Ben D Hadjon SH.
SURABAYA (mediasurabayarek.com)- Sidang lanjutan terdakwa Stefanus Sulayman, yang tersandung dugaan perkara penggelapan, kini memasuki babak pembacaan nota keberatan (eksepsi) dari Ketua Tim Pensehat Hukum (PH) terdakwa , yakni Ben D Hadjon SH yang digelar di ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (30/9/2012).
Dalam eksepsinya, Ketua Tim PH Ben D Hadjon SH menyatakan, bahwa perkara terdakwa Stefanus Sulayman merupakan peristiwa keperdataan yang tidak ada unsur pidananya.
"Karena mengenai suatu perbuatan wanprestasi (perdata) yang bersumber dari perjanjian jual beli asset dengan opsi beli kembali (repo asset) nomor 02/Asset/HA/VI/2017 tanggal 8 Juni 2017, terhadap obyek atas tanah dan secara fakta, setelah perjanjian Repo Asset tersebut, para pihak telah sepakat mengadakan perjanjian berupa ikatan jual beli dan kuasa jual atas obyek yang sama," ucapnya.
Terlebih lagi, pada tanggal 21 Juni 2021, terhadap Laporan Polisi Nomor : LPB/345/IV/2020/UM/JATIM tanggal 15 April 2020, atas nama pelapor Harto Wijoyo jo surat dari Kejaksaan Tinggi Jawa-Timur perihal pengembalian berkas perkara atas nama Stefanus Sulayman Dkk yang disangka melanggar pasal 372 KUHP untuk dilengkapi (P-21) Jo surat pemberitahuan dimulainya penyidikan Nomor : B/113-B/IV/RES.1.11/2021/Ditreskrimum tanggal 7 April 2021.
Menurut Ben D Hadjon SH, telah dilakukan adanya gelar perkara di Bareskrim Mabes Polri yang dihadiri oleh Harto Wijoyo, Hendra Theimailattu bersama kuasa hukumnya, Maria BororohSH (Notaris) bersama kuasa hukumnya, Charis Junaedi dan para penyidik dari PoldaJatim (yakni almarhum Kompol Kholid dkk), yang menangani penyidikan laporan polisi tersebut.
Dari hasil gelar perkara di Mabes Polri tersebut, memperoleh informasi adanya petunjuk dan arahan dari Bareskrim Polri kepada Ditreskrimum Polda Jatim untuk penghentian penyidikan (SP-3).
Lantas, diterbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan Nomor : S. Tap/106/VIII/RES.1.11/2021/Ditreskrimum tanggal 13 Agustus 2021 dan SUrat Perintah Penghentian Penyidikan Nomor :SPPP/324-A/VIII/RES.1.11/2021/Ditreskrimum tanggal 13 Agustus 2021. Dengan alasan karena bukan merupakan tindak pidana yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa-Timur.
Namun demikian, karena sebelum diterbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penyidik Nomor : S. Tap/106/VIII/RES.1.11/2021/Ditreskrimum tanggal 13 Agustus 2021 dan SUrat Perintah Penghentian Penyidikan Nomor :SPPP/324-A/VIII/RES.1.11/2021/Ditreskrimum tanggal 13 Agustus 2021, berkas perkara atas nama tersangak Stefanus Sulayman oleh Penuntut Umum pada Kejaksaan Tinggi Jawa-Timur telah dinyatakan lengkap (masuk tahap penuntutan).
Maka hak hak terdakwa harus dapat dilindungi demi untuk menegakkan supremasi hukum yang sedang dilakukan di dalam proses pemeriksaan persidangan perkara ini.
"Kami memohon kepada majelis hakim pemeriksa perkara ini agar surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum No.Reg.Perk : PDM-390/M.5.10/Eoh.2/08/2021 tertanggal 25 Agustus 2021 dalam perkara No.1914/Pid.B/2021/PN.Sby atas diri terdakwa Stefanus Sulayman, dinyatakan batal demi hukum atau tidak dapat diterima. Karena dakwaan jaksa kabur, tidak jelas dan lengkap, atau tidak memenuhi syarat syarat pokok dari unsur delik seperti dalam dakwaan kesatu dan dakwaan kedua," ujar Ben D Hadjon SH.
