SIDOARJO (mediasurabayarek.net) - Sidang lanjutan Siska Wati, yang tersandung dugaan perkara pemotongan insentif ASN di Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo hingga Rp 2,7 miliar, dengan agenda pemeriksaan 3 (tiga) saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum dari KPK.
Ketiga saksi itu adalah Agus Sugiarto (Kabag Pembangunan Sidoarjo), Aswin (asisten Bupati) , dan Rofiq yang diperiksa secara bergiliran di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR), Surabaya.
Jaksa bertanya pada saksi Agus, mengenai pemotongan insentif pajak di BBPD Sidoarjo, apakah yang saksi ketahui ?
"Kata istri saya, pemotongan insentif itu atas perintah pimpinan dan dari dulu begitu. Nggak ada yang keberatan, karena pendapatan besar," jawab saksi.
Potongan itu melanjutkan (kebiasaan-red) yang dulu-dulu. Kabarnya, untuk sodaqoh dan kegiatan kantor.
Sementara itu, saksi Aswin menyatakan, dirinya tidak pernah disuruh mengambil insentif pajak itu.
Sedangkan, saksi Rofik menerangkan, bahwa Ari Suryono (Kadis BPPD) menawarkan bantuan, karena acara di Sidoarjo. "Bantuan diterima Rp 100 juta, nggak tahu uang dari mana. Dana itu habis untuk kegiatan para santri," ucapnya.
Setelah pemeriksaan saksi-saksi dirasakan sudah cukup, Hakim Ketua Putu SH mengatakan, sidang akan dilanjutkan dengan agenda masih pemeriksaan saksi pada Senin, 8 Juli 2024 mendatang.
Sehabis sidang, Penasehat Hukum (PH) Dr Erlan Jaya Putra SH MH mengatakan, sebenarnya praktik pemotongan insentif yang menjerat kliennya sudah ada sejaktahun 2014 lalu. Yakni di era Bupati sebelumnya yang melibtkan banyak pihak.
Dijelaskan Dr Erlan SH, bahwa Siska Wati bukanlah satu-satunya karyawan di BPPD yang mendapatkan tugas untuk memotong insentif pegawai secara kolektif.
Pengakuan Siska, Kepala Bidang (Kabid) lainnya di BPPD juga turut menerima tugas dari Ari Suryono, Kepala BPPD.
"Banyak yang terlibat dalam perkara ini, seharusnya semuanya diproses juga. Jangan tebang pilih KPK itu. Di sini, politisnya lebih tinggi dan Siska jadi korban, ,' ujar Dr Erlan SH.
Pejabat di atas Siska itu, ikut membagikan kepada pejabat. Jangan satu yang dijadikan tersangka.
"Ini kegagalan dari KPK di sini. seharusnya pencegahan, ini sistem yang keliru, kerugian negara tidak ada sama -sekali. Karena sistem yang keliru, siapapun yang duduk di sana, pasti mengalami seperti Siska. Dalam hal ini, pencegahan adalah yang nomor satu," katanya.
Deputi Pencegahan KPK di sini, menurut Dr Erlan SH, tidak berfungsi dan seharusnya ada pencegahan lebih dulu. Kalau penindakan hukum seharusnya tidak setengah-setengah , harus diberantas habis sekalian.
Dalam perkara ini, tidak ada kerugian negara yang ditimbulkan. Karena pemotongan insentif itu atas persetujuan bersama dan perlu diingat, insentif Siska Wati sendiri juga turut dipotong pula. Semua itu ada buktinya.
Erlan meminta agar aparat penegak hukum turut mengusut tuntas perkara ini, juga pihak lain yang terlibat sejak tahun 2014. Disayangkan, hanya segelintir orang saja yang dimintai pertanggungjawaban atas perkara ini.
Aliran dana potongan insentif itu tidak hanya mengalir ke Bupati saja. Juga ada beberapa OPD dan pejabat lain yang menerima.
Sebagaimana diketahui, KPK telah menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Sidoarjo, Siska Wati sebagai tersangka kasus dugaan pemotongan insentif ASN. Ini adalah pengembangan OTT KPK yang melibatkan Kepala BPPD Sidoarjo, Ari Suryono.
Eks Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali, juga terima setoran dan telah menjadi tersangka dan ditahan KPK. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar