728x90 AdSpace

  • Latest News

    Senin, 02 Oktober 2023

    Ahli Psikolog Forensik Sebut Resume Medis Cacat Hukum

     



    SURABAYA (mediasurabayarek.com) - Kali ini sidang lanjutan gugatan pembatalan penetapan Pengampuan yang diajukan oleh Fransisca (Penggugat) melawan Justini Hudaya (Tergugat) , dengan agenda mendengarkan keterangan saksi Meggy (fashion desainer) dan Ahli Psikolog Forensik, A Kasandra Putranto.

    Saksi Meggy mendapatkan giliran pertama untuk diperiksa dan didengarkan keterangannya di depan Hakim Ketua  Astawa SH MH ini digelar di ruang Kartika 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (2/10/2023).

    Kuasa Hukum Penggugat,  Andi Darti SH bertanya pada saksi Meggy , apakah saudara saksi kenal dengan  Harjanti Hudaya ?

    "Saya kenal  Harjanti Hudaya  dikenalkan teman, Harjanti bikin baju. Awalnya bikin baju dan ada pertemuan-pertemuan lainnya. Saya berteman biasa selama 2018," jawab saksi.

    Saksi tidak tahu  Harjanti Hudaya melakukan pemeriksaan dan meminum obat penenang. Sebab, selama berteman dengan  Harjanti pergi bersama di Bali selama 3 (tiga) hari.

     Harjanti tidak pernah terlihat cemat dan happy saja (bahagia terus-red). Bahkan, tidak pernah kelihatan stress. Rencana ke Bali, katanya akan buka butik , ternyata hura-hura.

    Saksi Meggy pernah bertemu sekitar 10 kali dengan  Harjanti Hudaya. Bahkan saksi pernah datang ke rumah atau tempat tinggal  Harjanti dan pernah datang ke apartemen dengan mengundang teman-temannya di Kelapa Gading.

    Kembali Kuasa Hukum Penggugat,  Andi Darti SH bertanya pada saksi Meggy , apakah tahu Harjanti mengkonsumsi ineks ?

    "Saya tidak tahu hal itu, namun di tempat tinggal Harjanti banyak koleksi alkohol. Sifat dia borju dan hura-hura," jawab saksi.

    Saksi juga mengaku tidak pernah tahu dan melihat Harjanti melompat dari apartemen. Dia normal-normal saja.

    Ketika diberitahu kepada saksi, bahwa Harjanti gila dan stress, saksi Meggy kaget dan tidak percaya.

    Sementara itu, Kuasa Hukum Tergugat bertanya pada saksi,apakah kenal dengan Justini Hudaya ?

    "Saya tidak kenal dan tidak tahu Justini Hudaya. Dia (Harjanti) happy terus, tidak tahu Harjanti selalu minum sehat. Ada konflk dengan Harjanti , karena 2 (dua) kali bikin baju, membayar bajunya susah. Dia (berlagak) borju dan pamer-pamer. Harjanti adalah ibu rumah tangga," jawab saksi.

    Giliran Kuasa Hukum Penggugat,  Andi Darti SH bertanya pada Ahli Psikolog Forensik, A Kasandra Putranto , apakah diagnosis selalu berubah-ubah atau tetap ?

    "Pada dasarnya harus dibedakan pemeriksaan kesehatan mental antara orang biasa dengan yang berstatus tersangka. Lazimnya, pemeriksaan kesehatan jiwa untuk kepentingan hukum, harus dilakukan oleh tim yang dipimpin oleh dokter kesehatan jiwa, dokter umum dan dibantu psikolog," jawab Ahli.

    Dijelaskan Ahli, dalam Permenkes No 77 Tahun 2015 disebutkan bahwa permintaan pemeriksaan jiwa , terkait masalah hukum harus diberikan berdasarkan permintaan dari penyidik Kepolisian.

    Begitu pula dengan pembuatan laporan berdasarkan permintaan khusus, terkait masalah hukum. Dan yang melakukan pembayaran menjadi tanggungjawab dari si pemberi perintah, yakni Kepolisian.

    Perspektif psikolog bahwa Harjanti terkena gangguan kejiwaan. Tidak ada gejala halusinasi, distorsi realita, atau masalah psikotik. Masuk dalam Orang Dengan Masalah Kejiwaan  (ODMK) yang dinilai lebih ringan.