Setelah mendengarkan pembacaan eksepsi, Hakim Ketua Tongani SH Mhum meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) Winarko SH dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa-Timur untuk menanggapi eksepsi dari terdakwa tersebut.
"Silahkan Jaksa menanggapi eksepsi terdakwa pada sidang berikutnya, Kamis (7/10/2021)," katanya seraya mengetukkan palunya sebagai pertanda sidang berakhir dan ditutup.
Sehabis sidang, Ben D Hadjon SH mengatakan, gelar perkara di Mabes Polri dihadiri Harto dan dibeberkan semuanya. Rekomendasi dari sana, adalah perkara perdata. Maka keluarlah SP-3 (Surat Penghentian Penyidikan) itu.
"Karena perkara ini sudah P-21, kewenangan sudah beralih dan perkara ini diajukan di persidangan. Bahkan, sudah kesimpulan dari situ, bahwa perkara itu adalah perdata," cetusnya.
Dari laporan pertama Harto Wijoyo dan petunjuk Penuntut Umum mempersangkakan Maria Bororoh dan Hendra. Kemudian Maria Boroh tidak puas dan mengajukan permohonan perlindungan hukum dan gelar perkara di Bareskrim Mabes Polri.
Dan direkomendasikan bahwa itu adalah perkara perdata dan ditindaklanjuti oleh Polda dengan mengirim surat ke Kejaksaan Tinggi, bahwa perkara itu di SP-3.
"Hanya persoalannya, walaupun dalam substansi yang sama itu kan displit. Itulah persoalanya. Kalau boleh saya katakan, perkara ini telanjur," kata Ben D Hadjon SH.
Dijelaskannya, bahwa Harto korban dalam perkara ini mengajukan gugatan dan putusan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada 2 tahun lalu, yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima dan sudah berkekuatan hukum tetap.
Salah satu petitumnya tuntutannya adalah pembatalan Ikatan Jual Beli, tetapi gugatan itu tidak dapat diterima. Konsekuensi yuridisnya, eksistensi Ikatan Jual Beli itu ada dalam akte dan legalitasnya oke.
"Salah satu pertimbangan adalah keadaan Harto dalam keadaan wanprestasi, karena kewajiban dia untuk membayar kembali sebesar Rp 12 miliar, sebagaimana yang diperjanjikan repo aset tidak dipenuhi. Kalau berdasarkan perjanjian Repo, Harto juga wanprestasi. Sebab, dalam tempo 2 tahun harus kembalikan Rp 12 miliar itu," ungkapnya.
Menurut Ben D Hadjon SH, ini sudah melewati jangka waktu itu , artinya dia (Harto-red) tidak memenuhi kewajiban yang dipersyaratakan dalam perjanjian Repo tersebut.
Kedua, menyangkut Ikatan Jual Beli. Ben D Hadjon SH mendampingi saksi dalam proses penyidikan di Polda Jatim, termasuk dalam berita acara konfrontir. Hanya satu satunya saksi korban menyatakan blanko kosong.
Sedangkan yang lain menyatakan tanda tangan sesuai prosedur, ada Hendra Theimailattu , Notaris Maria Baroroh S.H, Charis Junaedi, yang mengantar Harto ke tempat itu.
Kalau korban mendalilkan bahwa dia tanda tangan blanko kosong, berarti beban pembuktian ada pada dia, yang harus membuktikan ada blanko kosong ada tanda tangannya.
Sebelum jatuh tempo perjanjian Repo Asset itu, sudah ada perjanjian baru berupa IJB yang notabene akte notariil. Secara hukum, kedua belah pihak melakukan perjanjian sebelumnya, kemudian sepakat untuk mengadakan perjajian baru. Berarti, dengan sendirinya mereka bersepakat mengakhiri perjanjian terdahulu dan mengikatkan diri pada perjanjian baru.Itu konsekuensi yuridisnya. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar