SURABAYA (mediasurabayarek.com) - Sidang lanjutan Kholidah Firdaussina dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) yang disampaikan oleh Penasehat Hukum (PH) terdakwa, yakni Hendrikus Ndoki SH didampingi Agung Pradhika SH yang digelar di ruang Candra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (13/1/2022).
Dalam pledoinya, Hendrikus SH dan Agung SH memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang mengadili perkara ini berkenan menyatakan terdakwa Kholidah tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penyerobotan rumah, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 167 ayat (1) KUHP.
"Kami mohon terdakwa Kholidah dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Atau menyatakan terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van recht vervolging). Atau setidak tidaknya perbuatan terdakwa terbukti secara hukum, namun bukan merupakan perbuatan pidana, melainkan perdata," ucapnya.
Menurut Hendrikus SH, memulihkan hak terdakwa Kholidah dalam kemampuan, kedudukan dan harkat martabatnya, dan memerintahkan JPU untuk mengembalikan alat bukti dalam perkara kepada yang berhak.
"Membebankan biaya perkara yang timbul kepada negara dan apabila majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil adilnya," ujarnya.
Dipaparkan Hendrikus dan Agung, bahwa hubungan terdakwa dengan saksi Ferry berkaitan dengan pinjam pakai nama untuk pengajuan kredit di Bank BRI. Saksi Ferry tidak mengembalikan rumah yang terletak di Kapas Madya IV/64 berdasarkan SHM No. 5506.
Setelah pengajuan pinjam pakai nama untuk keperluan kredit di Bank BRI telah lunas, obyek dan sertifikat masih dikuasai oleh saksi Ferry hingga saat ini. Bahkan, Ferry telah melakukan perbuatan pemecahan sertifikat atas sertifikat induk atau SHM No 5506 menjadi 2, yang saat ini telah dijual dan dibalik nama menjadi milik Basuki dan Saiful.
Bahwa uang dari hasil penjualan ruman milik terdakwa Kholidah tersebut, saat ini masih berada di tangan saksi Ferry, bahkan uang hasil penjualan tersebut tidak pernah diserahkan pada terdakwa selaku pemilik rumah.
"Terdakwa menempati rumah yang terletak di Klampis Aji atas persetujuan atau izin dari saksi Ferry, serta Ferry memberikan kunci rumah tersebut kepada terdakwa yang saat itu tengah hamil besar dan membutuhkan tempat tinggal di Surabaya," kata Hendrikus SH.
Dengan demikian penerapan pasal 167 ayat (1) KUHP tidak apat diterapkan pada terdakwa. Sebagaimana diketahuim, JPU I Gde Willy Pramana SH MKn dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, Surabaya, menuntut terdakwa Kholidah dengan tuntutan 3 bulan, tanpa (tidak perlu) menjalani dan percobaan 6 bulan. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar