SURABAYA (mediasurabayarek.com) - Sidang lanjutan tiga oknum polisi yang tersandung dugaan perkara narkotika, dengan agenda pemeriksaan saksi AKP Firso Trapsilo, anggota Paminal Mabes Polri , yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rakhmad Hari Busiki SH dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa-Timur.
AKP Firso T rapsilo, anggota Paminal Mabes Polri , dihadirkan jadi saksi pada penangkapan kasus tiga oknum polisi pesta narkotika jenis sabu-sabu (SS) di apartemen Midtown Residence pada April 2021 lalu.
Ketiga oknum polisi itu adalah Iptu Eko Julianto, Aipda Agung Pratidina, dan Barigpol Sudidik sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Dalam keterangannya, AKP Firso menyatakan, bahwa penangkapan ketiga terdakwa terjadi setelah dirinya mendapat tugas dari Kadiv Propam Mabes Polri untuk menelusuri dugaan ketidakprofesionalan dan pelanggaran disiplin, serta penyalahgunaan wewenang anggota polisi di Polrestabes Surabaya.
“Kadiv Propram Polri menugaskan saya untuk menyelidiki, karena sudah curiga atas ketidak professionalan dari anggota yang bertugas di Polrestabes Surabaya,” ucapnya di ruang Candra PN Surabaya yang digelar teleconference , Kamis (23/9/2021).
Menurut Firso, adanya dugaan atas laporan keluarga tersangka narkoba mengenai penyalahgunaan wewenang yang dilakukan beberapa oknum polisi dengan cara meminta uang kepada salah seorang tersangka narkotika.
Selama tiga hari di Surabaya, Firso melakukan pemantauan gerak-gerik Eko Julianto. Mengikuti terdakwa Eko mulai dari rumah hingga bertemu beberapa orang lainnya di apartemen Midtown.
“Kami ketemu Sudidik yang turun dari apartemen, setelah kami geledah ditemukan beberapa barang bukti di sakunya. Nah, kemudian saya minta untuk diantarkan ke kamar di tempat teman-teman Sudidik berada,” ujar Firso.
Dalam pengungkapan kasus ini, Firso didamping rekannya yang bernama Sandi Yudha Wiratama.
Dan selanjutnya, Firso dan timnya meminta diantar ke kamar nomor 1702. Dalam kamar tersebut, dijumpai ada tujuh orang. Mereka adalah Eko, Agung Partidina, ada satu perempuam bernama Chinara Christine Selma.
"Ada lima anggota Polri dan tiga warga sipil. Kemudian, saya bersama Sandi menginterogasi delapan orang yang diamankan. Seketika dilakukan tes urine begitu mendapati barang bukti narkotika ada di lokasi. Lima atau empat orang positif, sementara lainnya negatif. Saya agak lupa hal itu,” tutur Firso yang menyebutkan ketika penangkapan tidak ada perlawanan dari para terdakwa tersebut.
Giliran Ketua Tim Penasihat Hukum ketiga terdakwa, Budi Sampurno SH bertanya mengenai hasil tes urine dua anggota polisi yang juga turut diamankan dalam kejadian itu.
“Pak Made negatif. Satu lagi pak Iwan yang Polsek Tandes itu saya tidak tahu,” kata saksi Firso.
Dijelaskan Firso, seusai dimintai keterangan, ternyata Eko Julianto mengaku masih memiliki barang bukti lainnya yang disimpan di laci meja kerjanya (Idik III Polrestabes Surabaya).
“Mengenai barang bukti yang ditemukan di ruang kerjanya itu, pengakuannya hasil dari penangkapan terhadap calon tersangka Ari Bimantara dan perkara lainnya,” tegas Firso.
Selanjutnya, PH Budi Sampurno SH bertanya apakah ketiga terdakwa saat berada di hotel Midtown atas sepengetahuan Kasat Reskoba Polrestabes Surabaya AKBP Memo Ardian saat itu ?
“Kami sudah memeriksa beliaunya disalah satu kamar Apartemen, untuk memastikan kebenaran anggotanya, dan beliau mengaku tidak tahu kalau terdakwa berada di hotel Midtown,” ungkap Firso.
Hakim Ketua Johanis Hehamony SH MHum bertanya mengenai tanggapan pada tiga terdakwa, yakni Eko, Sudidik, dan Agung atas keterangan yang disampaikan AKP Firso.
Terdakwa Eko menjawab, bahwa keterangan saksi Firso tidak benar, , saksi tidak menunjukkan surat tugas.
"Kami hanya berlima bukan tujuh orang, sedangkan dua orang lain bukan anggota polisi tapi warga sipil. Kasat saat itu mengetahui kegiatan kami, bahkan barang bukti yang ada pada saya, dikasih Kasat yakni AKBP Memo Ardian,” ungkap terdakwa Eko.
Keterangan Firso juga dibantah al oleh terdakwa Eko Julianto. Firso yang semula menerangkan bahwa melengkapi dan menunjukkan surat perintah penyelidikan dugaan ketidak profesionalan dan penyalahgunaan wewenang kepolisian kepada para terdakwa, hal itu disangkal oleh ketiganya.
“Tidak ada surat perintah yang ditunjukkan kepada kami. Mereka langsung masuk. Saya bertiga tidak melakukan perlawanan karena dalam kejadian itu ada AKBP Anton Prasetyo, mantan Wakasat kami,” ujar Eko.
Sementara itu, terdakwa Sudidik menerangkan, bahwa bukti sabu-sabu yang ditemukan itu sudah dibekali surat tugas oleh atasannya. “Saya setiap membawa barang bukti selalu dibekali surat tugas Pak hakim,” kilah Sudidik.
Sehabis sidang, PH Budi Sampurno SH mengungkapkan, masak menangkap ketiga oknum polisi itu cukup dikasihkan (diserahkan Polda Jatim-red) sudah bisa dilakukan. Itu terbilang aneh, memang hal itu di luar konteks yang 86 dan tersendiri.
"Tetapi mengingat urgennya perkara ini, Paminal mengapa didatangkan dari Jakarta, kalau hanya menangkap sekelas terdakwa Eko. Cukup minta Polda sudah. Nggak perlu dari Jakarta," tukasnya.
Masih kata Budi Sampurno SH, saksi Paminal mengaku 3 hari di Surabaya. Justru, Budi mendengar kabar, begitu Paminal datang langsung menangkap ketiga oknum polisi tersebut.
"Nggak ada sampai 3 hari bermalam itu. Setiap masalah tidak mungkin Kanit bertindak, tidak mungkin sepengetahuan Kasat. (Terdakwa-red) Agung itu bawa barang, kepada Paminal ngomong dikasih Kasat. Tetapi, siapa yang mau jamin dan siapa yang bantu itu. Tidak mungkin ada," tandasnya.
Ditanya siapa 'cepunya' ? Budi Sampurno mengaku tidak tahu akan hal itu. Tetapi, ada kecurigaan yang perempuan itu . "Tetapi, dia menutupi. Kenapa dia tidak dijadikan tersangka, dan tidak ditahan dan tidak apa. (Kabarnya-red)hanya direhab. Itu kan nggak boleh.Proses hukumnya di mana ? Ya, pengadilan. Anak artis terkenal, keluarga Bakrie saja diproses hukum," kata Budi Sampurno SH.
Ada banyak kejanggalan BAP terdakwa dan saksi yang memberikan keterangan di pengadilan. "Semua Barang Bukti itu jangan dibebankan ke Eko semua," katanya.(dd)
0 komentar:
Posting Komentar