SURABAYA (surabayarek.net) - Sidang lanjutan terdakwa King Finder Wong, yang tersandung dugaan perkara memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik, terus bergulirdi Pengadila Negeri (PN) Surabaya.
Kali ini, agenda sidang adalah pembacaan nota keberatan (eksepsi) yang dibacakan oleh Penasehat Hukum (PH) Pieter Talaway SH yang digelar di ruang Tirta 1 PN SUrabaya, Kamis (15/2/2024).
Setelah Hakim Ketua Antyo Harri Susetyo SH membuka sidang dan terbuka untuk umum, langsung memberikan kesempatan kepada PH Pieter Talaway SH untuk membacakan eksepsinya.
"Silahkan PH untuk membacakan eksepsinya," pinta Hakim Ketua Antyo Harri SH kepada Pieter Talaway SH.
Dalam eksepsinya, Pieter Talaway SH menyebutkan, bahwa surat dakwaan Jaksa penuntut Umum (JPU) telah disusun secara tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap dan keliru menempatkan perbuatan King Finder Wong, karena perbuatan terdakwa bukan merupakan tindak pidana.
"Oleh karenanya, demi kepastian hukum dan keadilan, kami mohon kiranya majelis hakim yang mengadili perkara ini berkenan memutuskan menerima keberatan dari PH. Menyatakan dakwaan pertama dan kedua terhadap terdakwa batal demi hukum. Atau menyatakan surat dakwaan Penuntut Umum terhadap terdakwa tidak dapat diterima," ucapnya.
Bahwa dakwaan Penuntut Umum telah disusun secara tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap. Pertama, Penuntut Umum dalam uraian dakwaan pertama dan kedua telah dengan tidak cermat mengkonkritisasi fakta yang telah dimanipulasi dengan cara menghilangkan fakta keterangan Notaris Dedi Wijaya SH MKN.
Yang tertuang dalam berita acara pemeriksaan saksi tanggal 25 Mei 2023 yang menyatakan bahwa Akta Wasiat Nomor 67 tanggal 30 November 2019 adalah isinya benar dan sesuai fakta yang sebenarnya.
Sedangkan Akta Pernyataan Pembatalan Isi Wasiat Nomor 67, sebagaimana Akta Nomor 2 Tanggal 6 Mei 2021 adalah dibuat dengan tekanan dan ancaman. Artinya Penuntut Umum menyusun dakwaannya didasarkan pada fabrikasi bukti yang sudah disangkal kebenarannya oleh Notaris Dedi Wijaya SH MKN, dalan keterangan hanya di tingkat penyidikan.
Kedua, yang membuat surat wasiat adalah Almarhum Aprilia Okadjaya, bukan terdakwa. Ironisnya, Penuntut Umum menyatakan ada seorang perempuan, namun tidak bisa membuktikan secara cermat siapa perempuan tersebut, dan siapa yang memberi keterangan atas pembuatan akta wasia tersebut.
Ketiga, akta wasiat adalah akta notariil, sehingga tidak mungkin terdakwa bisa memberikan keterangan tanpa perandari notaris pembuat akta tersebut. Dengan kata yuridis konstruksi pasal 266 ayat 1 KUHP tidak mungkin lepas dari konstruksi pasal 55 atau 56 KUHP.
Keempat, akta wasiat secara formal maupun materiil telah memenuhi aturan hukum, yaitu tercatat pada daftar pusat wasiat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan diakui kebenaran atas isi akta wasiat oleh Notaris Dedi Wijaya SH MKN, selaku pembuat akta wasiat.
Kelima, Penuntut Umum tidak cermat dalam menguraikan elemen dakwaan pasal 263 ayat 1 KUHP. Bahwa trdakwa bukan pembuat surat keterangan kepolisian dan isinya surat sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.Artinya, uraisan pasal aquo dalam dakwaan kedua juga tidak cermat.
"Bahwa terdakwa hanyalah penerima wasiat yang memang menjadi kemauan terakhir ALmarhum Aprila Okadjaya, Tidak ada satupun bukti yang membuktikan akta wasiat bukan dibuat oleh Almarhum Aprilia Okadjaya, selaku pewaris testamenter. Artinya, proses mendakwa oleh Penuntut Umum tidak dilandasi prinsip dan standar pembuktian," kata Pieter Talaway SH.
Sehabis sidang, Pieter Talaway SH mengungkapkan, dipaksa mengatakan seolah-olah surat kuasa itu palsu. Tetapi di kepolisian, Notaris mengakui bahwa dia dipaksa menyatakan bahwa surat kuasa itu palsu. Padahal, itu surat kuasa asli.
Jaksa menyatakan ada perempuan lain yang dibawa, perempuan itu siapa. Ini perkara pidana, hal itu hanya sangkaan. "Jadi, terdakwa King Finder Wong dikriminalisasi dalam perkara ini," tukasnya. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar