SURABAYA (mediasurabayarek.com) - Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa- Timur, M. Said Sutomo mengaku kecewa berat melihat tayangan berita di beberapa media televisi, Senin (19/02/2022) , yang menayangkan emak-emak berebut kupon untuk mendapatkan hak konstitusinya harga minyak goreng (migor) sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) ketentuan pemerintah.
Dalam tayangan media televisi terlihat emak-emak berebut, tanpa menghiraukan protokol kesehatan (Prokes). Padahal saat ini masih pandemi Covid-19 dan belum berakhir. Terlebih lagi, para penderita varian Omicron makin meningkat tajam belakangan ini.
"Padahal jauh sebelumnya, YLPK Jatim mengusulkan agar penyerahan kupon tersebut dibagi via RT/RW yang ada Kelurahan/Desa setempat, sehingga tetap menghormati Protokol Kesehatan (Prokes)," ujar M. Said Sutomo.
Meskipun YLPK Jatim telah memberikan solusi agar pemerintah harus memberikan subsidi itu langsung kepada masyarakat pemakai via RT/RW dengan nilai tertentu , yang bisa dipakai sebagai voucher/kupon potongan harga pada saat membeli minyak goreng di ritel modern/tradisional dan seterusnya bisa di reimburse ke pabrikan.
Namun, masyarakat tetap memperhatikan dan menjaga protokol kesehatan (Prokes). Faktanya, emak -emak berebut kupon tanpa menghiraukan protokol kesehatan. Juga terlihat tayangan di media televisi ketika emak -emak rebutan minyak goreng di sejumlah supermarket, tanpa menggunakan masker dan tidak menjaga jarak.
Padahal, Covid-19 varian Omicron makin mengancam dan penderitanya bertambah makin banyak selama bulan Februari 2022 ini. Padahal, pemerintah makin getol mengkampanyekan Vaksinasi Booster , setelah masyarakat mendapatkan dua kali vaksin sebelumnya.
"Penyerahan kupon tersebut dibagi via RT/RW yang ada Kelurahan/Desa setempat, namun tetap menjaga Protokol Kesehatan," ucap M. Said Sutomo.
M Said Sutomo yang dikenal kritis dan selalu berusaha keras memperjuangkan masyarakat konsumen , sempat mempertanyakan dana subdisi sebesar Rp 7,6 triliun yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS ) untuk menstabilkan harga minyak goreng (migor) dengan pengadaan 1,6 milyar liter migor di pasar. Itu untuk masa 6 bulan dan menjadi hal yang sangat penting.
Ini mengingat sampai saat ini harga minyak goreng di pasar modern maupun di pasar tradisional tetap meroket dan tinggi. Kondisi ini menyebabkan masyarakat konsumen dan para pelaku usaha kuliner kecil mengeluh sejak awal bulan Januari hingga Februari 2022 ini.
Dengan harga migor yang tetap tinggi dan belum ada tanda tanda bakal turun dan harganya normal kembali, kondisi ini membuktikan bahwa mekanisme pasar tidak normal.
Bisa ditebak, supply dan demad yang tidak seimbang. Bahkan, muncul dugaan kuat bahwa tingginya harga minyak goreng itu dipermainkan oleh pihak pihak yang tidak punya etikad baik dengan memanfaatkan kondisi pasar yang tidak seimbang antara supply dan demand.
Seharusnya menjadi tugas pemerintah untuk menyeimbangkan antara supply dan demand. Masih bergejolaknya harga minyak goreng di pasaran sekarang ini, sudah sepatutnya negara harus hadir di tengah pasar yang tidak seimbang dan tidak menentu ini.
Tidak bisa dipungkiri, bahwa peran pemerintah masih belum efektif dan negara belum hadir dalam mengendalikan dan mengontrol keseimbangan suplly dan demand akan harga minyak goreng di pasaran sekarang ini. Ini sebagaimana diatur dan tertuang dalam Peratuan Presiden RI Nomor 50 Tahun 2017 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen
Kenyataannya, di supermarket maupun pasar tradisional yang terlihat pada rak-raknya , tidak ada minyak goreng atau kosong. Terpampang harga minyak goreng, namun barangnya tidak ada. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar