SURABAYA (mediasurabayarek.com) – Sidang lanjutan terdakwa Cicik Permatadias Suciningrum yang tersandung dugaan perkara penipuan, dengan agenda menghadirkan tiga (3) saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang digelar di ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (3/12/2020) .
Ketiga saksi itu adalah Sie Probo Wahyudi, Margono dan Sutomo Hadi yang diperiksa secara bersamaan di depan persidangan.
Giliran pertama diperiksa adalah Sie Probo Wahyudi menyatakan, pihaknya tertarik membeli tanah di Jl. Kenjeran Nomor 348–350 pada 2012 milik almarhum Poedjiastuti Suharyono.
Tanah tersebut dijual Cicik Permatadias Suciningrum, ahli waris almarhum Poedjiastuti melalui Sutomo. Total luas tanahnya 7.090 meter persegi. Namun demikian, yang dibeli hanya 290 meter persegi, yang harga tanahnya Rp 550 juta.
”Untuk yang 290
meter persegi sudah dilunasi. Sudah saya bangun jadi gudang. Sudah IJB (ikatan
jual beli) di notaris. Namun, sertifikat sampai sekarang belum selesai,” ucap Probo ketika memberikan keterangan dalam sidang di PN Surabaya.
Berselang setahun kemudian, Sutomo kembali menawari Probo sisa tanah yang tidak dibeli saat itu, seluas 6.800 meter persegi. Cicik ketika itu berniat menjual semua tanahnya karena membutuhkan uang.
Lantas, Probo sepakat dengan harga Rp 2 miliar. Kemudian dia membayar Rp 1,3 miliar kepada Cicik. Sisanya akan dibayarkan setelah sertifikat atas namanya sudah selesa. Cicik melalui Sutomo meyakinkan bahwa sertifikat bakal rampung maksimal enam (6) bulan.
Kala itu, Probo sudah mantap membeli tanah tersebut , seusai Cicik meyakinkan bahwa tanah itu tidak bermasalah. Cicik mengaku bahwa orang tuanya sempat menjualnya kepada almarhum Widjaya pada 1990.
Namun begitu, penjualan itu sudah dibatalkan melalui akta pembatalan di hadapan notaris pada 2006. Dengan begitu, tanah tersebut kembali menjadi milik Cicik sebagai ahli waris atas tanah dari orang tuanya.
”(Waktu itu-red) Cicik bilang ke saya tidak perlu khawatir karena itu tanah ibunya. Tidak ada masalah lagi
karena penjualan yang terdahulu sudah dibatalkan,” ujar Cicik.
Akan tetapi, Probo merasa telah ditipu Cicik. Pasalnya, sertifikat yang dijanjikan tidak pernah terbit. Dia sudah menunggu selama dua tahun lamanya. Penyebabnya, ada permohonan penerbitan sertifikat dari pihak lain atas objek yang sama.
Kantor pertanahan tidak bisa memprosesnya, mengingat ada dua permohonan sertifikat atas tanah tersebut. Pemohon itu adalah Ratna Wijaya, ahli waris almarhum Widjaya. Dia adalah pembeli tanah Poedjiastuti pada 1990.
Ratna mengajukan permohonan setelah mengantongi akta perdamaian dengan Cicik. Akta perdamaian tersebut membatalkan akta pembatalan jual beli pada 2006. Dengan begitu, hak atas tanah itu kembali kepada ahli waris Widjaya.
Waktu itu,Sutomo
menyaksikan Cicik menerima Rp 2,5 miliar dari Ratna sebagai kompensasi
pembuatan akta perdamaian tersebut.
”Dulu jual
beli beli orang tua sama orang tua dibatalkan. Sekarang ahli waris sama ahli
waris buat perdamaian untuk membatalkan akta pembatalan yang dibuat orang
tuanya,” kata Probo.
Dan selanjutnya, Probo menghubungi Cicik untuk meminta pertanggungjawaban. Namun, setiap dia menelepon, Cicik selalu memarahinya. Uang yang sudah diserahkannya kepada Cicik juga tidak dikembalikan.
Tak ayal lagi, Probo merasa tertipu, lalu melapor kepada polisi. Kini
Cicik yang sempat buron sejak 2015 dan tertangkap pada pertengahan November
lalu diadili di PN Surabaya.
Seusai sidang, Pengacara Cicik, Suryadi Bangun SH dan Tubagus Ahmad Suhendar SH MH, menyatakan, bahwa perkara itu masih perlu dibuktikan lebih jauh di persidangan
Di dalam sidang belum diketahui permasalahan yang sebenarnya dari pihak Cicik.
”Pembuktian masih terus diuji lagi dan yang sekarang belum ketahuan dari pihak Bu Cicik,” ujar Suryadi Bangun SH.
Menurutnya, kliennya sebagai ahli waris yang memiliki kuasa menjual yang sah dan tidak mungkin menipu.
Mengenai akta perdamaian, Cicik menandatanganinya karena berada di bawah tekanan dari ahli waris Widjaya. ”Nanti digugat kalau tidak buat perdamaian dan sebagainya,” kilah Suryadi Bangun SH.
Dijelaskannya, Cicik juga bersedia mengembalikan uang yang sudah diterimanya dari Probo. Suryadi menyebut bahwa uang yang diterima sebenarnya tidak sebesar Rp 1,3 miliar.
”Prinsipnya (Cicik-red) siap mengembalikan asalkan perkara ini selesai,” cetus Suryadi Bangun SH. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar