SURABAYA (mediasurabayarek.com) - Majelis Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) memutuskan Dokter spesialis mata, Dr. R. Moestidjab, SpM-KVR (Tergugat I) dan PT Surabaya Eye Clinic (Tergugat II) melakukan perbuatan melawan hukum dan menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar ganti kerugian sebesar Rp 1,26 Miliar.
Putusan MA tertuang dalam putusan nomor : 1815 K/Pdt/2021 yang dibuat dan ditanda tangani majelis hakim agung MA yang terdiri dari Prof. Dr. Takdir Rahmadi, SH., LL.M. selaku ketua majelis dan Maria Anna Samiyati, SH., Dr. Dwi Sugiarto,SH., masing-masing sebagai hakim anggota.
Dalam putusan MA itu, disebutkan bahwa permohonan kasasi yang diajukan Tatok Poerwanto sebagai pemohon kasasi melalui kuasa hukumnya, dikabulkan.
Dalam amar putusan Hakim Agung MA itu disebutkan, bahwa Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 277/PDT/2020/PT.SBY tanggal 16 Juni 2020 yang menguatkan Putusan Pengadilan Surabaya Nomor 415/Pdt G/2019/PN Sby tanggal 10 Maret 2020, dibatalkan.
Dalam putusan itu juga disebutkan, menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar secara tanggung renteng ganti rugi materiil sebesar Rp. 260.689.917,00. Selain itu, Tergugat I dan Tergugat II juga dihukum membayar secara tanggung renteng ganti rugi immateriil sebesar Rp. 1 miliar.
Menghukum Turut Tergugat untuk tunduk dan taat pada isi putusan ini, menolak gugatan penggugat untuk selain dan selebihnya.
Ketika menjalani operasi mata, penggugat telah berusia 77 tahun, yang berarti usia orang pensiun, yang berarti penggugat tidak lagi menjalani aktifitas bekerja atau menuntut ilmu secara formal meskipun dalam pengakuan penggugat ia masih mampu menyetir mobil.
Menurut Ir. Eduard Rudy Suharto, S.H. M.H, kuasa hukum Tatok Poerwanto, putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menyatakan bahwa dr Moestidjab tidak bersalah, hanya berdasarkan keterangan ahli dari Persatuan Dokter Mata Indonesia (PERDAMI) cabang Surabaya yang diperdengarkan pada agenda sidang sebelumnya.
Dalam persidangan waktu itu, ahli yang dihadirkan dipersidangan secara tegas mengatakan, tindakan yang dilakukan Moestidjab telah sesuai dan tidak melanggar kode etik.
“Kendati demikian, keterangan ahli tersebut berhasil kita patahkan dengan hasil rekam medis yang saya dapatkan dari rumah sakit di Singapura dan Australia sebagai pembanding,” ucap Eduard Rudy ketika ditemui di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (2/6/2021).
Rekam medis yang penggugat peroleh dari rumah sakit di Singapura dan di Australia ini,ternyata tidak dipertimbangkan majelis hakim PN Surabaya yang memeriksa dan memutus perkara ini.
Eduard Rudy, yang menjabat sebagai Ketua Kongres Advokat Indonesia (KAI) Kota Surabaya mengatakan, dalam rekam medis pembanding yang diterimanya disebutkan bahwa dr Moestidjab memukul lapisan katarak terlalu keras sehingga tembus ke bawah masuk ke kornea mata.
“Adanya luka tersebut kemasukan luka dari katarak, ditutup pendarahan tanpa dibersihkan, dengan alasan tidak memiliki alat, kemudian dirujuklah ke rumah sakit Graha Amerta dengan alasan peralatan lebih lengkap,” ujar Eduard Rudy.
Kedua dalil tersebut berhasil dipatahkan kuasa hukum penggugat di Kasasi. “Saya tegaskan, bahwa dengan bukti di internet, mereka mengklaim peralatan klinik mata tergugat I dan tergugat II terlengkap se-AsiaTenggara,” kata Eduard Rudy.
Masih kata Eduard Rudy, yang juga menjabat sebagai Ketua bidang hukum dan HAM DPP KAI ini menegaskan, dari hasil alih bahasa atau translate rekam medis dari Rumah Sakit di Australia disebutkan, prosedur awal Dr. R. Moestidjab memukul itu sudah salah.
Merujuk ke Rumah Sakit di Malaysia, yang mana dalam surat rujukan disebutkan bahwa, Tatok Perwanto datang ke Dr Moestidjab, SpM-KVR dalam kondisi katarak yang sudah pecah.
“Hal itu (diduga) bohong. Seharusnya Dr. Moestidjab mengakui kesalahannya. Bahwa ia telah melakukan operasi dan mengalami kegagalan, bukan malah memutarbalikkan kata,” cetus Eduard Rudy.
Ditambahkan Eduard Rudi yang juga Ketua IPHI Surabaya, dengan apa yang sudah diperbuat Dr. R. Moestidjab tersebut, akhirnya majelis Hakim Agung MA dalam putusannya menilai, ada perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan Dr. R. Moestidjab sebagai Tergugat I, dan bukan perbuatan wanprestasi/
Atas dasar itulah, sehingga dapat dikatakan jika Tatok Poerwanto ini adalah korban dugaan malpraktek dari seorang dokter spesialis mata. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar