SURABAYA (mediasurabayrek.com) - Kini sidang lanjutan Sandhi Muhammad Shiddiq bin H. Ayot Hidayat dan IR. Rusdi Wijisaksono (berkas terpisah), memasuki tahap pemeriksaan terdakwa yang digelar di ruang Tirta 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya , Selasa (15/12/2020).
Dalam keterangannya, Sandhi menyatakan, dirinya diangkat menjadi Direktur Utama (Dirut) oleh Ichsan. Tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sebagaimana lazimnya pengangkatan direksi sebagaimana dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas (PT).
"Pada tahun 2013 sampai 2015 proyek belum selesai. Dan tahun 2017 selesai. Bank Jatim tidak ada hak tagih. Karena aset yang dijaminkan lebih tinggi dari nilai hutangnya," ucapnya.
Sandhi menyebutkan, pernah memberikan surat kuasa pada Rusdi untuk membayar hutang-hutang perusahaan. Sebab, dia yang tahu persis posisi hutang-hutang. Ada laporan dari Rusdi pada Sandhi.
Pada tahun 2017, ada uang Rp 45 miliar dari proyek Riau yang dikelola Ichsan dan Badriah (pengelola uang). Sebenarnya , uang itu untuk pembayaran hutang dan sepengetahuan Ichsan.
Selain itu, ada akta perdamaian dari gugatan PT Citra Gading Asritama (CGA) terhadap Dinas Bontang di Pengadilan Negeri Bontang atas proyek SMAN, karena belum membayar pengerjaan proyek.
Pengerjaan proyek selesai tahun 2015 lalu, dan hasil gugatan adalah diharuskan membayar denda keterlambatan. Selain itu, pembayaran menurut tata cara Pemkot dan harus dibayar lewat Bank Kaltim Utara.
"Sebenarnya, yang bermasalah pada PT CGA adalah pailit dan perkara saya ini," ujar Sandhi.
Menurutnya, hutang PT CGA sebesar Rp 350 miliar dan setelah diverifikasi ternyata hanya Rp 250 miliar.
Giliran Hakim Ketua Gunawan SH MHum bertanya kepada Sandhi, apakah diangkat sebagai Dirut oleh Ichsan, tanpa melalui RUPS.
"Saya hanya ditunjuk jadi Direktur oleh Ichsan," jawab Sandhi.
Mendengar hal ini, Hakim Ketua Gunawan SH MH mengatakan, bahwa manajemen PT CGA amburadul. Sebab, tidak ada struktur organisasi perusahaan yang jelas.
"Bahkan, saudara (Sandhi-red) dikendalikan oleh orang yang tidak punya jabatan di situ. pengangkatan Dirut itu harus melalui RUPS, bukan hanya ditunjuk oleh Ichsan begitu. Harus diikuti prosedur hukum dan laporan resmi serta pertanggungjawaban formal, bukan lisan," kata Hakim Ketua Gunawan SH MHum.
Setelah mendengarkan keterangan terdakwa ini, Hakim Ketua menyimpulkan, bahwa PT CGA menggantungkan satu proyek pada proyek lain. "Begitu satu proyek rontok, maka rontok semuanya," cetusnya.
Pemeriksaan terdakwa sudah dirasakan cukup, dan sidang akan dilanjutkan dengan penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darwis SH pada Selasa (22/12/2020) mendatang.
"Baiklah, sidang penuntutan akan dilakukan Selasa depan," ungkap Hakim Ketua Gunawan SH MH seraya mengetukkan palunya sebagai pertanda sidang selesai dan ditutup.
Sehabis sidang, Ketua Tim Penasihat Hukum (PH) terdakwa, Toga Rizky SH didampingi Amos Don Bosco SH MH mengatakan, intinya adalah tidak ada penggelapan sama sekali yang dilakukan Sandhi.
PT CGA tidak membuat laporan secara khusus tentang perkara yang dilaporkan ke pihak kepolisian. Sekarang pertanyaannya adalah siapa yang menjadi korban PT CGA atau Bank Jatim.
"Bank Jatim lho, nggak nuntut apa-apa. Proyek Dinas selesai dan tidak ada yang menuntut. Tetapi keluarga sendiri. Anda tahu di persidangan gimana. Sandhi sendiri tidak tahu kewenangan Dirut seperti apa. Jadi, blunder lah , " tutur Toga Rizky dan Amos.
Menurutnya, sampai sekarang ini Sandhi tidak bersalah dan tidak terbukti sama-sekali, bahwa uang itu masuk ke Sandhi. Ada laporan keuangan dari pihak Rusdi dan bisa dipertanggungkan.
"Dari awal PT CGA untuk pengangkatan karyawan tidak sesuai prosedur Undang-Undang PT. Karena, penunjukan Bendahara dan lainnya, tidak ada SK pengangkatan," tandas Toga Rizky SH.
Intinya, lanjut dia, tidak terbukti sama sekali bahwa uang itu masuk ke Sandhi.
PT CGA mendapat mendapatkan proyek di Kalimantan dan lainnya, tetapi manajeman perusahaannya amburadul. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar