Terdakwa Stefanus Sulayman
SURABAYA (mediasurabayarek.com)- Sidang perdana terdakwa Stefanus Sulayman, yang tersandung dugaan perkara penggelapan, dengan agenda pembacaan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Winarko SH dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa-Timur, yang digelar di ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (23/9/2012).
Dalam dakwaannya, JPU Winarko SH menyatakan, bahwa awalnya pada tahun 2011, Harto Wijoyo mengajukan pinjaman di Bank BRI cabang Kawi Malang sebesar Rp.15.000.000.000,- (lima belas milyar rupiah) dengan agunan 7 (tujuh) asset tanah dan bangunan bersertifikat.
Dan selanjutnya pada tahun 2017, pihak Bank BRI cabang Kawi Malang meminta kepada Harto Wijoyo agar melakukan pelunasan atas pinjamannya tersebut dan apabila tidak, akan dilakukan pelelangan atas aset yang diagunkan.
Kemudian Harto Wijoyo berupaya mencari pinjaman dana di luar bank untuk mengamankan asetnya agar tidak dilelang oleh pihak Bank BRI cabang Kawi Malang. Pada Mei 2017, Harto Wijoyo dipertemukan dengan terdakwa oleh Ichwan Iswahyudi dan Charis Junaedi di sebuah Café salah satu Hotel di Jl. Basuki Rahmat Surabaya.
Dalam pertemuan tersebut, Harto Wijoyo mengajukan pinjaman sebesar Rp 7.500.000.000,- (tujuh milyar lima ratus juta rupiah) kepada terdakwa dengan jaminan.
Kemudian Harto Wijoyo menyampaikan akan menyerahkan jaminan berupa 7 (tujuh) asset tanah dan bangunan bersertifikat di Malang yang masih menjadi agunan di Bank BRI cabang Kawi Malang.
Lalu, setelah memastikan adanya 7 (tujuh) asset tanah dan bangunan bersertifikat yang diagunkan oleh Harto Wijoyo di Bank BRI cabang Kawi Malang, terdakwa bersedia memberikan pinjaman kepada Harto Wijoyo dengan terlebih dahulu menandatangani surat kesepakatan berupa surat Perjanjian Jual Beli Asset Dengan Opsi Beli Kembali (Repo Asset).
Pada akhirnyaa pada tanggal 8 Juni 2017, terdakwa dan Harto Wijoyo menandatangani Perjanjian Jual Beli Asset Dengan Opsi Beli Kembali (Repo Asset) No.02/Asset/HA/VI/2017 tanggal 8 Juni 2017.
Intinya, disebutkan Harto Wijoyo akan menjual 7 (tujuh) asset dengan harga Rp.7.500.000.000,- (tujuh milyar lima ratus juta rupiah) kepada Stefanus Sulayman dan akan membeli kembali dalam tempo 2 (dua) tahun yaitu tanggal 8 Juni 2019 dengan harga Rp 12.000.000.000,- (dua belas milyar rupiah) dengan perjanjian pihak pembeli (Stefanus ) tidak diperkenankan untuk menjual objek jual beli, sebelum masa perjanjian berakhir.
Bahwa sebagai realisasi atas Perjanjian Jual Beli Asset Dengan Opsi Beli Kembali (Repo Asset) No.02/Asset/HA/VI/2017, tanggal 8 Juni 2017 tersebut, maka pada tanggal 19 Juni 2017, Harto Wijoyo menerima uang secara tunai sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dari terdakwa di hotel Sheraton Surabaya.
Lantas, pada tanggal 20 Juni 2017, Charis Junaedi melakukan transfer ke rekening BRI atas nama Harto Wijoyo sebesar Rp 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah).
Pada tanggal 20 Juni 2017, Ichwan Iswahyudi dan Charis Junaedi mengurus pelunasan pinjaman Harto Wijoyo di BRI cabang Kawi Malang dengan melakukan pemindah buku dari rekening Charis Junaedi ke rekening Harto Wijoyo sebesar Rp. 5.250.000.000,- (lima milyard dua ratus ima puluh juta rupiah).
Sehingga 7 (tujuh) sertifikat yang diagunkan di BRI Cabang Kawi Malang diserahkan oleh pihak Bank kepada Harto Wijoyo. Dan selanjutnya 7 (tujuh) sertifikat tersebut diserahkan kepada terdakwa di Hotel Sheraton Surabaya.
Sedangkan untuk kekurangan dana yang dipinjamkan, terdakwa menjanjikan akan diserahkan di lain waktu. Bahwa 7 (tujuh) sertifikat tanah dan bangunan milik Harto Wijoyo yang diserahkan kepada terdakwa di Hotel Sheraton Surabaya adalah SHGB no. 0884 atas nama Harto Wijoyo berupa tanah dan bangunan seluas 616 m2 di Kel. Polowijen Kec. Blimbing Kota Malang.
Selain itu, SHM no. 2267 atas nama Harto Wijoyo berupa tanah dan bangunan seluas 471 m2 di Kel. Arjosari kec. Blimbing Kota Malang, SHM no. 2290 atas nama Harto Wijoyo berupa tanah dan bangunan Luas 1357 m2 di Kel. Purwodadi Kec. Blimbing Kota Malang, SHM no. 3750 atas nama Harto Wijoyo berupa tanah dan bangunan luas 98 m2 di Kel. Purwodadi Kec. Blimbing Kota Malang.
Dan SHM no. 3800 atas nama Harto Wijoyo berupa tanah dan bangunan luas 172 m2 di Kel. Purwodadi Kec. Blimbing Kota Malang, SHM No. 3801 atas nama Harto Wijoyo i, berupa tanah dan bangunan luas 172 m2 di Kel. Purwodadi Kec. Blimbing Kota Malang, serta SHM no. 675 atas nama Harto Wijoyo berupa tanah dan bangunan luas 603 m2 di kel. Polowijen Kec. Blimbing Kota Malang.
