SURABAYA (mediasurabayarek.net) - Sidang lanjutan terdakwa King Finder Wong, yang tersandung dugaan perkara memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik, dengan agenda mendengarkan pendapat dari Ahli pidana, DR Bambang Suheriyadi SH MH yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darwis SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, yang digelar di ruang Tirta 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (6/4/2024).
Nah, setelah Hakim Ketua Antyo Harri Susetyo SH MH membuka sidang dan terbuka untuk umum, langsung memberikan kesempatan kepada Jaksa Darwis SH untuk bertanya kepada Ahli terlebih dahulu.
Jaksa bertanya pada Ahli, tolong Ahli jelaskan mengenai pasal 266 KUHP ?
"Pasal 266 KUHP unsurnya adalah pemalsuan surat, yakni perbuatan menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik," jawab AHli.
Jaksa Darwis SH lantas mengilutrasikan, A dan B mendatangi pejabat dan membuat akta ingin seolah-olah membuat akta waris dan memberikan hartanya pada B. A datang secara lisan, tanpa data pendukung. Padahal, ada rumah, kantor dan rekening bank. Diminta sidik jari dan difoto tidak mau.
A hitung sebatang kara dan berkeluh kesah. Di belakang hari, diketahui bahwa A punya suami sah dan punya saudara kandung, kakak-kakaknya. Si B menerima wasiat datang ke kantor pejabat tersebut. Atas hal ini, tolong Ahli jelaskan ?
"Dalam pasal 266 ayat 1 diterangkan, menyuruh memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik. Ketika sesorang menghadap pejabat, harus memberikan ketrangan yang sebenar-benarnya. Kalau tidak dipenuhi, diancam pasal 266 ayat 1," jawab Ahli.
Pejabat tidak minta data otentik, sidik jari, surat cerai dan surat -surat lainnya. Dan semua, yang diberikan keterangan tidak benar, bisa dikenakan pertanggungjawaban pidana. Hal itu menyebabkan pejabat bisa dipertanyakan ahli waris yang ada.
Pejabat itu dianggap kurang kehati-hatian dalam membuatkan akta wasiat tersebut. Terhadap orang yang menghadap , yang memberikan keterangan tidak benar dikenakan pidana.
Sedangkan pasal 263 KUHP, yakni membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang menimbulkan perikatan atau pembebasan hutang. Pelaku jelas-jelas menghendaki perbuatan memalsukan surat.
Giliran Penasehat Hukum (PH) Pieter Talaway SH bertanya pada Ahli, dalam BAP, penyidik tidak mampu membuktikan kasus, apakah diberikan hak untuk menghentikan perkara ?
"Ya, benar diberikan hak untuk menghentikan perkara," jawab Ahli.
Lantas, PH Pieter Talaway SH mengilustrasikan dia memiliki STNK atas nama dirinya. Jadi, dia punya hak atas STNK tersebut. Kemudian dicari-cari ke mana-mana, tidak ketemu. Ternyata hilang.
Dan ternyata dipegang orang lain, dengan tujuan pemerasan. STNK benar dipegang seseorang dan membuat keterangan STNK hilang. Pemiliknya adalah yang namanya tertera di STNK itu. Pemilik berhak atas surat itu. Bagaimana pendapat Ahli ?
"Ya, benar adanya demikian," jawab Ahli singkat.
Perihal alat bukti kesaksian yang disampaikan di persidangan dengan sumpah yang dipakai dan dipergunakan oleh majelis hakim sebagai alat bukti. Bukan kesaksian dalam BAP.
Setelah keterangan Ahli dirasakan sudah cukup, Hakim Ketua Antyo SH mengatakan, sidang akan dilanjutkan dengan saksi ade charge (meringankan) dan Ahli dari terdakwa.
"Baiklah sidang akan dilanjutkan pada Selasa, 14 Mei 2024 mendatang," katanya seraya mengetukkan palunya sebagai pertanda sidang selesai dan ditutup.
Sehabis sidang PH Pieter Talaway SH mengungkapkan, jangan menghukum orang yang sudah mati. Ini asumsi yang dibangun seolah-olah orang yang mati ini berbuat memasukkan keterangan yang salah. Itu sudah tidak benar.
"Sampai hari ini, (pengenaan-red) pasal 266 dan pasal 263 KUHP tidak terbukti dan omong kosong aja. Katanya, faktanya, ada perempuan lain, tetapi dia tidak bisa buktikan bagaimana. Lalu, dia korbankan orang yang sudah meninggal," tukasnya.
Pelapor itu orang yang tidak punya hak apa-apa, kok tiba-tiba dapat harta itu.
"(Pembuatan) akta wasiat itu kehendak orang yang meninggal. Yang menerima wasiat itu pasif. Dan di dalam sidang, Notaris sudah omong, kalau dia diancam, masak mempercayai orang di luar sidang," tandasnya.(ded)
Sampai Hari ini, Pengenaan Pasal 266 dan 263 KUHP Tidak Terbukti, Hanya Omong Kosong Aja
0 komentar:
Posting Komentar