728x90 AdSpace

  • Latest News

    Sabtu, 20 Januari 2024

    Peranan Terdakwa Zainal Sangat Kecil Sekali, Tidak Ada Uang Sepeserpun Masuk Ke Zainal.

     





    SIDOARJO  (mediasurabayarek.net) -  Sidang lanjutan terdakwa Akhmad Zainal,  yang tersandung dugaan perkara korupsi pengadaan kapal cepat dan kapal tongkang di PT Sumekar, telah memasuki babak pemeriksaan terdakwa yang digelar di ruang Candra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juanda Surabaya, JUm'at (19/1/2024).

    Penasehat Hukum (PH) terdakwa, yakni Cipto SH dan terdakwa Zainal, memohon kepada Hakim Ketua SUdarwanto SH MH untuk menggelar pemeriksaan terdakwa pada Selasa (23/1/2024) mendatang secara off-line (dihadirkan dalam persidangan-red), sekaligus pemeriksaan saksi meringankan dan Ahli.

    Namun permintaan PH Cipto SH dan terdakwa Zainal tidak dikabulkan majelis hakim dan pemeriksaan terdakwa tetap dilaksanakan pada Jum'at (19/1/2024), hari itu juga. Dengan alasan, masa penahanan terdakwa sudah mepet dan tidak bisa ditunda lagi.

    Apalagi sebelum pemeriksaan terdakwa, telah diperiksa saksi Budiman, Komisaris PT Budiman Indah Perkasa dan Farian serta Dicky Maulidana--auditor yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Indra SH.

    Meskipun keberatan , akhirnya pemeriksaan terdakwa tetap dilaksanakan pada hari itu juga. Namun begitu, pemeriksaan terdakwa berjalan lancar.

    Hakim Ketua Sudarwanto SH mempersilahkan JPU Indra untuk bertanya kepada terdakwa Zainal terlebih dahulu. Jaksa pun bertanya pada terdakwa mengenai apakah saudara terdakwa mengundang Umar di Sumekar ?

    "Saya tidak mengundang Umar ke Sumekar. Tetapi kami bertemu M Syafii dan Umar di Sumekar. Itu urusannya Pak Syafii," jawab terdakwa.

    Kembali Jaksa Indra bertanya pada terdakwa, apakah Zainal diajak Dirut M Syafii ke Sorong untuk melihat kapal ?

    "Pada pertengahan Mei 2019, saya diajak Dirut ke Sorong untuk melihat kapal.  Pak Syafii memaksa (beli kapal). Di sana, ada perwakilan PT Fajar Indah Line dan terjadi kesepakatan pembelian kapal. Uang muka (DP) sebesar Rp 500 juta. Dibuatkan tanda terima, namun yang buat tanda terima itu saya tidak tahu," jawab terdakwa.

    Sempat disampaikan bahwa pembeli kapal adalah BUMD/PT SUmekar dan uang RP 500 juta ditransfer. "Ketika ada pembayaran lagi, saya tidak tahu," ucap terdakwa.

    Di laporan keuangan SUmekar nilainya sebesar Rp 2,6 miliar. Ini seharusnya sepengetahuan Direktur. Zainal sendiri, tidak pernah ketemu pemilik PT Fajar Indah Line.  Setelah RUPS, hal itu menjadi tanggungjawab direksi.

    Kembali Jaksa Indra bertanya pada terdakwa mengenai biaya doking pada tahun 2019 atas kapal milik SUmekar. Apakah doking itu ada ?

    "Doking dilakukan setiap tahun. Ada doking 2 (dua) kapal DBS 1 di galangan Ben Santoso dan DBS 3 di galangan Adiluhung. Saya melihat fisik kapal yang doking di kedua tempat itu. Perihal biaya doking, saya tidak tahu. Juga mengenai uang yang dikeluarkan perusahaan, saya tidak tahu," jawab terdakwa.

    Pengadaan kapal cepat dan kapal tongkang 2019 itu tidak ada RKA (Rencana Kerja Anggaran) Sumekar. Tetapi untuk doking ada RKA-nya. RKA-P 2019 sudah dibuat, tetapi belum disahkan.

    Kini giliran PH Cipto SH bertanya pada terdakwa mengenai bagaimana pendapat terdakwa terhadap pembelian kapal itu ?

    "Sumekar belum waktunya untuk membeli kapal cepat. Tetapi, Pak Syafii memaksa," jawab terdakwa.

    Terdakwa tidak tahu mengenai pembayaran Rp 8 miliar, yang sisanya Rp 500 juta itu. Waktu Umar datang ke kantor SUmekar, yang membuat keputusan Umar membuat kapal adalah dari Bendahara.

    Terdakwa Zainal mengatakan, bahwa dia tidak mendapatkan sesuatu (imbalan) dari pengadaan 2 kapal dan doking tersebut. Terdakwa hanya menjadi 'ban-serep' dan tidak mendapatkan apa-apa. 

    Sehabis sidang, PH Cipto SH mengatakan, dalam konteks kapal cepat, dugaan keterlibatan Zainal adalah  waktu dilakukan pembayaran DP sebesar Rp 500 juta kepada PT Fajar Indah Line untuk pembayaran kapal cepat Sumber Bangka 7 . 

    Pada 17 Juli 2019, Zainal diajak ke Sorong untuk survei dan melihat kapal. Ajakan dari  Syafii (almarhum) di salah satu cafe di Sumenep

    "Syafiil ajak Zainal ke Sorong untuk melakukan survei. Ternyata sampai di sana, Syafii tidak sekadar survei, tetapi juga membuat keputusan untuk membeli kapal. Nah, karena Syafii buat keputusan buat membeli kapal, maka jadilah dialog perdebatan sengit antara Zainal dan Syafii," tukasnya.

    Padahal, Zainal sadar betul bahwa kalau membeli kapal tetap salah, karena belum ada RKA dan belum dilaksanakan RUPS. Sampai Zainal menghubungi Laeli, Kabag Perekonomian. Bahkan, Pak Laeli memberikan saran yang sama, jangan membeli kapal, karena belum ada RKA dan RUPS.

    "Ada semacam tekanan dari Pak Syafii, bahkan ketika melakukan percakapan dengan Pak Laeli, tersambung dan ketahuan Pak Syafii. Siapa itu ? Itu kewenangan kita (Syafii). Sebetulnya, Pak Zainal sejak awal sudah melarang untuk membeli kapal, hanya melihat-lihat atau survei , apakah kapal itu layak dibeli atau tidak," tandas Cipto SH.

    Setelah pulang ke Sumenep, sebetulnya akan menyiapkan kelengkapan administrarifnya, termasuk RKA dan RKAP dan harus disetujui RUPS. Ternyata bergeming dan Zainal luluh, ketika Syafii menyatakan bahwa sudah ada persetujuan dari Buya.

    Kalkulasi lain dari Zainal, lanjut Cipto SH, bahwa dalam waktu seminggu tidak mungkin melunasi pembelian kapal itu. Total harga kapal cepat Rp 9 miliar. Tinggal Rp 8,5 miliar.

    Zainal melihat kondisi keuangan PT SUmekar yang tidak sehat dan yakin dalam seminggu bisa membayar kapal itu.

     "Posisi Pak Zainal hanya sebagai saksi dalam pembuatan tanda terima DP Rp 500 juta itu. Jadi, ada 2 faktor dugaan keterlibatan Pak Zainal, karena Syafii menyatakan sudah ada persetujuan dari Buya dan karena Zainal yakin bahwa dalam seminggu, PT Sumekar bakal gagal pembayaran kapal," katanya.

    Kalau gagal dalam pembayaran, menurut Cipto SH, kesepakatan yang dibangun waktu itu, maka DP yang sudah dibayar RP 500 juta itu akan dibalik 100 persen. Paska penandatanganan itu, Zainal sudah tidak terlibat lagi. Karena tidak dilibatkan sejak awal.

    Setelah seminggu dibuat kesepakatan yang dibuat antara PT Fajar Indah Line dan PT Sumekar, ternyata betul terjadi gagal bayar. Ada negosiasi yang dilakukan Asrawiyadi atas perintah Syafii, sesuai fakta persidangan.

    "Kalau mengenai kapal tongkang, Pak Zainal tidak tahu menahu hal itu," ceus Cipto SH.

    Sedangkan, untuk doking sudah diklarifikasi dengan mendatangkan Ahli. Pada laporan keuangan PT SUmekar tahun 2019, memasukkan doking sebagai hal yang dianggap tidak wajar. Pada laporan keuangan 2020 (reklafikasi) berupa mengajukan kembali lapongan keuangan 2019.

    "Adanya reklafikasi itu, dalam  3 konteks itu dinyatakan sebagai piutang  istimewa. Biaya doking memang terjadi dan riil," kata Cipto SH.

    Peranan Zainal sangat kecil sekali. Zainal mestinya dikenakan pasal 55 KUHP (turut serta). "Jaksa belum mampu membuktikan Zainal terlibat. Kami ajukan saksi ade-charge (meringankan)," imbuhnya.

    Dalam konteks perbuatan pribadi Zainal, tidak ada aliran uang yang masuk ke rekening Zainal maupun rekening keluarganya. Tidak ada bukti yang mendukung Zainal menerima uang. Tidak ada sepeserpun uang yang masuk ke Zainal. (ded) 





    • Blogger
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Peranan Terdakwa Zainal Sangat Kecil Sekali, Tidak Ada Uang Sepeserpun Masuk Ke Zainal. Rating: 5 Reviewed By: Media Surabaya Rek
    Ke Atas