SIDOARJO (mediasurabayarek.net) - Kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Putu dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Perak, Surabaya, menghadirkan 3 (tiga) saksi , yakni Agung Setyo Nugroho, Arya Lelana (Tim Subdit Kredit korporasi Bank jatim) dan Wonggo (Tim Subdit Kredit korporasi).
Ketiga saksi dihadirkan dalam sidang lanjutan terdakwa Bram Kusno Harjo (Komisaris PT SEP/Semesta Eltrindo Pura) dan Henri Kusno Harjo (Direksi PT SEP), yang tersandung dugaan perkara kredit macet di Bank Jatim senilai Rp 7,5 miliar, yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya.
JPU Putu SH bertanya pada saksi Arya Lelana, apakah saksi ketemu dengan kedua terdakwa ketika proses pengajuan kredit dari PT SEP/ Semesta Eltrindo Pura) ?
"Saya tidak ketemu ketika proses pengajuan kredit PT SEP. PT SEP mengajukan kredit modal kerja Polakepre --kredit pekerjaan yang diterima dari pemberi kerja--yakni PT Wika," jawab saksi.
Yang dijadikan jaminan pekerjaan yang diberikan PT Wika kepada PT SEP. Untuk mendapatkan persetujuan kredit atas rekomendasi dan usulan dari Analis kredit dan pimpinan bank.
Seingat Arya Lelana, yang mengajukan kredit atas nama PT SEP (Henri Kusno Harjo, selaku Direksi PT SEP). Saksi tidak tanda tangan akta kreditnya.
"Ketika di BAP penyidik, posisi kreditnya macet. Untuk kredit dengan Polakepres itu harus dilewatkan Bank Jatim. Tidak bisa rubah , tanpa sepengetahuan Bank Jatim," ucapnya.
Sementara itu, saksi Wonggo menyatakan, perihal detil permohonan kredit tidak mengetahuinya, namuan usulan Subdit kredit diteruskan ke Direksi untuk mendapatkan persetujuan pembiayaan PT SEP.
"Batas kewenangan plafonnya Rp 20 miliar. Akan tetapi, kewenangan kami hanya Rp 5 miliar. Perihal status kreditnya, kami tidak tahu. Karena sudah pensiun dari Bank Jatim. Ada surat dari Bank Jatim ke pemberi kerja agar tidak mengalihkan pembayaran termin ke bank lain. Mengenai pencairan tidak paham, karena menjadi kewenangan cabang," katanya.
Sedangkan, Agung Setyo Nugroho mengatakan, status kredit PT SEP macet sejak tahun 2015. Hasil audit menunjukkan ada debet pokok masih Rp 7 miliar sekian. Bunga Rp 2 miliar sekian.
"Lakukan auditik tematik, dengan memeriksa dokumen karena sudah lama. Hasil dari wawancara, penyebabnya adalah ada pengalihan termin dan dialihkan ke bank lain," cetusnya.
Kini giliran Ketua Tim Penasehat Hukum (PH) terdakwa, Jackson Silangi SH bertanya pada saksi Wonggo, apakah PT SEP ada jaminan tambahan ?
"Saya lupa Pak, soal ada jaminan tambahan atau tidak pada PT SEP. Namun demikian, ada surat kesepakatan PT SEP dan PT Wika untuk membayar kredit di rekening PT SEP di Bank Jatim.," jawab saksi.
Kembali PH Jackson Silangi SH bertanya pada saksi, pada tahun 2015 PT SEP dinyatakan macet, namun pada tahun 2016 dan 2017 tetap melakukan pembayaran, apakah saksi tahu ?
"Kalaupun ada angsuran, harus diterima untuk angsuran kredit," jawab saksi.
Ketika PH Jackson Silangi SH bertanya pada saksi Agung, apakah tahu ada agunan rumah di Jl Jemursari dan 2 tanah di Gresik dan sertifikat diikat dengan hak tanggungan di BPN ?
"Kendati sertifikat diikat dengan hak tanggungan di BPN , bukan berarti otomatis PT SEP sudah tidak punya tanggungan lagi," jawab saksi.
Sehabis sidan, PH Jackson Silangi SH mengungkapkan, ada 3 (tiga) sertifikat agunan tambahan yang sudah diikat dengan hak tanggungan dari BPN.
Sebagaimana disampaikan Wonggo, bahwa pembayaran kredit bisa dilakukan di luar mekanisme termin, sehingga tahun 2016 dan 2023 tetap dilakukan pembayaran.
"Intinya, terdakwa beretikad baik, sampai tahun 2023 tetap melakukan pembayaran. Seperti penjelasan Melvin, bahwa PT SEP tetap kooperatif ketika dihubungi, bahkan PT SEP tawarkan agunan tambahan, kalau agunan yang diberikan tidak cukup. Tetapi, Bank Jatim belum menerima agunan tambahan itu. Itu semata-mata bukan kesalahan dari PT SEP. Ada etika baik untuk melunasi," katanya. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar