SURABAYA (mediasurabayarek.com) - Sidang lanjutan dua direksi PT Hobi Abadi Internasional (HAI) Irwan Tanaya dan Benny Soewanda , dengan agenda pemeriksaan saksi saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sulfikar SH dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, Surabaya.
Kedua terdakwa tersandung dugaan perkara memberikan keterangan palsu ke dalam akte otentik, dan didakwa melanggar pasal 266 ayat (1) Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana.
Dalam keterangannya, saksi Richard Santoso (Komisaris PT Hobi Abadi Internasional/HAI) dikeluarkan dari jabatan Komisaris pada tahun 2020.
"Pada mutasi rekening ditolak, karena ada perubahan akte. Karena saya bukan komisaris perusahan lagi (di PT HAI). Saya pernah minta salinan akte, tetapi tidak dikasih. Bahkan, pada RUPS PT Hobi sekitar 3 Nopember 2020, tidak ada undangan," ucapnya.
Sebelum RUPS, sempat ketemu dengan kedua terdakwa, yakni Irwan Tanaya dan Benny, namun tidak pernah membahas perihal RUPS.
"Saya tidak pernah melakukan pelanggaran, namun dikeluarkan dari Komisaris perusahaan," kilahnya.
Setelah pemeriksaan saksi dirasakan sudah cukup, Hakim Ketua Martin Ginting SH Mhum mengatakan, sidang akan dilanjutkan dengan agenda saksi saksi yang lainnya.
Sehabis sidang, Ketua Tim Penasehat Hukum (PH) terdakwa Irwan Tanaya, yakni Bima SH mengatakan, kasus ini hanya masalah (Richard Santoso) dilorot (dikeluarkan) dari Komisaris perusahaan PT HAI.
Dipaparkan Bima SH, menurut UU Perseroan Terbatas dan KUH Perdata, undangan RUPS bisa diundang langsung maupun lewat media massa. Kalau pelapor menyatakan tidak diundang RUPS, namun undangan lewat media itu dinyatakan sah dan benar menurut hukum.
"Dalil pelapor itu lemah sekali. Bahkan, terdakwa sudah pernah telepon Richard, tetapi tidak tersambung. Didatangi juga tidak pernah ada dan ketemu. Makanya, terdakwa menyatakan keterangan pelapor itu tidak benar," ujar Bima SH.
Lagian, antara pihak pelapor dan terdakwa itu masih ada hubungan keluarga. Masak tidak bisa ngomong atau dibicarakan secara kekeluargaan.
Bima SH melanjutkan, bahwa sangat aneh kalau seandainya barang -barang milik PT Hobi ditaruh di gudangnya pelapor, tanpa seijin dan persetujuan. Terkesan pelapor membolehkan hal itu. Karena dia tahu akan hal itu.
Sebagaimana dalam dakwaan Jaksa, disebutkan bahwa keterangan palsu itu berupa keputusan hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar biasa PT HAI yang dilakukan pada 3 November 2020 di Max One Hotel Dharmahusada Surabaya.
Komisaris PT HAI Richard Susanto didongkel dari susunan Direksi dengan alasan yang tidak benar atau palsu. Terdakwa I (Benny Soewanda) dan terdakwa II (Irwan Tanaya) menyuruh saudara Adhi Nugroho SH M.Kn memasukkan suatu keterangan yang diketahui oleh terdakwa I dan terdakwa II sejak awal adalah (keterangan) tidak benar ke dalam Surat Pernyataan Keputusan Rapat Perseroan Terbatas Nomor: 03 Tanggal 03 November 2020.
Bahkan sewaktu menggelar RUPS Luar biasa itu, para terdakwa sengaja tidak mengundang Richard, meski mengetahui alamat dan juga nomor teleponnya. Aksi pendongkelan Richard dari susunan direksi ini diketahui sewaktu ia hendak melakukan mutasi rekening PT HAI di Bank NISP Jalan Diponegoro Surabaya.
Namun, Richard mendapat penolakan dari bank dengan alasan bahwa dia telah dikeluarkan sebagai Komisaris PT. HAI berdasarkan Pernyataan Keputusan Rapat Perseroan Terbatas Nomor 03 Tanggal 03 November 2020 yang ditandatangani oleh Notaris Adhi Nugroho , SH, M.Kn.
Kemudian, Richard melaporkan Benny dan Irwan pada polisi, setelah mengumpulkan alat bukti dan keterangan saksi, penyidik akhirnya menetapkan keduanya sebagai tersangka dan melimpahkan kasus itu pada kejaksaan. Kini, perkara ini disidangkan di PN Surabaya. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar