SURABAYA (mediasurabayarek.net) - Sidang lanjutan terdakwa Edy Mukti Wibowo, yang tersandung dugaan perkara penipuan dengan pinjam modal untuk mengerjakan proyek, terus bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Kali ini agendanya menghadirkan saksi ade charge (meringankan) , yakni Fariza yang digelar di ruang Sari 3 PN Surabaya.
Dalam persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Sutrisno SH, saksi Fariza menyatakan, bahwa Edy Mukti ini mempunyai hutang kepada Mochamad Soleh sebesar Rp 700 juta dan berniat melunasi. Namun, Soleh justru meminta uangnya dikembalikan sebesar Rp 2,3 miliar.
"Sebenarnya, menurut Edy Mukti bahwa hutanya ke Sholeh hanya Rp 700 juta. Dan jika ditambah dengan bunganya sekitar Rp 1,3 miliar," ujar saksi Fariza.
Menurut saksi, upaya melunasi hutang-hutangnya ini , Edy Mukti pernah sebanyak 5 (lima) kali mendatangi rumah Sholeh untuk bernegosiasi untuk menyelesaikan hutangnya. AKan tetapi, tidak pernah mencapai kata sepakat.
"(Setahu saya) Pak Sholeh kekeuh minta dibayar sebesar Rp 2,3 miliar," ucap Fariza.
Ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) Furkhon Adi Hermawan SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya bertanya pada saksi, apakah terdakwa pernah membayar hutangnya kepada M Sholeh?
"Hingga sekarang ini hutang tersebut belum dibayar oleh Pak Edy," jawab saksi singkat.
Sehabis sidang , Penasehat Hukum (PH) Tri Sandi Wibisono SH MH menyatakan, keterangan yang sudah disampaikan oleh saksi Fariza memang benar adanya demikian.
"Korban itu mintanya Rp 2,3 miliar lebih. Padahal dari terdakwa sendiri kalau kewajibannya plus bunga 13 persen per tahun, hanya Rp 700 juta sekian. Selisihnya sangat jauh," katanya.
Menurut PH Tri Sandi SH, Edy Mukti saat ini tengah mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) di PN Surabaya yang ingin menyelesaikan hutang terdakwa itu berapa kepada korban (Soleh). Hutang itu akan dibayar oleh terdakwa Edy.
Gugatan perdata yang dilayangkan oleh Edy Mukti itu teregister Nomor perkara 1372/Pdt.G/2023/PN.Sby. Dalam hal ini terdakwa Edy Mukti selaku pemohon meminta PN SUrabaya memutuskan dan menetapkan berapa hutang yang harus dibayar oleh terdakwa kepada korban.
"Terdakwa Edy Mukti sudah beberapa kali datang ke rumah korban, untuk melakukan pembayaran. Tetapi, nominal yang diajukan korban sangat tinggi dan tidak masuk akal. Sedangkan hutang dengan bunga hanya Rp 1,3 miliar. Korban minta Rp 2,4 miliar. Bunga tinggi itu tidak ada dalam perjanjian," ungkap PH Tri Sandi SH.
Sebagaimana diketahui, dalam dakwaan Jaksa Furkhon Adi Hermawan SH menyebutkan, bahwa terdakwa Edy Mukti dan korban Mohammad Soleh sudah saling mengenal sejak tahun 2017 lalu.
Bahkan keduanya bekerjasama dalam pekerjaan proyek, dengan posisi terdakwa Edy Mukti sebagai pelaksana proyek. Sedangkan Soleh sebagai pemberi modal dengan keuntungan 10 persen sampai 45 persen.
Jangka waktu pengembalian paling lama 10 hari, setelah proyek selesai dikerjakan.
Dalam kurun waktu 9 Februari 2021 hingga 25 September 2022, terdakwa mendatangi rumah SOleh di Jl, Banyu Urip Nomor 15 A Surabaya untuk menawarkan 7 kerjasama pekerjaan proyek yang berada di sejumlah tempat berbeda dengan janji akan memberikan keuntungan sebesar 10-45 persen dari nilai proyek dengan menunjukkan SUrat Perintah Kerja (SPK) yang diakui dikerjakan oleh terdakwa Edy Mukti.
Antara Edy Mukti dan Soleh adalah teman lama, serta selama menjalin kerjasama sebelumnya tidak ada masalah. Akhirnya Soleh memutuskan menyerahkan modal sebanyak Rp 1.535.000.000 baik melalui transfer ke rekening BCA atas nama Edy Mukti maupun secara tunai.
Ketika pekerjaan telah selesai sesuai jadwal yang ditentukan, terdakwa Edy Mukti tidak kunjung memberikan keuntungan maupun mengembalikan modalnya kepada Soleh. Meskipun Soleh sudah berkali-kali melakukan penagihan, terdakwa berdalih bahwa pekerjaan-pekerjaan tersebut belum dibayar oleh pemilik proyek. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar