728x90 AdSpace

  • Latest News

    Senin, 08 Juli 2024

    Dr Erlan Jaya Putra SH MH : "Kita Berharap KPK Perbaiki Diri, Jangan Tebang - Pilih Di Sini,"

     




    SIDOARJO (mediasurabayarek.net) - Kali ini 3 (tiga) saksi yang  dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) dalam sidang lanjutan Siska Wati, antan Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo,  yang tersandung dugaan perkara pemotongan insentif ASN  di Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo hingga Rp 2,7 miliar,

    Ketiga saksi itu adalah Hadi Yusuf (Mantan Sekretaris BPPD Sidoarjo), Sulistiyono (Sekretaris BPPD) dan Rahma Fitri Kristiani  yang diperiksa secara marathon di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya.

    Gara-gara saksi Hadi Yusuf yang mendapatkan giliran diperiksa pertama kali oleh Jaksa KPK Andry, dan memberikan keterangan yang berbelit-belit, 'dimarahi'oleh jaksa.

    Ketika Jaksa bertanya pada saksi perihal bisa atau tidaknya, uang insentif ditransfer melalui bank, dipotong secaa otomatis melalui sistem perbankan  ?

    Namun, saksi justru memberikan keterangan yang berbelit-belit di persidangan. Padahal, pertanyaan ini terbilang simpel, tinggal dijawab bisa atau tidak. Justru keterangan yang diberikan, melebar ke mana-mana.

    Tak terelakan terjadi debat antara saksi dan Jaksa KPK. Namun akhirnya, saksi mengakui bahwa adanya penarikan uang dari insentif sebesar 10 persen untuk masing-masing ASN, termasuk saksi Hadi Yusuf sendiri.

    Penarikan ini, dilakukan setiap tiga bulan sekali. Nah, setelah uang terkumpul, uang itu disetorkan kepada Kepala BPPD Sidoarjo. Waktu itu yang menjabat adalah Joko santosa, yang telah meninggal dunia pada 2021 lalu.

    Dan selanjutnya, digantikan oleh Ari Suryono, yang terseret kasus ini dan menjadi tersangka. 

    Nah, saat diberondong pertanyaan oleh Jaksa mengenai peruntukan uang tersebut, yang diduga juga mengalir kepada AHmad Muhdlor Ali --atau yang akrab dipanggil Gus Muhdlor, saksi Hadi Yusuf berkilah, tidak mengetahui hal itu.

    "Saya menerima gaji ditransfer. Ada kesepakatan kantor disisihkan 10 persen. Ini atas perintah pimpinan. Sejak tahun 2020-2021 di era Joko santosa (almarhum) dan diganti Pak Ari Suryono," ucap saksi. 

    Kendati demikian, saksi mengakui smepat kaget atas pemotongan intensif tersebut, terlebih lagi mengenai jumlahnya ditentukan, tanpa adanya penjelasan apapun.

    Sekalipun ada perasaan tidak rela dan ikhlas, namun saksi terpaksa harus belajar ikhlas. Sebab, pemotongan intensif ini dilakukan terhadap semua ASN.

    Perihal peruntukkan uang itu, sepengetahuan saksi, uang tersebut dipergunakan untuk kegiatan yang tidak dianggarkan secara tahunan. Misalnya, acara perayaan 17-Agustusan.

    Sementara itu, saksi Sulistiyono menyatakan, ia terpaksa merelakan  uang intensifnya sebesar Rp 13 juta dipotong setiap tiga bulan sekali.  Dan selanjutnya, diserahkan staf dari Jasmin, yang sudah pensiun..

    Ketika kasus pemotongan dana insentif itu belakangan berujung pada Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, saksi SUlistiyono menerangkan, ada perintah khusus dari  atasannya, yakni Ari Suryono untuk menandatangani surat pernyataan.

    Pernyataan itu harus diteken oleh semua ASN di divisinya. Inti pernyataan itu bahwa pemotongan insentif itu  merupakan sedekah dan bersifat sukarela.

    "Benar, ada surat pernyataan untuk ikhlas, yang dibuat oleh Hendro. Ya, saya tandatangani , saya takut habis OTT," akunya.

    Sedangkan,saksi Rahma Fitri mengatakan, khusus untuk divisi bagian kerjanya, tercatat jumlah uang hasil pemotongan insentif mencapai Rp 400 juta hingga Rp 500 juta. 

    Uang itu diserahkan kepada Kepala BPPD SIdoarjo , yakni Joo Santosa yang telah meninggal dunia pada 2021 lalu. 

    Sehabis sidang, Penasehat Hukum (PH)  Dr Erlan Jaya Putra SH MH mengatakan, pihaknya berharap perkara ini menjadi terang-benderang dan tidak ada tebang-pilih di sini.

    "Siska Wati korban di sini dan tidak ada kerugian negara serupiah juga. Dia karyawan bawahan di BPPD Sidoarjo, dan tidak menikmati apapun juga, yang sudah dijelaskan oleh saksi-saksi tadi. Sebenarnya  kejadian ini (praktik pemotongan insentif-red) jauh sebelum ini. Jadi KPK memotong permasalahan dari 2021 hingga 2024. Akan tetapi pada tahun 2014 sudah terjadi pemotongan seperti ini. Tetapi, tidak diusut oleh KPK  sama-sekali," ujarnya.

    Menurut Dr Erlan Jaya SH, Siska Wati tidak mendapatkan perlakuan hukum yang sama di sini. Jadi, dia tidak mendapatkan kesetaraan dalam hukum. Tadi di persidangan disebutkan, adanya oknum Jaksa  (terima uang RP 100 juta dan Rp 300 juta-red) tidak diusut sama sekali dan tidak ada dalam berkasa perkara/ 

    "Ini kelemahan yang sangat fatal dalam penegakan hukum seperti ini. Saya tidak ingin KPK makin hari, makin terpuruk di sini. Kita berharap KPK memperbaiki dirinya dan jangan terjadi tebang-pilih di sini," pintanya.  (ded)



     



    • Blogger
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Dr Erlan Jaya Putra SH MH : "Kita Berharap KPK Perbaiki Diri, Jangan Tebang - Pilih Di Sini," Rating: 5 Reviewed By: Media Surabaya Rek
    Ke Atas