Nah, setelah menyerahkan 7 (tujuh) sertifikat tanah dan bangunan miliknya kepada terdakwa, beberapa hari kemudian Harto Wijoyo datang menemui terdakwa di kantornya di Jl. Manyar Kertoadi Blok W No.528 Surabaya, untuk meminta kekurangan pinjaman yang dijanjikan oleh terdakwa.
Dan selanjutnya, setelah Harto Wijoyo menandatangani beberapa lembar kertas kosong sesuai permintaan terdakwa , maka Harto Wijoyo menerima dana secara bertahap.
Rinciannya, tanggal 22 Juni 2017 secara transfer melalui rekening BRI sebesar Rp. 500.000.000, pada 24 Juli 2017 secara Tunai di Hotel Sheraton Surabaya sebesar Rp. 100.000.000, pada l 31 Juli 2017 cek Bank Danamon sebesar Rp. 500.000.000.
Kemudian, pada 2 Agustus 2017 cek Bank Danamon sebesar Rp. 500.000.000,- dan cek Bank Danamon sebesar Rp. 150.000.000. Dan setelah menerima 7 (tujuh) sertifikat tanah dan bangunan milik Harto Wijoyo, terdakwa tanpa seijin dan sepengetahuan dari Harto Wijoyo, telah meminta kepada notaris Baroroh SH untuk dibuatkan Pengikatan Jual Beli dan Kuasa untuk menjual atas 7 (tujuh) sertifikat tanah dan bangunan tersebut.
Dan selanjutnya Notaris Maria Baroroh S.H. menerbitkan Pengikatan Jual Beli dan Kuasa untuk menjual tertanggal 20 Juni 2017 sesuai permintaan terdakwa yaitu Harto Wijoyo sebagai pihak penjual dan pihak pembeli adalah terdakwa dan Hendra Theimailattu kemudian atas permintaan terdakwa tersebut, Notaris Maria Baroroh mS.H. menerbitkan Pengikatan Jual Beli dan Kuasa untuk Menjual tertanggal 20 Juni 2017 nomor 141, 142,143, 144, 145, 146 dan 147.
Sehingga mengakibatkan Harto Wijoyo mengalami kerugian sebesar Rp. 30.000.000.000. Atas perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana sesuai dengan pasal 372 KUHP.
Setelah Jaksa membacakan surat dakwaan, Hakim Ketua Tongani SH Mhum bertanya kepada Ketua Tim Penasehat Hukum (PH) terdakwa, yakni Ben D Hadjon SH akan mengajukan nota keberatan (eksepsi) pada sidang berikutnya.
"Kami akan mengajukan eksepsi Yang Mulia," kata Ben D Hadjon SH.
Mendengar akan mengajukan eksepsi, Hakim Ketua Tongani SH Mhum meminta PH Ben D Hadjon SH untuk mengajukan eksepsi pada Kamis (30/9/2021) mendatang.
"Silahkan PH terdakwa mengajukan eksepsi pada Kamis pagi ya," cetusnya seraya mengetukkan palunya sebagai pertanda sidang ditutup dan berakhir.
Sehabis sidang, Ben D Hadjon SH mengatakan, Harto korban dalam perkara ini mengajukan gugatan dan putusan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada 2 tahun lalu, yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima dan sudah berkekuatan hukum tetap.
Salah satu petitumnya tuntutannya adalah pembatalan Ikatan Jual Beli, tetapi gugatan itu tidak dapat diterima. Konsekuensi yuridisnya, eksistensi Ikatan Jual Beli itu ada dalam akte dan legalitasnya oke.
"Salah satu pertimbangan adalah keadaan Harto dalam keadaan wanprestasi, karena kewajiban dia untuk membayar kembali sebesar Rp 12 miliar, sebagaimana yang diperjanjikan repo aset tidak dipenuhi. Kalau berdasarkan perjanjian Repo, Harto juga wanprestasi. Sebab, dalam tempo 2 tahun harus kembalikan Rp 12 miliar itu," ungkapnya.
Menurut Ben D Hadjon SH, ini sudah melewati jangka waktu itu , artinya dia (Harto-red) tidak memenuhi kewajiban yang dipersyaratakan dalam perjanjian Repo tersebut.
Kedua, menyangkut Ikatan Jual Beli. Ben D Hadjon SH mendampingi saksi dalam proses penyidikan di Polda Jatim, termasuk dalam berita acara konfrontir. Hanya satu satunya saksi korban menyatakan blanko kosong.
Sedangkan yang lain menyatakan tanda tangan sesuai prosedur, ada Hendra Theimailattu , Notaris Maria Baroroh S.H, Charis Junaedi, yang mengantar Harto ke tempat itu.
Kalau korban mendalilkan bahwa dia tanda tangan blanko kosong, berarti beban pembuktian ada pada dia, yang harus membuktikan ada blanko kosong ada tanda tangannya.
"Sebelum jatuh tempo perjanjian Repo Asset itu, sudah ada perjanjian baru berupa IJB yang notabene akte notariil. Secara hukum, kedua belah pihak melakukan perjanjian sebelumnya, kemudian sepakat untuk mengadakan perjajian baru. Berarti, dengan sendirinya mereka bersepakat mengakhiri perjanjian terdahulu dan mengikatkan diri pada perjanjian baru.Itu konsekuensi yuridisnya," tukas Ben D Hadjon SH.
Intinya, lanjut dia, perkara ini perdata dan jastifikasinya sudah ada putusan pengadilan. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar