SIDOARJO (mediasurabayarek.net) - Sidang Hari bin Amin, yang tersandung dugaan perkara korupsi jual-beli lahan di Desa Jambean, Kecamatan Krash, Kabupaten Kediri, terus berlanjut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juanda Surabaya.
Tiga mantan Direksi PTPN X yang sudah dipanggil 3 (tiga) kali tidak hadir, akhirnya memenuhi panggilan Pengadilan Tipikor. Mereka adalah Sulton (mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan, serta pengadaan barangdan jasa PTPN X), Hanung Nugroho (mantan Direktur Keuangan PTPN X), dan Sugiono (mantan Dirut PTPN X).
Selain itu, juga hadir Satriya dan Eka (KJPP SISCO), serta Fatria, Ahli Penghitungan Kerugian Negara dari BPKP, Satan Budi (Dirjen Perbendaharaan ),Prof Imam (ahli Agraria), serta Sakran (Ahli kerugian negara).
Giliran saksi pertama yang diperiksa adalah Sulton (mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PTPN X), yang ditanyai oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Aditya SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kediri.
Jaksa Aditya SH bertanya pada saksi, tolong dijelaskan mengenai jabatan saksi ?
"Saya adalah Direktur Perencanaan dan Pengembangan PTPNX, yang masuk sebagai Ketua Tim PMN yang salah satunya mengerjakan proyek pembangunan pabrik geoetanol di Ngadirejo. Saya hanya sebatas sampai Juli 2016 dan kena perampingan (pensiun)," jawab saksi di ruang Candra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juanda Surabaya, Jum'at (15/3/2024)..
Kembali Jaksa Aditya SH bertanya pada saksi, apa yang saksi ketahui mengenai lahan 4.385 M 2 itu kepemilikan siapa dan apakah ada alas haknya ?
"Karena keterbatasan waktu bertugas, sampai batas perencanaan saja. Tidak tangani selanjutnya, karena sudah harus berhenti,"jawab saksi.
Namun demikian, saksi Sulton menerangkan, bahwa sebenarnya ada tim yang turun ke PG Ngadirejo dan melakukan koordinasi. Dari jasa konsultan proyek untuk lokasi pabrik harus ergonomik, sehingga dibutuhkan jalan tersendiri dari PG Ngadirejo. Sebab akan terjadi kepadatan (orang-red).
"Belum pelaksanaan dan tidak melakukan pendalaman, saya sudah diganti (purna). Mengenai kwitansi RP 344 juta (Uang Muka) dan transkasi tunai dengan Kades, saya tidak tahu. Juga appraisal, saya sudah lupa. Begitu pula dengan droping anggaran, juga tidak tahu," ucap saksi Sulton.
Sementara itu, saksi Hanung Nugroho (Dirkeu PTPN X) mengatakan, untuk lahan yang dipermasalahkan itu dalam daftar aset tidak terdaftar sebagai aset PTPN X.
"Perihal laporan appraisal kurang tahu, apakah jual -beli atau kompensasi. Saya tidak tahu hal itu. Lahan 4.385 M2 bukan aset PTPN. Laporan kajian teknis, hukum dan keuangan sudah semuanya," cetus Nugroho.
Hakim Ketua Sudarwanto SH bertanya pada saksi Hanung Nugroho, apakah laporan Legal sudah sampai status kepemilikan tanah ?
"Laporan Legal tidak sampai soal status kepemilikan tanah. Tetapi masuk bagian aset dan Umum. Mengenai perluasan lahan tidak masuk dan lahan itu tidak dikuasai oleh PTPN. Saya tidak melakukan kroscek," jawab saksi Nugroho.
Sedangkan soal transfer itu diurusi tim teknis keuangan dan sudah transfer sesuai yang dianggarkan perusahaan. Namun mengenai total anggaran, saksi Nugroho tidak tahu.
Perihal penilaian KJPP Abdullah, saksi Nugroho tidak tahu. Sebab, ada tim tersendiri yang mengecek keabsahan. Tetapi, laporan masuk ke direksi keuangan.
"Pengajuan pembayaran melalui saya, tetapi eksekusinya saya tidak tahu," kata saksi.
Ketika Penasehat Hukum (PH) Syaiful Anwar SH bertanya pada saksi Sulton, apakah tahu adanya surat yang diajukan Kades untuk pengembalian ?
"Saya tidak tahu bahwa Kades akan kembalikan. Saksi juga tidak tahu apakah obyek sengketa itu dijual beli atau ganti-rugi," jawab saksi.
Sementara itu, saksi Sugiono (Dirut PTPN X) mengatakan, bahwa Tim kajian teknis, harga dan legalitas tidak melaporkan kepada dirinya. Saksi juga tidak mendapatkan resume tentang pengecekan dan kepemilikan lahan itu seperti apa.
Hakim Ketua Sudarwanto SH menegaskan, bahwa Tim Legal tidak jalan, padahal perkara ini tinggal Tim Legal tanya BPN, tanah itu milik siapa, kasus ini tidak akan terjadi. Mulanya, tanah itu dikuasai Belanda (tanah RVO) yang diserahkan PG Ngadirejo, milik PTPN X.
Dalam persidangan ini, juga dihadirkan Satriya dan Eka (KJPP SISCO), yang dimintai keterangannya di persidangan.
Sehabis sidang, PH Syaiful Anwar SH mengungkapkan, saksi-saksi tidak menyalahkan Kades Hari yang disampaikan di persidangan. Karena sifat dan pendapat dari para Ahli tersebut masuk dalam pertimbangan hukum atau tidak, tergantung pertimbangan majelis hakim.
"Para saksi dari Direksi PTPN itu saling lempar tanggungjawab, siapa yang bertanggung juga membingungkan. PTPN menganggap tidak ada masalah, berarti tidak ada masalah. (Sebagaimana disampaikan-red) Dirut PTPN tadi. Jadi, semuanya bekerja sesuai porsinya, menurut analisa mereka," cetusnya.
Jadi, lanjut Syaiful Anwar SH, PTPN sendiri tidak merasa dirugikan dan merasa tidak bersalah,karena sudah prosedural menurut mereka. Acuan dari PTPN adalah tanah negara bebas, hal itulah yang muncul sampai sekarang.
Termasuk Tim Appraisal juga sama, untuk Appraisal pertama (KJPP Abdullah) menyebutkan jual-beli dan penggantian. Jadi yang masuk jual-beli ada 12 obyek yang dijual-beli. Sedangkan, satu penggantian adalah tanah desa (perkara yang disidangkan ini-red). Itu SPK pertama dari PG Ngadirejo.
"(Untuk perkara ini-red) adalah kompensasi. Kalau jual beli, tentunya banyak syaratnya," tukasnya.
Sedangkan Prof Imam (ahli Agraria) menegaskan, bahwa pemerintahan desa itu masuk dalam pemerintahan negara.
Sidang berikutnya pada Selasa, 19 Maret 2024, akan hadirkan 3 (saksi) ahli dari Univesitas Brawijaya, yakni ahli agraria, ahli pidana dan perdata dari Universitas Airlangga (UNAIR). (ded)
0 komentar:
Posting Komentar