728x90 AdSpace

  • Latest News

    Senin, 06 Desember 2021

    Linda Leo Hanyalah Korban dan Layak Dibebaskan

     




    SURABAYA (mediasurabayarek.com) - Agenda mendengarkan pendapat dan keterangan Sri Nur, Komisioner KOMNAS Perempuan dalam sidang lanjutan Linda Leo Darmosuwito, yang tersandung dugaan perkara  pemalsuan surat keterangan perkawinan,  digelar di ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (6/12/2021).

    Dalam keterangannya, Sri Nur dari KOMNAS Perempuan menyatakan,  dalam UU No.7 Tahun 1984 tentang pengesahan kovensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap kekerasan perempuan.

    Pengertian kekerasan perempuan adalah perbuatan terhadap perempuan seperti pemaksaan,perampasan kemerdekaan, pembedaan, pengucilan terhadap jenis kelamin, yang bertujuan untuk penindasan dan kekerasan pokok, politik, budaya oleh perempyan.

    Giliran Penasehat Hukum (PH)  Linda Leo, yakni Yohanes Dipas SH dan Salawati SH bertanya pada saksi  dengan mengilustrasikan ada perkara janda beranak satu dikejar kejar pelapor, saat bertemu mengaku duda dan kalau cintanya tidak diterima akan bunuh diri.

    Lalu, pada tahun 2002 punya anak di luar kawin bersama. Lalu melangsungkan perkawainan tanpa adanya pesta dan hanya administrasi beres. Kemudian dicerai dan dilaporkan KDRT di polisi dan damai, serta kompensasi Rp 10 miliar. Padahal, harta gono gini sekitar Rp 200 miliar sampai Rp 300 miliar dikuasai lakinya.

    Lantas, perempuan dilaporkan ngaku perawan dan memalsukan surat keterangan. Bagaimana pendapat saksi atas perkara ini ?

    "Laki-laki tersebut melakukan KDRT terhadap istrinya. Perempuan jadi korban kekerasan (sub ordinat). Melahirkan anak tanpa kawin, karena keterikatan dengan perkawinan lain. Dalam hal ini, perempuan tidak mendapatkan hak haknya. Justru dapat diskriminasi dari masyarakat karena hamil dan mengalami hal hal yang tidak mengenakkan," jawab Sri Nur.

    Dalam UU No.1 Tahun 1974 (UU Perkawinan) dinyatakan perceraian secara sembunyi sembunyi meruapakan pelanggaran terhadap UU Perkawinan. Bisa dianggap suami melakukan kekerasan dalam rumah tangga.

    Dampak psikologis yang dialami perempuan adalah merasa malu dan sewenang wenang dan istri diletakkan sebagai objek. Kalau pembagian harta gono gini tidak berimbang dan hanya sepersekian atau kecil, hal itu sudah pelanggaran.

    "Harus sesuai peraturan UU dan hak istri harus sama dengan suami," jawab Sri Nur.

    Kembali PH Yohanes Dipa SH bertanya pada saksi, jika dilaporkan ngaku status perawan dan terjadi perkawinan dan si perempuan punya anak dengan suami yang melaporkan, bagaimana tanggapannya ?

     "Tidak masuk akal dan relevan. Soal surat menyurat pasti dilakukan oleh kedua belah pihak dan disepakati oleh keduanya. Suami membuat perempuan menderita. Hal ini tidak dapat dijadikan unsur pasal 263 KUHP," kata Sri Nur.

    Lagi-lagi, Yohanes Dipa SH bertanya pada saksi apakah perkawinan tersebut memenuhi unsur kerugian dalam pasal 264 KUHP ?

    Sri Nur menjawab, bahwa tidak ada kerugian yang terjadi dan dialami para pihak. Justru, perempuan dirugikan dalam proses perkawinan yang tidak diberikan kenyamanan. Bahkan kekerasan dalam rumah tangga. Perempuan harus mengikuti apa yang diinginkan laki-laki.

    "(Selama ini) korban KDRT ada 60 persen dan dikriminalisasi dengn pemalsuan, penipuan, pencurian dan tidak pidana lainnya. Ada sebagian besar perempuan sebagai korban ditahan. Anak menjadi tercerai-berai,"  cetusnya.

    Sri Nur memaparkan, jika terdakwa punya 20 karyawan dan mengidap penyakit auto imun dan dikenakan tahanan Rutan. Maka menurut KUHAP yang mengatur alasan normatif dan subyektif, jika terdakwa tidak mengulangi perbuatannya dan tidak menghilangkan barang bukti, bisa dilakukan penangguhan.

    Ini mengingat, terdakwa menjadi tulang punggung, bersikap kooperatif dan mengikuti sidang, pengajuan penangguhan penahanana bisa dikabulkan majelis hakim.

    Mengenai terdakwa yang menderita penyakit auto imun yang dinyatakan dokter Rutan. Dengan alasan kesehatan menjadi hak dasar manusia. Kalau pengajuan penangguhan penahanan tidak diberikan, maka dianggap melanggar HAM.

    Setelah mendengarkan pendapat dan keterangan Sri Nur dirasakan sudah cukup, Hakim Ketua Suparno SH Mhum mengatakan, sidang akan dilanjutkan Kamis (9/12/2021) dengan  agenda pemeriksaan terdakwa.

    Sehabis sidang, Yohanes Dipa SH mengatakan, banyak kasus serupa yang menimpa perempuan. Justru perempuan dalam hal ini, menjadi korban dengan menggunakan perangkat hukum yang ada.

    "Dengan ilustrasi yang disampaikan rekan kami yang serupa, justru terdakwa menjadi korban. Apalagi, punya anak di luar nikah selama 7 tahun dengan suami. Fakta-fakta di persidangan menyatakan bahwa barang bukti dalam perkara ini, memang nggak ada. Nggak ada yang asli, hanya fotokopi. Padahal dalam keterangan ahli terdahulu, jika tidak ada bukti aslinya, maka tidak dapat dipertimbangkan dan tidak punya kekuatan pembuktian," cetusnya.

    Dijelaskan Yohanes Dipa SH, apalagi saksi saksi yang dihadirkan kemarin, status  terdakwa adalah mantan istri dari suami terdahulu, sudah diketahui oleh banyak orang.

    "Jika alasan pelapor mengatakan bahwa dia tidak tahu bahwa istrinya , sebelumnya adalah janda, menurut saya itu dibuat-buat. Ini aslinya terkait dengan pembagian harta gono gini. Terdakwa dilaporkan pelapor, setelah adanya perceraian," ungkapnya. 

    Masih kata Yohanes Dipa SH,  terkait adanya perkawinan tersebut, bukan merupakan kerugian yang diatur dalam pasal 263 KUHP.  Hubungan perkawinan adalah hubungan antara kesepatan suami dan istri untuk  menjalin rumah tangga.

    "Linda Leo hanyalah korban dan layak dibebaskan. Harus dibebaskan, karena tidak ada bukti yang membuktikan bahwa Linda Leo yang membuat atau menyuruh membuat surat palsu itu. Padahal, sampai sekarang ini tidak ada aslinya," tukasnya.

    Yohanes Dipa SH mengkritisi, mengapa terdakwa dipaksakan , karena dalam penyidikan dan penuntutan tidak dilakukan penahanan. Artinya Linda Leo selama ini kooperatif, tidak pernah mempersulit jalannya penyidikan. 

    Di samping itu, Linda Leo punya penyakit auto imun yang disampaikan dokter Rutan. Dokter akui tidak punya peralatan untuk pengobatan penyakit tersebut, harus dilakukan pengobatan di luar.

    Selain itu, Linda Leo adalah atasan dan membawahi banyak anak buah dan hidupnya tergantung pada terdakwa ini.  Terkait penggajian dan kelangsungan roda perusahaan. 

    "Apalagi dia adalah satu satunya tulang punggung keluarga, saya tidak tepat dilakukan penahanan terhadap Linda Leo di Rutan. Penahanan tidak harus dilakukan, karena bisa dilakukan penahanan rumah atau tahanan kota," tandas Yohanes Dipa SH. 

    Jika  alasan subyektif dari majelis hakim menganggap bahwa khawatir hilangkan barang bukti, hal itu tidak rasional. Bagaimana menghilangkan barang bukti, karena barang bukti sudah disita oleh Jaksa. (ded)


     







    • Blogger
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Linda Leo Hanyalah Korban dan Layak Dibebaskan Rating: 5 Reviewed By: Media Surabaya Rek
    Ke Atas