SURABAYA (mediasurabayarek.com) - Sidang lanjutan terdakwa Roosdiana dan Ary Kurniawan, yang tersandung dugaan perkara pemalsuan surat Delivery Order (DO), kali ini dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli perbankan, DR Prawitra SH dari Universitas Airlangga (UNAIR)) dan Falian (akuntan publik), yang digelar di ruang Cakra Cakra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (22/3/2022).
Dalam keterangannya, saksi ahli perbankan, DR Prawitra SH menyatakan, kalau DO belum lunas, bank pasti berpikir dua kali untuk mencairkan kredit yang diajukan oleh nasabah. Jika terjadi masalah, bank yang harus bertanggungjawab.
Ketika Ketua Tim Penasehat Hukum (PH) kedua terdakwa, yakni M. Arifin SH mendapatkan kesempatan bertanya pada ahli Dr Prawitra SG mengenai apakah debitur bisa dipersalahkan, jika debitur mengajukan kredit dengan jaminan kontrak penjualan dan DO ?
"Dalam pasal 8 UU Perbankan disebutkan nasabah mengembalikan modal (pinjaman) dan bunga, yang akhirnya tidak mampu membayar angsuran. Kondisi ini menjadi resiko bank," jawab ahli Dr Prawitra.
Dalam kondisi seperti itu, pihak bank bisa meminta jaminan tambahan atau pengajuan kredit calon nasabah ditolak, karena beresiko tinggi. Khususnya, untuk pengajuan kredit yang nilainya di atas Rp 100 miliar, yang terbilang resiko tinggi.
Biasanya, lanjut ahli Dr Prawitra, kalau DO dikeluarkan sudah lunas pembayarannya dan tidak lagi hutang - piutang. Begitu pula bila DO diterbitkan dan dibeli kembali oleh penerbit DO, artinya gulanya ada.
Dijelaskannya, dalam pasal 25 UU Fidusia disebutkan menghiilangkan barang dan memberikan keterangan tidak tepat dan diketahui oleh para pihak , tidak melahirkan fidusia. Maka orang itu dapat dipidanakan.
Giliran Jaksa Penuntut Umum (JPU ) Darwis dari Kejaksaan Negeri Surabaya bertanya pada ahli mengenai apalah benar bisa dipidana kalau perjanjian fidusia tidakterjadi ?
"Sebenarnya perjanjian fidusia adalah perjanjian tambahan dan perjanjian pokoknya adalah hubungan keperdataan. Debitur punya kewajiban untuk memastikan barang yang dijadikan jaminan bisa dieksekusi," jawab ahli.
Dijelaskan ahli DR Prawitra SH, jika barang tidak ada sejak awal dan hanya DO yang dijaminkan di bank. Ini menjadi kesalahan pihak bank. Seharusnya pihak bank menganalisa perjanjian, kenapa tidak dicek dulu barangnya ada di mana. Tetapi, bank memberikan rekomendasi kredit. Jadi, analisa kredit bank tidak sempurna.
Mengacu pasal 10 UU Fidusia, seharusnya diasuransikan ketika barang tidak diekseksusi dan dikover asuransi.
Kembali Ketua Tim Penasehat Hukum (PH) kedua terdakwa, yakni M. Arifin SH bertanya pada ahli dengan mengilustrasikan DO dijaminkan, penerbit DO menjamin kebenaran DO dan tonase (barang). Jika terjadi masalah, bagaimana ini ?
"Penerbit DO tidak dibenarkan menjual barnag pada orang lain. Bank diberikan kewenangan yang luas dan memiliki keyakinan untuk memberikan kredit pada nasabah. Jika usaha tidak jelas, jamianan diragukan, maka bank bisa menolak pengajuan kredit tersebut," jawab ahli,
Sementara itu, saksi Falian mengatakan, dana dari CV Rukun Mulia yang disalurkan pada para petani sebesar Rp 1,032 Triliun. Sedangkan dana yang masuk ke rekening CV Rukun sekitar RP 1,009 Triliun. Jadi ada kekurangan sebesar Rp 322 miliar. Itu kekurangan PT Sugar Labinta (SL) ke CR RUkun. Kekurangan itu ditutupi oleh CV Rukun dengan pinjam dana ke PT AMJ.
Setelah keterangan saksi dirasakan sudah cukup, Hakim Ketua Slamet Suripto SH Mhum mengatakan,sidang akan dilanjutkan Kamis(24/3/2022) lusa dengan agenda pemeriksaan kedua terdakwa.
Sehabis sidang, Ketua Tim Penasehat Hukum (PH) kedua terdakwa, yakni M. Arifin SH, menegaskan, bahwa dalam proses kreditnya sah dan sempurna. Kalau sampai terjadi resiko menjadi tanggungjawab sepenuhnya bank, karena sudah dikonfirmasi.
Sedangkan, menurut keterangan akuntan publik, kewajiban PT SL pada 2012 Rp 322 miliar kepada CV RM. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar