728x90 AdSpace

  • Latest News

    Senin, 06 Desember 2021

    Guntual - Tutik Rahayu Tolak dan Keberatan Diadili Hakim Atas Perintah Jabatan yang Tidak Sah

     


    SURABAYA  (mediasurabayarek.com) -  Sidang lanjutan  terdakwa Guntual dan Tutik Rahayu, yang tersandung perkara dugaan ITE, yang seharusnya dengan agenda pemeriksaan saksi terpaksa ditunda.

    Setelah Hakim Ketua Darmanto yang membuka sidang perkara Guntual dan Tutik Rahayu ini terbuka untuk umum di ruang Tirta 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (6/12/2021),  bertanya pada kedua terdakwa apakah sehat dan bisa melanjutkan persidangan.

    Mendadak terdakwa Guntual dan Tutik Rahayu meminta pada mejelis hakim untuk membacakan surat penolakan dan keberatan diadili hakim atas perintah jabatan yang tidak sah.

    Dalam surat penolakannya, Guntual dan Tutik Rahayu menyampaikan, sebagai aktivis penggiat hukum pejuang kebenaran, ingin supaya  masyarakat luas sebagai warga negara hukum , sadar juga mengerti akan hak dan kewajiban serta tanggungjawabnya.

    "Demikian halnya dengan penyelenggara negara, termasuk aparat penegak hukum , ada kewenangan sesuai perintah jabatan yang sah, yang diberikan oleh negara melalui UU. Akan tetapi ada kewajiban dan batasan untuk mentaati SOP maupun larangannya," ucap Guntual.

    Setelah dicermati, kata Guntual, sejak awal proses penanganan perkara ini ditangani oleh JPU , selaku Jaksa Peneliti Pra Penuntutan, hingga dibawa ke persidangan ini, untuk diperiksa dan diadili oleh majelis hakim, sudah tidak berkesesuaian dengan perintah jabatan yang sah.

    Ini sebagaimana diatur melalui UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia bagi JPU dan UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bagi hakim dan panitera.

    "Sebagai warga yang sadar hukum, kami hadir untuk mengikuti persidangan oleh karena rasa hormat pada Konstitusi Negara Republik Indonesia, sesuai perintah UUD 45 pasal 1 ayat 3, tetapi kalau aparat hukumny adalam menegakkan hukum sudah (diduga) ngawur, kami keberatan dan menolak," ujar Guntual.

    Bahwa perkara  Nomor : 1718/Pid.Sus/2021/PN Sby pelapornya adalah Jitu Nove Wardoyo SH MH selaku Sekretaris PN Sidoarjo, dalam laporannya mengatasnamakan institusi melalui surat tugas No W.14-U.8/1873/Kp.11/01/7/2018, yang dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan.

    Selaku penerima surat tugas yangb bersangkutan mewakili PN Sidoarjo, guna melaporkan Guntual dan Tutik Rahayu ke Polrestabes Sidoarjo, terkait pelanggaran UU ITE pasal 27 ayat (3) bukti kop surat PN Sidoarjo terlampir.

    Terkait pelanggaran UU ITE pasal 27 ayat (3) yang pelapornya dialkukan oleh bukan perseorangan selaku korban sendiri, yang mengalami kerugian langsung, telah dianulir oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Ini sebagaimana dasar pertimbangan dalam Putusan  MK Nomor 50/PUU-VI/2008, bahwa UU ITE pasal 27 ayat (3)  tidak bisa dilepaskan dari ketentuan pasal 310 dan 311 KUHP.

    Maka dalam putusan dimaksud  telah diuraikan, bahwa delik pidana pasal tersebut adalah delik aduan absolut, sebagai delik aduan absolut, maka haruslah korban sendiri (orang perseorangan) yang mengadukan kepada pihak berwajib, tidak bisa diwakilkan.

    Kecuali di bawah umur dalam penegasan putusannya, pelapor terhadap pasal dimaksud bagi institusi, korporasi, profesi atau jabatan tidak berlaku alias tidak sah.

    "Bahwa sebagaimana telah kami uraian di atas secara gamblang dan detail, penegasan untuk tidak memproses perkara pidana UU ITE pasal 27 ayat (3) dengan pelapor institusi dalam putusan MK Nomor 50/PUU-VI/2008 maupun SKB yang ditandatangani oleh Menkominfo RI, Jaksa Agung RI dan Kepala Kepolisian RI, sesuai rumusannya sudah sangat jelas dan terang benderang  tidak masuk dalam materi pokok perkara," ucap Guntual.

    Sehingga untuk menerapkan ketentuan dimaksud, tidak membutuhkan pembuktian terlebih dahulu. Demikian halnya dengan perintah  mengundurkan diri dari penanganan perkara hakim dan panitera yang memiliki kepentingan langsung atau tidak langsung. Tidak perlu adanya pembuktian melalui persidangan yang menghabiskan waktu dan anggaran negara. 

    "Karena itu, kami minta kepada majelis hakim dan panitera melaksanakan perintah UU No.48/2009 pasal 17 ayat (5) dan ayat (6) atau dipersilahkan musyawarah untuk menyatakan tidak berhak mengadili dan memeriksa perkara aquo. Oleh karena atas perintah jabatan yang sah melalui UU Kekuasaan Kehakiman," kata Guntual. 

    Setelah memperhatikan amanat UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, pasal 2 ayat (1) yang berbunyi peradilan dilakukan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, jo pasal 6  ayat (1) yang berbunyi tidak seorang pun dapat dihadapkan di depan pengadilan, kecuali Undang Undang menentukan lain.

    "Apabila majelis hakim tetap memaksa untuk melanjutkan pemeriksaan perkara yang secara jelas nyata menabrak perundang undangan. Maka majelis tidak mempedomani perintah jabatan yang sah. Ini sebagaimana diatur UU Kekuasaan Kehakiman maupun UU yang terkait," cetus Guntual.

    Sehingga kuat dugaan majelis hakim memiliki kepentingan terselubung, tidak netral, tidak memiliki integritas, menegakkan hukum tanpa mengikuti ketentuan hukum yang sah .

    Oleh karena persidangan  UU ITE pasal 27 ayat (3) Nomor : 1718/Pid.Sus/2021/PN Sby pelapornya atas nama institusi pengadilan yang dilakukan oleh Sekretaris PN Surabaya dan disidangkan oleh para hakim dan panitera PN SUrabaya, proses tersebut tidak mengikuti ketentuan perundang undangan yang sah. 

    "Maka dengan ini kami menyatakan tidak bersedia mengikuti persidangan yang (diduga) penuh kecurangan,"ungkap Guntual dan Tutik Rahayu.  

    Sehabis sidang, Penasehat Hukum (PH) terdakwa, Rommel Sihole SH mengatakan, agenda sidang pemeriksaan saksi tidak jadi dilaksanakan, karena para terdakwa membacakan keberatannya berkaitan dengan hubungan kerja antara pelapor dalam perkara ini dan majelis hakim. Yang kebetulan pelapor itu dimutasikan dari PN Sidoarjo dan sekarang menjadi Sekretaris PN Surabaya.

    "Otomatis berdasarkan ketentuan pasal 17  UU No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman , tentu mereka punya keterikatan hubungan kerja, karena satu atap. Sehingga obyektivitas  majelis hakim tentu diragukan. Dalam konteks demikian, terdakwa memiliki hak ingkar dan majelis hakim seharusnya mengundurkan diri," tukas Rommel Sihole SH.

    Ditambahkan Guntual dan Tutik Rahayu, perkara itu di mana mana , peradilan dilakukan sesuai dengan KUHAP. KUHAP mengikuti tata cara beracara. Sedangkan seluruh perundang undangan , tempat eksekusi di pengadilan.

    "Ketentuan di pengadilan, bahwa hakim dan panitera harus mengundurkan diri, kalau ada kepentingan atau ada hubungan. Nah, ini pelapornya Sekretaris dan pakai kop surat PN. Dibawa kemanapun dan pengadilan manapun, kami keberatan. Bagaimana mungkin pelapornya adalah pengadilan dan kami disidang. Apapun putusannya tidak sah. Misalnya saya bebas, nggak sah. Atau dimenangkan, juga nggak sah," tandas Guntual.

    Majelis hakim bermusyawarah apakah sidang Guntual dilanjutkan atau tidak, dan harus konsulasi dengan Pimpinan, atau Ketua PN Surabaya. 

    Sementara itu, Tutik Rahayu mengungkapkan, persidangan ini harus dihentikan supaya ada  kepastian hukum. "Kalau sidang ini dilanjutkan, berarti ilegal," katanya. (ded) 








     


    • Blogger
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Guntual - Tutik Rahayu Tolak dan Keberatan Diadili Hakim Atas Perintah Jabatan yang Tidak Sah Rating: 5 Reviewed By: Media Surabaya Rek
    Ke Atas