SURABAYA (mediasurabayarek.com)- Dalam putusan selanya, Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menolak nota pembelaan (eksepsi) yang disampaikan oleh Ketua Tim Penasehat Hukum (PH) terdakwa , yakni Ben D Hadjon SH, dalam sidang lanjutan terdakwa Stefanus Sulayman, yang tersandung dugaan perkara penggelapan, di ruang Cakra PN Surabaya, Kamis (14/10/2021).
"Mengadili menolak eksepsi Tim PH terdakwa Stefanus Sulayman dan memerintahkan Jaksa melanjutkan sidang pokok perkara," ucap Hakim Ketua Tongani SH MHum yang menangani perkara pidana ini.
Menurutnya, eksepsi yang disampaikan PH terdakwa dinilai sudah memasuki pokok perkara dan dakwaan jaksa dianggap sudah cermat, jelas dan lengkap.
Mendengar putusan sela ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rakhmad Hari Basuki SH dan Winarko SH dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur menyatakan siap menghadirkan saksi saksi pada sidang berikutnya.
Sementara itu, Ketua Tim Pensehat Hukum (PH) terdakwa , yakni Ben D Hadjon SH menyatakan pada majelis hakim, bahwa berita acara konfrontir antara Harto Wijoyo, Maria Bororoh SH dan Hendra , ada satu halaman yang tidak disertakan pada BAP.
"Mohon ijin Yang Mulia, pada berita acara konfrontir Harto, Maria Bororoh SH dan Hendra ada satu hak yang tidak disertakan," ucap Ben D Hadjon SH.
Spontan, Hakim Ketua Tongani SH MH, langsung merespon pernyataan PH Ben D Hadjon dan mengecek kebenaran adanya satu halaman yang tidak disertakan. Setelah dicek, ternyata benar adanya.
"Ada kekurangan halaman dan bisa difotokopikan nantinya," katanya seraya. mengetukkan palunya sebagai pertanda sidang ditutup dan selesai.
Sehabis sidang, Ketua Tim PH Ben D Hadjon SH mengungkapkan , dalam eksepsi itu hanya menggunakan kesempatan semaksimal mungkin untuk menyampaikan materi perkara berdasarkan yang diketahui dan dialami oleh Penasehat Hukum.
"Kami sudah berkeyakinan bahwa perkara ini akan diteruskan dan otomatis sebagai PH terdakwa bersiap siap untuk menghadapi persidangan pokok perkara nanti," tuturnya.
Dijelaskan Ben D Hadjon SH, KUHAP menyatakan saksi saksi diperiksa secara berurutan, mulai dari saksi korban dan saksi lainnya. Oleh karena itu, sangat wajar bila saksi korban dihadirkan terlebih dahulu dalam pemeriksaan minggu depan.
Dari situ, Penasehat Hukum akan menggali semuanya , karena pokok permasalahan dalam perkara ini dasarnya pada keterangan saksi korban, berkaitan perjanjian perikatan jual beli dan kuasa menjual.
"Sebagaimana kami bisa membuktikan bahwa PPJB itu ada dan kuasa menjual itu ada. Ingat ini akte notariil, punya kekuatan mengikat jauh lebih besar daripada Repo itu sendiri. Dalam pasal 3 ayat 2 perjanjian Repo , kedua belah pihak sepakat untuk mengenyampingkan perjanjian itu, setelah adanya perjanjian baru," cetus Ben D Hadjon SH.
Jadi, tenggang waktu Repo berlaku 2 tahun itu berlaku secara alternatif . Sebelum 2 tahun bisa diakhiri, kalau ada perjanjian baru.
"Kalau benar ada pelanggaran perjanjian Repo, secara teori yang saya pahami, pengingkaran perjanjian itu namanya wanprestasi. Tidak berprestasi sebagaimana mestinya. Bahkan sebelum perjanjian jatuh tempo, sudah menjual itu melanggar perjanjian," ungkapnya.
Masih kata Ben D Hadjon SH, bahwa Harto Wijoyo itu tidak memenuhi kewajibannya. Apa yang dikatakan mejelis dalam sidang perkara perdata menyatakan, Harto Wijoyo dalam perkara ini sudah dalam keadaan wanprestasi. Itu titik kuncinya. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar