasubbag Umum dan Kepegawaian  BPPD, Siska Wati, terus bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya.

    Kali ini Jaksa KPK menghadirkan7 (tujuh) saksi fakta, yakni A Hadi Yusuf (Mantan Sekretaris BPPD Sidoarjo), Sulistiyono (Sekretaris BPPD) dan Rahma Fitri Kristiani, Agus Sugiarto (Kabag Pembangunan Sidoarjo), Aswin (asisten Bupati) ,  Rofiq, dan Abdul Mutholib (Kabid Pajak BPPD Kabupaten Sidoarjo). 

    Jaksa KPK Andry Lesmana SH bertanya pada saksi Hadi Yusuf , bisa saudara jelaskan mengenai pemotongan insentif itu ?

    "Adanya penarikan uang dari insentif sebesar 10 persen untuk masing-masing ASN, termasuk saya sendiri," jawab saksi.

    Penarikan ini, dilakukan setiap tiga bulan sekali. Nah, setelah uang terkumpul, uang itu disetorkan kepada Kepala BPPD Sidoarjo. Waktu itu yang menjabat adalah Joko santosa, yang telah meninggal dunia pada 2021 lalu.

    Dan selanjutnya, digantikan oleh Ari Suryono, yang terseret kasus ini dan menjadi tersangka. 

    Jaksa menduga peruntukan uang tersebut, yang diduga juga mengalir kepada Ahmad Muhdlor Ali --atau yang akrab dipanggil Gus Muhdlor,  namun saksi Hadi Yusuf berkilah, tidak mengetahui hal itu.

    Ada kesepakatan kantor disisihkan 10 persen. Ini atas perintah pimpinan. Sejak tahun 2020-2021 di era Joko santosa (almarhum) dan diganti Pak Ari Suryono.

    Perihal peruntukkan uang itu, sepengetahuan saksi, uang tersebut dipergunakan untuk kegiatan yang tidak dianggarkan secara tahunan. Misalnya, acara perayaan 17-Agustusan.

    Sementara itu, saksi Sulistiyono menyatakan, ia terpaksa merelakan  uang intensifnya sebesar Rp 13 juta dipotong setiap tiga bulan sekali.  Dan selanjutnya, diserahkan staf dari Jasmin, yang sudah pensiun..

    Ketika kasus pemotongan dana insentif itu belakangan berujung pada Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, saksi SUlistiyono menerangkan, ada perintah khusus dari  atasannya, yakni Ari Suryono untuk menandatangani surat pernyataan.

    Pernyataan itu harus diteken oleh semua ASN di divisinya. Inti pernyataan itu bahwa pemotongan insentif itu  merupakan sedekah dan bersifat sukarela.

    "Benar, ada surat pernyataan untuk ikhlas, yang dibuat oleh Hendro. Ya, saya tandatangani , saya takut habis OTT," akunya.

    Sedangkan,saksi Rahma Fitri mengatakan, khusus untuk divisi bagian kerjanya, tercatat jumlah uang hasil pemotongan insentif mencapai Rp 400 juta hingga Rp 500 juta. 

    Uang itu diserahkan kepada Kepala BPPD SIdoarjo , yakni Joko Santosa yang telah meninggal dunia pada 2021 lalu. 

    Sementara itu, saksi Agus Sugiarto menerangkan, menurut istrinya (Siska Wati), bahwa  pemotongan insentif itu atas perintah pimpinan dan dari dulu begitu. Nggak ada yang keberatan.

    Potongan itu melanjutkan (kebiasaan-red) yang dulu-dulu. Kabarnya, untuk sodaqoh dan kegiatan kantor. 

    Di tempat yang sama,  saksi Aswin menyatakan, dirinya tidak pernah disuruh  mengambil insentif pajak itu. 

    Dan  saksi Rofik menyebutkan, bahwa Ari Suryono (Kadis BPPD) menawarkan bantuan, karena acara di Sidoarjo. Butuh dana Rp 100 juta untuk kegiatan Laskar Santri.

    Ditambahkan Abdul Mutholib (Kabid Pajak BPPD Kabupaten Sidoarjo), bahwa besaran insentif pegawai yang dipotong setiap tiga bukan sekali itu tidak sama. Semakin tinggi jabatan, maka potongan makin kecil.

    Dan sebaliknya jika jabatannya rendah atau pegawai biasa , maka potongannya lebih besar. Bahkan saksi juga menerangkan bahwa sebagian uang yang disebut uang sedekah itu juga diberikan oleh Suhendro , pegawai BPPD ke oknum pejabat di Kejaksaan Negeri Sidoarjo dengan total sebesar Rp 400 juta.

    Giliran Penasehat Hukum (PH) Ari Suryono, yakni Ridwan Rahmad SH bertanya pada saksi Sulistiyono,  kebiasaan rutin shodaqoh (pemotongan insentif) itu dilakukan sejak kapan ?

    "Kebiasaan rutin shodaqoh itu sudah ada, sebelum Pak Ari Suryono menjabat Kepala BPPD," jawab  saksi.

    Kembali Ridwan Rahmad SH bertanya pada saksi, selama Ari Suryono menjabat Kepala BPPD Sidoarjo, bagaimana kinerja dari BBPD itu sendiri ?

    "Kinerja BPPD SIdoarjo menjadi lebih baik dari sebelumnya. Pak Ari Suryono, itu orangnya kreatif dan inovatif," jawab saksi lagi.

    Nah, setelah pemeriksaan saksi-saksi dirasakan sudah cukup, Hakim Ketua Ni Putu SH mengatakan, sidang akan dilanjutkan dengan agenda masih pemeriksaan saksi pada Senin, 15 Juli 2024 mendatang. 

    Sebelum sidang ditutup majelis hakim, Ari Suryono dan Siska Wati mengajukan pembukaan pemblokiran  rekening kepada JPU dan majelis hakim untuk kebutuhan keluarga mereka. 

    Sehabis sidang, Ridwan Rahmad SH mengatakan, BPPD Sidoarjo kalau bisa dibilang seperti 'sapi-perah', karena karena dianggap lahan basah. 

    "Klien kami sebagai Kepala BPPD Sidoarjo, bisa dibilang terpaksa melakukan hal ini. Kita lihat persidangan bergulir ke arah mana. Jadi, sejak tahun 2014 itu sudah ada pemungutan (pemotongan insentif-red) itu, menurut keterangan beberapa saksi sudah pungutan itu. Tahun 2021 , ketika Pak Ari Suryono baru masuk, bukan pak Ari yang memanggil mereka. Tetapi, mereka yang memberitahukan pada Pak Ari, adanya kebiasaan seperti ini, " katanya.

    Dijelaskan Ridwan Rahmad SH, intinya bukan ide atau inisiatif dari Ari Suryono.  "Pembuktian kita pada keikhlasan itu," cetusnya. 

    Mengenai surat pernyataan itu, akan dibuktikan di persidangan. "Soal surat pernyataan itu, Insya Allah akan kita buktikan. Ada kok, memang dibuat setelah OTT kok. Secara sadar menyatakan, surat pernyataan keikhlasan itu dibuat setelah ada operasi tertangkap tangan (OTT) . Pendidikan mereka di atas S-1 dan secara sadar teken, dan mereka memang ikhlas," tegasnya Ridwan Rahmad SH. (ded) 







     


     

    • Blogger
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Sejak 2014 Sudah Ada Pemotongan Insentif Itu, Ari Jadi Kepala BPPD Pada 2021 Rating: 5 Reviewed By: Media Surabaya Rek
    Ke Atas