SURABAYA (mediasurabayarek.com) - Sidang lanjutan permohonan praperadilan yang diajukan oleh Wakil Bupati Bojonegorom Drs. H. Budi Irawanto, M.Pd, yang memasuki persidangan hari ketiga, terkuak ada fakta menarik yang disampaikan saksi ahli , mengenai penghentian proses penyelidikan yang dilakukan penyidik Polda Jatim.
Meskipun, saksi ahli pidana, Prof. Dr. Sardjijono, SH., M.Hum tidak menyebutkan secara langsung kesalahan yang telah dilakukan penyidik Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jatim.
Setidaknya, ada dua hal yang membuat ahli tidak sependapat dengan keputusan yang diambil penyidik Ditreskrimsus Polda Jatim. Sehingga laporan Wakil Bupati Bojonegoro perihal dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan Bupati Bojonegoro Anna Mu’awanah tidak dilanjutkan.
"Tindakan yang sudah dilakukan Bupati Bojonegoro Anna Mu’awannah di grup What’sApp itu masuk kategori dalam pencemaran nama baik," ucap ahli Prof. Dr. Sardjijono, SH., M.Hum.
Sebagaimana dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 6 Tahun 2019 pasal 10 ayat (1) dan pasal 20 ayat 1 disebutkan dan dirumuskan , bahwa kegiatan penyidikan tindak pidana terdiri atas penyelidikan, dimulainya penyidikan, upaya paksa, pemeriksaan, penetapan tersangka, pemberkasan, penyerahan berkas perkara, penyerahan tersangka dan barang bukti, dan penghentian penyidikan.
“Dan selanjutnya, pasal 11 Perkap No. 6 tahun 2019 tentang penyidikan tindak pidana menyatakan, penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1)
huruf (a) dilakukan apabila belum ditemukan tersangka dan/atau barang bukti, pengembangan perkara dan/atau belum terpenuhi alat bukti," ujar Sardjijono.
Giliran Kuasa Hukum Wakil Bupati Bojonegoro, Drs. Budi Irwanto , Muhammad Sholeh, bertanya pada ahli mengenai pendapatnya tentang penghentian proses penyelidikan.
“Kami mohon tanggapan Ahli, terkait penghentian penyelidikan. Walaupun tidak diatur dalam Perkap nomor 6 tahun 2019, namun perkap ini dapat dipakai sebagai pintu masuk obyek praperadilan. Nah, apakah penghentian penyelidikan tersebut sah atau tidak ?," tanya Sholeh.
Sardjijono menjwab, pintu masuk yang dimaksud kuasa hukum pemohon tersebut tidak hanya dari penghentian penyelidikan maupun penghentian penyidikan sehingga dapat dimohonkan praperadilan.
Lagi-lagi, Sholeh meminta pendapat Sardjijono terkait dengan suatu surat penghentian yang didasarkan pada pendapat ahli yang bukan ahli pidana, tetapi ahli ITE.
Sardjijono menjawab, terkait keahlian, hal itu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan, ketika hendak menginterpretasikan suatu masalah hukum.
Masih kata dia, untuk masalah penafsiran, setiap orang bisa melakukannya asalkan orang itu tahu tentang hukum. Namun demikian, penafsiran itu jauh akan bernilai serta akurat apabila ditafsirkan oleh orang yang mempunyai kompetensi dibidang itu.
Lebih lanjut Prof. Dr. Sardjijono, SH., M.Hum menuturkan, bahwa pencemaran nama baik tersebut diatur dalam pasal 310 dan pasal 311 KUHP. Terkait dengan pasal 310 KUHP, khususnya ayat (1) normanya secara tegas telah dirumuskan, barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.4.500.
Kembali Sholeh bertanya, bagaimana jika tuduhan itu dilakukan di medsos, apakah hal ini masuk ruang lingkup delik pencemaran nama baik pula.
Sardjijono menjawab, tentang Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditanda tangani Polri, Menkominfo dan Kejaksaan Agung terkait dengan UU ITE ketika bentuk penghinaan tersebut disampaikan di grup WhatsApp, maka hal tersebut tidak termasuk dalam ruang lingkup yang diatur dalam pasal 27 ayat 3 UU ITE.
Esensi dari Surat Keputusan tersebut tidak mengikat untuk umum. Yang memiliki ikatan hukum secara umum adalah peraturan.
Kalaupun kemudian SKB menganulir suatu norma, didalam konsep dan teori hukumnya, maka hal tersebut sangatlah bertentangan.
Jika melihat pasal 27 ayat 3 Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Sardjijono menyebutkan, bahwa penjelasannya ada pada UU No. 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Pada pasal 27 ayat 3 UU No. 11 tahun 2008 mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan atau fitnah yang diatur dalam KUHP. Pasal 27 ayat 3 UU No. 11 tahun 2008 itu terdapat pada pasal 310 dan pasal 311 KUHP.
Dalam kesempatan itu, ahli mengungkapkan, bahwa bukan merupakan delik penghinaan dan atau pencemaran nama baik dalam hal konten disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas.
“Jika orangnya yang ada di grup itu jumlahnya satu juta, maka grup tersebut masuk kategori umum,” tanda Sardjijono. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar