SURABAYA (mediasurabayarek.com) - Kini sampailah pada agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) yang disampaikan oleh terdakwa dan dilanjutkan dengan pembacaan pledoi oleh Penasehat Hukum (PH) Rendra Marsetyo SH dalam sidang lanjutan terdakwa Alpard Jales Poyono, yang tersandung dugaan perkara penganiayaan hingga meninggalnya korban.
Dalam sidang pledoi yang digelar di ruang Sari 2 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (25/7/2023), terlebih dahulu terdakwa Jales membacakan pledoinya di depan persidangan.
Intinya, terdakwa Jales merasa menyesal atas perbuatan yang telah dilakukannya, dan hal ini akibat dia menjadi korban doktrin dari pembinaan yang dilakukan oleh Poltek Pelayaran Surabaya.
"Saya meminta maaf kepada orang tua saya dan keluarga. Saya juga sudah minta maaf kepada orang tua korban ( M Yani) dan sudah dimaafkan, tetapi proses hukum tetap lanjut. Saya ingin melanjutkan sekolah saya," ucap sambil berurai air mata, sebagai pertanda penyesalan atas perbuatan yang telah dilakukannya.
Setelah terdakwa Jales membacakan peldoinya, Hakim Ketua SUdarti SH MH memberikan kesempatan kepada PH) Rendra Marsetyo SH untuk membacakan pembelaannya.
Dalam pledoinya, PH Rendra Marsetyo SH menyatakan, bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan dan dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Pada saat kejadian perkar a quo, hanya ada 1 (satu) yang melihat, mengetahui, dan mendengar secara langsung, yakni saksi Daffa Adiwidya Ariska," ujarnya.
Menurut PH Rendra Marsetyo SH, seluruh saksi a charge yang telah dihadirkan oleh Jaksa di persidangan perkara aquo tidak ada satupun yang melihat kejadian perkara aquo.
Bahkan terdapat fakta hukum selama proses pembuktian di persidangan, yakni terjadi kesalahan dalam penanganan pertama terhadap korban. AHli forensik dalam memberikan keterangan di persidangan tidak dapat memberikan keterangan secara tepat dan benar mengenai penyebab kematian korban.
Selain itu, terdapat perbedaan keterangan dari saksi Daffa terkait kalimat perintah "sepisan ae" dan "pisan ae pokok kroso". Hal ini menunjukkan ketidakkonsistenan saksi dalam memberikan keterangan.
"Oleh karena itulah, kami menyimpulkan bahwa JPU tidak dapat membuktikan dakwaan dan tuntutannya selama proses pembuktian di persidangan. Dengan merujuk pada ketentuan pasal 191 ayat (1) KUHAP, menyatakan "jika hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa dibebaskan. Atau terdakwa haruslah dibebaskan dari segala tuntutan hukum," kata Rendra Marsetyo SH.
Hakim sebagai penegak hukum hendaklah selalu mengingat terhadap adagium Lebih baik membebaskan 1000 orang yang bersalah daripada memenjarakan 1 orang,namun orang tersebut tidak bersalah.
Atas dasar itulah, Rendra Marsetyo SH memohon kepada majelis hakim pemeriksa perkara a quo untuk berkenan memberikan putusan, menerima pembelaan Penasehat Hukum terdakwa Alpard Jales.
Menyatakan menolak surat tuntutan JPU, dan menyatakan terdakwa Jales tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dakwaan Jaksa.
"Membebaskan terdakwa Jales dari segala tuntutan hukum, merehabilitasi nama baik terdakwa, mengembalikan harkat dan martabat terdakwa, dan membebankan biaya perkara kepada negara," ungkapnya.
Atas pledoi dari PH Rendra Marsetyo SH ini, Jaksa Herlambang SH akan menyampaikan repliknya pada Selasa 1 Agustus 2023 mendatang. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar