SURABAYA (mediasurabayarek.com) – Sidang lanjutan gugatan Harta Bersama yang diajukan oleh Roestiawati Wiryo Pranoto (Penggugat) melawan mantan suami Wahyu Djajadi Kuari (Tergugat), dan Turut Tergugat (TT) Notaris Wahyudi Suyanto, kini memasuki agenda replik Penggugat terhadap jawaban Tergugat dan Turut Tergugat yang digelar di ruang Garuda 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (29/9/2021).
Setelah sidang dibuka oleh Hakim Ketua DR Sutarno SH Mhum yang memimpin sidang perkara gugatan harta bersama ini, mempersilahkan Kuasa Hukum Penggugat Roestiawati Wiryo Pranoto, yakni Dr. B. Hartono, SH., SE., SE.Ak., MH., CA, untuk menyampaikan repliknya.
"Apakah replik dibacakan oleh Kuasa Hukum Penggugat atau dianggap dibacakan," tanya Hakim Ketua DR Sutarno SH Mhum.
Kuasa Hukum Dr. B. Hartono, SH menjawab, replik dianggap sudah dibacakan dan langsung maju menuju meja majelis hakim untuk menyerahkan repliknya kepada majelis hakim.
"Baiklah, giliran Tergugat untuk menyampaikan dupliknya pada persidangan yang akan digelar Rabu (6/10/2021) depan," ucap Hakim Ketua DR Sutarno SH Mhum seraya mengetukkan palunya sebagai pertanda sidang ditutup dan berakhir.
Sehabis sidang, Kuasa Hukum Tergugat, Yori Yusran SH menyatakan, jadi kalau mereka sudah sepakat, apapun berlaku buat mereka.
"Jangan sampai waktu itu saya sepakat, terus lima tahun kemudian saya merasa, oh ini tidak adil nih. Lalu saya dibalikin lagi,menurut saya nggak fair," ujarnya.
Menurut Yori Yusran SH, kalaupun mereka menikah dengan orang lain, mungkin saja ada perjanjian pranikah dan pisah harta, tidak ada alasan. "Kalau misalkan Pak Wahyu kawin dengan orang itu, lalu pisah harta. Kan nggak katut," katanya.
Sementara itu, Kuasa Hukum TT (notaris Wahyudi Suyanto), yakni Leonard Chennius SH menyatakan, klien hanya menjalankan pekerjaan sebagai notaris sebagai pejabat negara.
"Saya tidak merasa terlibat, karena bukan pihak. Karena posisi saya adalah Turut Tergugat. Bukan Tergugat, itu saja. Karena hanya melakukan pencatatan saja," ujarnya.
Di tempat yang sama, Kuasa Hukum Roestiawati Wiryo Pranoto, yakni Dr. B. Hartono, SH., SE., SE.Ak., MH., CA, mengatakan, penggugat dalam repliknya atas jawaban dari tergugar tanggal 8 September 2021, bahwa penggugat tetap berpegang teguh pada gugatan penggugat tanggal 18 Juni 2021, dan menolak seluruh dalil dalil tergugat dalam jawabannya, kecuali yang secara tegas diakui kebenarannya oleh penggugat.
Motif penggugat mengajukan gugatan a quo , karena adanya itikad buruk dari tergugat kepada penggugat yang memanfaatkan dan atau menyalahgunakan keadaan penggugat saat itu, sehingga tergugat dapat menguasai hampir seluruh harta gono-gini antara penggugat dan tergugat.
Bahwa dalil tergugat pada angka 3,4,5, dan 6 dalam jawabannya, tidak berdasar karena faktanya pembagian harta gono gini antara penggugat dan tergugat dituangkan dalam perjanjian perdamaian Nomor 008 tanggal 8 Juni 2016 dan akta adendum perjanjian perdamaan Nomor 047 tanggal 24 Juni 2016.
Kedua perjanjian tersebut dibuat di hadapan Turut Tergugat, adapun seluruh isi perjanjian tersebut tidak pernah dibicarakan kepada Penggugat. Penentuan pembagian seluruh harta gono gini ditentukan oleh Tergugat dan Turut Tergugat.
"Selain itu, perjanjian perdamaian Nomor 008 tanggal 8 Juni 2016 , dibuat dalam waktu 1 hari dan Penggugat dipaksa menandatangani perjanjian tersebut pada pukul 01.00 dini hari di kantor Turut Tergugat. Adapun saat itu penggugat sepakat menandatangani perjanjian tersebut karena adanya ancaman dari tergugat," kata Dr. B. Hartono, SH.
Ancaman itu dijadikan "senjata" oleh Tergugat, jika penggugat menolak menandatangani perjanjian tersebut, maka tergugat akan mempersulit proses perceraian yang diajukan penggugat pada tanggal 13 April 2016.
Jika penggugat menolak menandatangani perjanjian tersebut, maka tergugat akan menyebarkan berita bahwa penggugat telah berselingkuh dan memiliki pria idaman lain.
Tergugat juga menyampaikan, bahwa penggugat seharusnya tidak berhak atas sepeserpun harta gono gini antara penggugat dan tergugat. Namun karena kebaikan hati tergugat, maka penggugat masih mendapatkan sedikit bagian atas harta gono gini penggugat dan tergugat.
"Ancaman ancaman tersebut, memposisikan penggugat pada keadaan yang sulit, sehingga dengan keadaan terpaksa, penggugat sepakat menandatangani perjanjian tersebut," tutur Dr. B. Hartono, SH dalam replikya.
Perjanjian tersebut dibuat atas dasar itikad buruk dari tergugat untuk mendapatkan lebih besar harta gono gini antara penggugat dan tergugat. Tergugat memanfaatkan keadaan penggugat pada saat itu, sehingga penggugat dipaksa untuk setuju dan atau sepakat menandatangani perjanjian tersebut.
Apalagi penggugat tidak pernah dilibatkan untuk menentukan isi perjanjian tersebut. Pada lazimnya, setiap pembagian harta gono gini itu harus disertai dengan surat pernyataan yang ditandatangani oleh masing masing pihak, sebagai dasar dan bukti telah terjadi kesepakatan pembagian harta gono gini. Inipun juga harus dilakukan setelah ada putusan perceraian.
Perlu diketahui saja, bahwa masalah harta gono gini itu bukan merupakan kesepakatan biasa, karena pembagian harta gono gini itu diatur oleh Undang Undang dan peraturan lainnya.
Sedangkan isi kesepakatan biasa tidak identik atau disamakan dengan pembagian harta gono gini. Jadi tidak bisa dikatakan tidak fair, jika Penggugat menuntut haknya tentang harta gono gini yang tidak sesuai dengan hukum yang berlaku.
Apalagi isi dan obyek kesepakatan Bersama yang disebut perjanjian itu tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian yang disyaratkan dalam pasal 1320 dan pasal 1321 KUH Perdata. Oleh karenanya, konsekuensi hukumnya perjanjian itu batal demi hukum berdasarkan pasal 1323, pasal 1324, dan pasal 1325 KUH Perdata.
Jadi tidak ada dasar hukumnya, jika perjanjian atau kesepakatan itu tidak memenuhi sahnya perjanjian itu tidak dapat dibatalkan atau batal demi hukum.
Oleh karena itu, Penggugat tidak mempermasalahkan akan ada tidaknya perjanjian pranikah Wahyu DK dengan istri sambungnya. Perlu Penggugat garisbawahi bahwa pembagian harta gono gini itu bukan merupakan kesepakatan atau perjanjian pada umumnya.
Berdasarkan dalil dalil tersebut, penggugat memohon majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya berkenan memutuskan dalam eksepsi, menolak eksepsi tergugat untuk seluruhnya.
Dalam pokok perkara, mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya, menyatakan akta perjanjian perdamaian Nomor 008 tanggal 8 Juni 2016 dan akta addendum perjanjian perdamaian Nomor 047 tanggal 24 Juni 2016 yang keduanya dibuat di hadapan Notaris Wahyudi Suyanto SH di Surabaya adalah batal. Karena adanya penyalahgunaan keadaan dalam proses penandatanganan.
Dijelaskan Dr. B. Hartono, SH, penggugat maupun tergugat masing masing memiliki hak setengah atau separuh dari harta bersama, baik berupa 2 sertifikat dan luasnya 1024 M2 yang terletak di Propinsi Jawa Timur, Kabupaten Sidoarjo, Kecamatan Sidoarjo, Kelurahan Sidokare, setempat dikenal dengan Jl KH Mukmin No. 96 , RT 07, RW 7.
Selain itu, tanah dan bangunan seluas 335,14 M2 di Jl Ngagel Jaya Selatan 083, tanah dan bangunan seluas 258,71 M2 di Jl Ngagel Jaya Barat 1/5, rumah susun di Propinsi Sulawesi Selatan, Kota Makassar, Kecamatan Wajo, Kelurahan Pattunuang, setempat dikenal dengan Nusa Kembangan Jenderal Ahmad Yani, HOS Cokroaminoto, lantai 3/E2.
Dan kendaraan roda empat, merek Nissan/Grand Livina, Daihatsu Grand Max, Toyota Fortuner,Chevrolet. Juga uang yang berada di rekening Bank BCA total kurang lebih Rp 5 miliar, uang di rekening Bank Mandiri Rp 3 milar, asesoris handphone Rp 3 miliar , hak sewa atas kios di sejumlah tempat dan lainnya.
Menyatakan sah dan berharga sita marital atas barang barang bergerak maupun tidak bergerak yang telah diletakkan atas barang barang yang bersangkutan dalam perkara ini.
Menyatakan putusan dapat dijalankan terlebih dahulu, meskipun ada upaya hukum perlawanan, banding, kasasi atau peninjauan kembali. (dd)
0 komentar:
Posting Komentar