728x90 AdSpace

  • Latest News

    Selasa, 24 Oktober 2023

    Ahli Pidana Sebut Pengampuan Tidak Boleh Digunakan Untuk Perkara Pidana , Tidak Menggugurkan Perbuatan Pidana

     

     


    SURABAYA (mediasurabayarek.com) -  Sidang gugatan pembatalan penetapan Pengampuan yang diajukan oleh Fransisca (Penggugat) melawan Justini Hudaya (Tergugat) dilanjutkan dengan agenda mendengarkan keterangan Ahli Pidana Prof. DR Sadjijono SH MHum dan dr Nining Febriyana, yang digelar di ruang Kartika 1 ,  Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (23/10/2023).

    Dalam persidangan, Prof Dr H  Sadjijono  SH MHum (Dosen Universitas Bhayangkara Surabaya) menyatakan, bahwa  terkait pengampuan yang terpenting adalah digunakan untuk apa ?. 

    Permohonan pengampuan untuk kepentingan perdata, seperti waris atau lainnya. Pengampuan tidak boleh untuk kepentingan pidana. Jadi, pengampuan itu ada dua, yakni secara pribadi dan secara instansi  (untuk kepentingan hukum).

    Ketika Kuasa Hukum dari Penggugat Ir. Andy Darti SH bertanya pada Ahli, apabila pengampu statusnya ada tersangka dan pihak instansi (Polda Metro Jaya) meminta bukti visum. Tetapi, anehnya bukti visium itu yang mendapatkan adalah pihak pengampu dan lebih satu bulan lamanya. Bagaimana pendapat Ahli dalam hal ini ?

    "Saya mendengar  kalau pengampuan itu ada peristiwa pidananya. Menurut konsep hukum apabila perbuatan pidana dilakukan, sebelum mendapatkan pengampuan (mengalami ganguan jiwa) bisa dikatakan itu normal. Ini berdasarkan Pasal 44 KUHP," jawab saksi.

    Kembali  Andy Darti SH bertanya pada Ahli mengenai pertangungjawaban dan apakah tetap harus dibawa ke Pengadilan ? 

    “Mestinya terampu tetep dibawa ke pengadilan, karana perbuatan pidananya dilakukan sebelum mendapatkan pengampuan,” jawab Ahli.

    Dijelaskan Ahli, perihal waktu untuk bukti visum bisanya 14 hari setelah surat dikirimkan dan bisa diperpanjang atas persetujuan dari penyidik. SUrat bukti visum harusnya dikirim dari lembaga ke lembaga.

    Sebagaimana diketahui, Francisca mengajukan permohonan pembatalan pengampuan terhadap Justini Hudaja. Permohonan diajukan setelah PN Surabaya mengabulkan Justini Hudaja sebagai pengampu dari Harjanti Hudaya, tersangka kasus dugaan penipuan dan penggelapan.

    Diberitakan dalam berita sebelumnya, bahwa Harjanti Hudaya ditetapkan sebagai tersangka kasus penipuan dan penggelapan oleh Polda Metro Jaya bersama suaminya yakni Subandi Gunadi.

    Baik Harjanti dan suaminya ditetapkan sebagai tersangka atas laporan Francisca. 

    Sementara itu, saksi dr Nining Febriyana, yang merawat Harjanti Hudaya selama menjalani perawatan di RSUD Dr Soetomo Surabaya, mendapatkan giliran memberikan keterangannya di persidangan.

    dr Ninining dihadirkan oleh Tim Kuasa Hukum Tergugat, dan  membenarkan bahwa dirinyalah yang bertugas merawat Harjanti Hudaya sebagai pasien sakit jiwa.

    ”Memang benar, saya yang menangani Ibu Harjanti,” katanya.

    dr Nining menerangkan, perihal kondisi awal Harjanti saat pertama kali menjalani opname di Psikiatri Jiwa. Mulanya, ketika opname (Harjanti) dalam kondisi depresi yang berat. 

    Apabila ditanya jawaban Harjanti, selalu lupa dan kondisinya menangis terus. Dia juga tidak bisa menceritakan apa-apa lagi. Kalau ditanya selalu dijawab lupa.

    dr  Nining mengaku,  menerima pasien bernama Harijanti dengan diantar oleh Petugas dari Kepolisian Polda Metro, sejak 31 Desember 2021.Ketika Harjanti datang ke rumah sakit pada pagi hari dan  kondisi dropnya, karena depresinya kambuh.

    Terkait Visum Et Repertum, dokter Nining menyatakan dikeluarkan pihak rumah sakit berdasarkan permintaan dari Kepolisian.

    Dijelaskan dr Nining, bahwa Harjanti mengalami bipolar, terkadang merasa  sedih dan terkadan bahagia. Pada umumnya, dominan pasien yang mengalami Bipolar tidak mengenal realita lagi. Kronisnya merasa bersalah, merasa tidak berguna dan puncaknya dapat mengancam jiwa, yakni bunuh diri.

    Sementara itu, sewaktu  Andy Darti SH, kuasa hukum Penggugat  bertanya pada dr Nining,  apakah sebagai dokter,  mengetahui tentang Permenkes Nomor 77 Tahun 2015. 

    "Saya tidak mengetahui tentang Permenkes tersebut," jawabnya singkat. Atas jawaban ini, dinilai Andy Darti SH terasa aneh dan janggal, seharusnya saksi tahu akan Permenkes 77 Tahun 2015 .

    Sehabis sidang, Andy Dartik SH mengatakan, jika surat tersebut  melewati ketentuan yang ditetapkan Undang-Undang , maka surat tersebut tidak dapat digunakan sebagai bukti.

    "Dalam permohonan penetapan itu, tidak melampirkan visum repertum psikiatrum. Lebih anehnya lagi, harusnya visum  tidak boleh beredar ke pihak Tergugat, tetapi kenapa bisa beredar. Ini disumpulkan ahli sebagai Mal-administrasi. Itu tidak boleh beredar, karena bersifat konfidensial (rahasia)," ungkapnya.

    Masih kata Andy Dartik SH , karena perbuatan dilakukan sebelum pengampuan diajukan, perbuatan pidananya tidak menggugurkan pidananya. Yang berhak memutus pengampuannya, apakan dia sakit jiwa atau tidak adalah hakim.

    "Dokter sifatnya hanya membantu dan tidak dalam kapasitas menetapkan bahwa dia gila. Tidak menggugurkan pidananya," tukasnya.

    Dalam proses pidananya tetap harus dijalankan. Ketika dinyatakan gila , harus ditetapkan dulu dalam pengadilan pidana. Nanti toh, butuh bantuan keperdataan ajukan pengampuan.

    "Pengampuan yang diajukan tidak boleh untuk tujuan dijadikan bukti perkara pidana. Pengampuan bisa diajukan untuk perkara keperdataan. Pengampuan tidak boleh digunakan untuk perkara pidana. Ini kenyatananya digunakan untuk perkara pidana," tandasnya. (ded), 





    • Blogger
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Ahli Pidana Sebut Pengampuan Tidak Boleh Digunakan Untuk Perkara Pidana , Tidak Menggugurkan Perbuatan Pidana Rating: 5 Reviewed By: Media Surabaya Rek
    Ke Atas