    Ini berbedangan ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) yang memiliki ciri-ciri khas, seperti depresi berat, halusinasi, psikotik lebih berat, bahkan kehilangan kesadaran dan tertekan).

    Dengan status tersangka, seharusnya dipastikan dengan baik mengenai proses pemeriksaan, kondisi tersangka dan cukup kompetern untuk meneruskan proses hukum.

    "(Penderita) ODMK umumnya cakap hukum, kecuali yang berat sekali dan harus ditentukan oleh hasil pemeriksaan dari tim dokter kesehatan. Spesialis kejiwaan punya kewajiban periksa kesehatan fisik dan mental, " tegas Ahli.

    Dalam pasal 44 ayat 1, disebutkan seseorang bisa dinyatakan tidak bisa dilanjutkan proses hukumnya, jika terbukti terganggu kejiwaannya. Untuk tersangka yang mengalami gangguan kejiwaan mengalami perawatan sekurang-kurangnya 1 tahun.

    Menurut Ahli, SP-3 (Surat Penghentian Penyidikan Perkara) diberikan Kepolisian, karena tidak cukup bukti, bukan ranah pidana dan batal demi hukum. Tidak ada karena gangguan kejiwaan.

    Dalam perkara ini, tidak ada surat pengantar atau permintaan dari penyidik kepolisian, tidak dilakukan pemeriksaan oleh tim dokter,dan hasil diagnosis berbeda-beda dan berulang.

    "Apalagi berlaku 6 (enam) bulan, hal ini tidak lazim. Intinya, resume medis ini cacat hukum," kata Ahli.

    Dalam perkara ini, lanjut Ahli, ada pidana piutangnya, saat ditangkap tersangka tidak sehat mental dan masuk UGD RS Dr Soetomo. Seharusnya ada surat pengantar dari penyidik Kepolisian, harus ada perawatan dan jika sudah selesai dikembalikan ke kepolisian.

    "Ini nggak (demikian). Tidak dikembalikan , lalu dititipkan pengampuan. Pengampuan adalah peristiwa hukum lain. Dan hasilnya digunakan ke pidana lagi. Bahkan saya dengar digunakan untuk menggugat Ibu Fransisca di kasus lain lagi," cetus Ahli.

    Artinya, kata Ahli, kalau lagi ditangkap tidak cakap hukum, begitu mau melaporkan (tersangka ) , cakap hukum. 

    Diungkapkan Ahli, bahwa SP-3 itu bisa dikeluarkan karena 3 (tiga) alasan. Yakni pertama, ternyata bukan perkara pidana, tetapi ini perkara pidana, suaminya sudah masuk. kedua, tidak cukup bukti, tetapi buktinya cukup. Ketiga batal demi hukum.

    Seharusnya pengampuan ini tidak boleh dikabulkan, karena statusnya sudah tersangka. Dalam hal ini, Pemohon tidak boleh menyediakan bukti-bukti sendiri, karena berstatus tersangka.

    Seharusnya yang menyediakan bukti-bukti asessment atau apapun, mestinya penyidik. Juga dalam hal menegakkan diagnosis pun tidak boleh seorang SPKJ (Spesialis Kedokteran Jiwa). Kalau orang bisa boleh mendiagnosisi seseorang gila. Tetapi, kalau sudah berstatus tersangka itu wajib Psikiater Forensik. 

    Sebagaimana diketahui, dalam penetapan pengampuan Perkara Nomor 108/Pdt.P/2022/PN Sby tanggal 9 Februari 2022 yang di peroleh Justini Hudaja (Tergugat) terhadap adik perempuannya yang bernama Harjanti Hudaya.

    Atas penetapan pengampuan ini, Fransisca merasa sangat dirugikan,   karena digunakan oleh Harjanti Hudaya untuk menghindar dari proses hukum yang menjeratnya di Polda Metro Jaya bersama-sama dengan suaminya, Subandi Gunadi.

    Oleh sebab itulah,  Fransisca mengajukan  gugatan Pembatalan Pengampuan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. (ded)


    • Blogger
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Ahli Psikolog Forensik Sebut Resume Medis Cacat Hukum Rating: 5 Reviewed By: Media Surabaya Rek
    Ke Atas