SURABAYA (mediasurabayarek.com) - Kali ini 2 (dua) Ahli dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Putu Eka SH dan Robi SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak, Surabaya, dalam sidang lanjutan Yuliatin Ali Samsia, Wiwik Hendrawati, dan Sri Jatiningsih, yang tersandung dugaan perkara kredit macet Bank Jatim Syariah hingga menimbulkan kerugian negara Rp 4,4 miliar.
Adapun dua Ahli itu adalah Dra Satria Murniyanti (auditor BPKP Jatim) dan Ahli Perbankan,DR Prawitra SH MH dari Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya.
Kedua saksi itu diperiksa secara bergiliran di depan Hakim Ketua Ferdinand Marcus Leander SH MH di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya, Kamis (6/6/2024).
Dalam keterangannya, Ahli BPKP Jatim, Dra Satria Murniyanti menyebutkan, bahwa Primkop (Primer Koperasi) UPN Surabaya diduga tidak menyalurkan dana yang berasal dari Bank Jatim Syariah, sesuai daftar nominatif, sehingga menimbulkan kerugian negara Rp 4,436 miliar.
Giliran Penasehat Hukum, Ahmad Suhairi SH MH bertanya pada Ahli BPKP Jatim, apakah ada permintaan penyidik Polrestabes Surabaya untuk ekspos telaah dari dokumen untuk audit perhitungan kerugian negara ?
"Ya benar, adapermintaan penyidik Polrestabes Surabaya untuk ekspos telaah dari dokumen untuk audit perhitungan kerugian negara. Hasil audit, diserahkan ke Polrestabes untuk perkara pidana," jawab Ahli.
Dijelaskan Ahli, bahwa hasil audit kerugian negara per-22 September sebesar Rp 4,43 miliar. Atau pinjaman yang macet sebesar itu.
Kembali Ahmad Suhairi SH bertanya pada Ahli, apakah tahu kerugian yang ditimbulkan oleh person dari ketiga orang (Yuliatin , Wiwik dan Sri Jatiningsih) masing-masing berapa ?
"Saya tidak tahu kerugian dari masing-masing ketiganya (Yuliatin CS)," jawab Ahli dengan nada datar.
Namun demikian, Ahli BPKP Jatim mengaku pernah melakukan klarifikasi dan wawancara dengan Yuliatin mengenai hal ini. "Kami melakukan wawancara dengan Yuliatin," ujar Ahli.
Ketika Hakim Ketua Ferdinand Marcus SH MH minta tanggapan kepada Yuliatin mengenai keterangan Ahli BPKP Jatim tersebut, apakah benar semuanya atau ada yang salah ?
"Keterangan Ahli BPKP itu salah semua. Saya tidak pernah wawancara atau diklarifikasi sama-sekali oleh BPKP. Saya tidak pernah komunikasi dengan BPKP," jawab Yuliatin.
Dalam keterangan Ahli BPKP Jatim menerangkan, bahwa ada penyimpangan dari Bank Jatim Syariah, selaku pemberi kredit, karena telah melakukan analisa pembiayaan, tanpa pengecekan anggota koperasi dalam daftar nominatif. Hal ini tidak sesuai perjanjian modal kerja.
Persyaratan pencairan,, seharusnya atas dasar rencana pinjaman anggota dibuat rekap nama-nama, jumlahnya, pengembalian, kesanggupan dan tidak macet.
"Surat permohonan belakangan, tidak melakukan pengecekan dulu. Terdapat anggota Primkop yang diajukan koperasi, memiliki angsuran 60 persen dari gaji bulanan. Tidak sesuai perjanjian modal kerja. Bank Jatim Syariah mewajibkan tidak melebihi 60 persen dari gaji. Dalam hal ini, bank berhak menolak," kata Ahli BPKP Jatim.
Bank berhak menolak, jika kemampua pemohon tidak sesuai analisa, penyela bank, yang tidak melakukann SOP. Walaupun ada laporan koperasi WTP (Wajar, Tanpa Pengecualian).
"Bank tidak melakukan survei lapangan. Ini adalah penyimpangan Bank Jatim Syariah yang mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran pinjaman," cetus Ahli BPKP Jatim ini.
Sementara itu, Ahli Perbankan,DR Prawitra SH MH dari UNAIR Surabaya mengatakan, Bank Jatim Syariah seharusnya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit dan tata kelola perusahaan.
Untuk proses kredi harus memenuhi 4 tahapan, yakni permohonan, analisa, rekomendasi dan persetujuan. Di sini, ada SOP yang dilanggar oleh pihak bank.
"Proses pencairan, melanggar SOP dan melanggar prinsip kehati-hatian," kata Ahli Perbankan.
Setelah keterangan dan pendapat Ahli BPKP Jatim dan Ahli Perbankan dirasakan sudah cukup, Hakim Ketua Ferdinand SH MH mengatakan, sidang akan dilanjutkan pada Kamis, 13 Juni 2024 mendatang, dengan agenda Penasehat Hukum akan mengajukan 2 Ahli dan saksi meringankan.
"Baiklah, sidang akan dibuka kembali pada Kamis (13/6/2024) dengan agenda mendengarkan 2 Ahli dan saksi ade-charge," ungkapnya seraya mengetukkan palunya sebagai pertanda sidang ditutup dan berakhir.
Sehabis sidang, Ketua Tim Penasehat Hukum, Ahmad Suhairi SH MH menegaskan, bahwa Ahli BPKP Jatim itu melakukan audit berdasarkan perintah atau permintaan dari penyidik Polrestabes Surabaya. Jenis audit yang dilakukan adalah audit kerugian keuangan negaa.
"Hasil audit diserahkan ke penyidik untuk kepentingan persidangan. Setelah saya tanyakan mengenai kerugian keuangan negara , BPKP menyebutkan Rp 4,4 miliar sekian. Itu kerugian negara kolektif. Sementara klien kami didakwa secara terpisah (split), sehingga kerugian negara seharusnya dipisah pula. Biar jelas, misalnya Yuliatin merugikan keuangan negara berapa. Ini tidak muncul," tukasnya.
Dipaparkan Ahmad Suhairi SH, karena perkara ini splitsing , maka alat bukti yang digunakan Yuliatin tidak bisa dijadikan alat bukti berikutnya. Kerugian itu harus jelas, tetapi sampai sekarang ini kerugian negara belum muncul.
"Kerugian negara muncul secara umum , tetapi kerugian negara secara spesifik terhadap perbuatan mereka masing-masing, tidak muncul,. Karena kerugian negara tidak muncul, maka mereka harus lepas. Misalnya Yuliatin merugikan keuangan negara berapa, Wiwik berapa, Sri Jatiningsih berapa. Ini tidak muncul," tandasnya. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar